Rabu, 30 Mei 2012

Total “Anarchy” Football

Kita lama mengenal anarkisme sebagai sebuah wahab tentang kekerasan. Terlepas dari etika yang dianut para anarkis tadi, anarkisme ternyata turut menyumbangkan konsep ideal tentang perwujudan nilai humanisme universal: sebuah asas kemerdekaan tiap individu semutlak-mutlaknya. Sepenuh-penuhnya.

Hingga tak ada satu bentuk kekuasaan dalam porsi segenggam tangan pun yang dapat mengambilalih kekuasaan individu lain. Cita-cita yang agung mengingat selama ini anarkisme selalu dininabobokan sejarah sebagai sebuah entitas kelam yang melandasi kejahatan manusia.

Dan bicara anarkisme, acapkali muncul pertanyaan klise bernada utopian: bagaimana itu semua mungkin? Ketika setiap manusia memiliki jatah kekuasaan tanpa ada sebuah otoritas resmi yang membatasi, bayangan yang terpacak kemudian hanyalah chaos. Bagaimana mungkin sebuah konsep humanisme universal menawarkan antiserum yang bercirikan kekacauan seperti itu?

Saya akan mencoba mengomparasikan anarkisme sebagai filosofi dengan prinsip Total Football.

Jack Reynolds mungkin tak akan pernah membayangkan konsep sederhananya tentang ritme sepakbola menyerang akan menjadi sebuah revolusi. Ditangan Rinus Michels, revolusi itu memang benar terjadi.

Sebuah revolusi yang kita kenal dengan nama Total Football. Cikal bakal revolusi ini bermula ketika Reynolds menjadi head coach Ajax Amsterdam pada kurun waktu 1915-1925,1928-1940,1945-1947. Saat itu dia beranggapan bahwa Belanda belum memiliki filosofi dasar dalam bermain sepakbola.

Maka, lewat Ajax, dia menelurkan sebuah cetak biru filosofi gaya bermain sepakbola yang kemudian diadopsi (dimodifikasi) oleh Rinus Michels. Melalui Michels, yang juga melatih Ajax pada peralihan 1960-an dan 1970-an Total Football menjadi sebuah endemik dalam sepakbola.

Bak seorang The Great Alexander, dia seakan berteriak lantang pada dunia dalam menyuarakan revolusinya: pertahanan terbaik adalah menyerang.

Helenio Hererra, pencetus Catennacio boleh tidak sepakat bahwa dengan menyerang pertahanan akan kian kokoh. Tetapi, bagi penikmat sepkabola ofensif, dimana tendesi menekan lawan sampai keakar-akarnya diberlakukan, ditambah dengan ritme bermain yang memanjakan mata, pelatih Inter Milan tersukses asal Argentina itu dipastikan akan mengangguk setuju.

Well, Catennacio memang tidak dianugerahi hal-hal seperti itu.

Total football memang spesial, juga rumit. Hal ini salah satunya dilandasi karena Michels menganggap bahwa agar Total Football berlangsung mulus, kuncinya terletak pada fleksibilitas antar lini yang harus berlangsung tanpa jeda. Ritme permainan bergulir lewat pakem kolektifitas yang kuat. selain fisik yang mendukung, intelegensia tiap pemain juga memiliki nilai penting dalam skema Total football.

Johan Neskeens di sayap kiri tidak jarang harus mem-backup Ruud Kroll yang acapkali naik menyisir sisi kanan pertahanan lawan. Johan Cruijf tidak boleh menunggu dengan pasif aliran bola dari lini belakang bila memang tersendat.

Bola harus dijemput dari bawah dengan ikut menambal sektor pertahanan. Kalau perlu Cruijf, yang berposisi sebagai playmaker, harus merancang skema serangan dari bawah.

Cruijf memang pantas mendapat kredit poin tersendiri dalam implementasi Total Football dilapangan. Fisik yang kuat, visi bermain yang cerdas, skill yang menawan, dan kegigihan untuk ikut membantu pertahanan, menjadi tolak ukur Cruijf mengapa sampai kemudian Michel sempat berujar: “Perlu 5-6 orang Cruijf agar Total Football berjalan sempurna.”

Ucapan Michels tadi dapat diartikan bahwa, Total Football, yang bagi banyak orang sudah sangat representatif sebagai sistem permainan sepakbola yang ideal, ternyata masih memiliki banyak lubang.

Ya, Total Football memang tidak sesempurna seperti yang sering kita duga.

Banyak pelatih asal Belanda yang dulunya mantan anak asuh Michels, mengalami kesulitan menerapkan gaya ini secara kontekstual. Johan Cruijf pada awalnya memang berhasil melejitkan Barcelona sebagai salah satu Dream Team pada medio 90-an.

Dengan kualitas merata disegala lini, Barcelona di bawah asuhan Cruijf memang superior. Tetapi, superioritas tersebut menjadi sampah tatkala dia harus menghadapi AC Milan dengan pelatih yang saat itu bahkan belum memiliki sertifikat kepelatihan: Fabio Capello.

Efisiensi Milan, ditambah dengan kuartet pertahanan terbaik di dunia saat itu (Fraco Baresi, Alessandro Costacurta, Paolo Maldini dan Mauro Tassoti) membuat duet maut Sthoickov dan Romario bak pemain kelas dua. Tendangan geledek Ronald Koeman, seakan lepuh. Kiper tangguh, Andoni Zubizarreta, bak menjadi seorang kiper kelas C.

Dan Barca sendiri, yang sebelum bermain memang sudah menyemat label Dream Team dilapangan seakan menjadi tim yang baru promosi segunda divison La Liga. Singkat kata, Cattenacio berhasil mempecundangi Total Football. Skor telak 4-0 menjadi bukti betapa Milan dengan Catennacio-nya berhasil meraih trofi Liga Champions-nya yang kelima.

Saat itu Milan memang bermain dengan semangat Cattenacio yang kental. Membiarkan lawan menekan, memegang bola, pertahanan dibuat serapat mungkin, lantas rebut di saat yang tepat: bunuh!

14 tahun kedepan, Van Basten, mantan penyerang top Belanda dan AC Milan pada medio 90-an, yang juga pernah mendapat penanganan langsung dari Michels saat Belanda merengkuh gelar juara Euro 1988, (hampir) berhasil memparadekan kembali keganasan Total Football pada pagelaran Euro 2008 lalu ketika melatih Tim Oranye. Bergabung di “grup neraka” bersama Italia dan Prancis, Belanda sukses mempecundangi kedua juara dunia itu dengan skor telak 3-0 dan 1-4.

Pola 4-2-3-1 yang digunakan Basten memang efektif. Dengan memainkan dua jangkar sekaligus guna mengamankan jalur tengah, Belanda dapat mengalirkan bola sekaligus menekan lawan dengan lancar dari segala lini. Tetapi, lagi-lagi saja Belanda dengan Total Football-nya kembali terlempar dari bursa juara setelah pada perempat final kandas oleh Rusia dengan skor 3-1 dalam perpanjangan waktu.

Efisiensi permainan ala Jerman Barat 1974 (ketika mengubur harapan Belanda menjadi Juara Dunia di Final 1974) dipraktekan Rusia demi mengatur permainan dengan seefisien mungkin, terbukti ampuh. Pertahanan yang kokoh dan tidak bertele-tele dalam memanfaatkan peluang membuat Basten dan Belanda harus angkat koper lebih awal.

Lantas, sekali lagi muncullah pertanyaan ini di kepala setiap pecinta Total Football: apa yang membuat Total Football, yang pada praksisnya tampak seperti sebuah kulit tanpa cacat, cenderung mudah disayat-sayat?

Dalam banyak pertandingan, dapat terlihat bahwa Total Football cenderung mengeksploitasi lapangan sampai kesudut-sudutnya. Begitu lawan menguasai bola, ruang harus dibuat sesempit mungkin.
Pemain yang terdekat dengan pemain lawan yang menguasai bola dituntut untuk menutupnya secepat mungkin, tidak peduli apakah itu pemain bertahan atau bukan. Bisa satu bisa dua, bahkan tiga. Tekanan harus dilakukan secepat mungkin bahkan ketika bola masih ada di jantung pertahanan lawan. Lawan terjepit dalam benak bahwa lapangan begitu sempit.

Ini ditenggarai, seperti dalam buku David Winner yang terjemahan bebasnya kira-kira berjudul, “Oranye Brilian — Jenius dan Gilanya Sepakbola Belanda” sebagai pengejawantahan “psyche” paling dasar warga Belanda dalam memahami kehidupan.

Total Football, demikian jelas buku tadi, adalah persoalan ruang dan eksploitasinya itu, bukan yang lain. Fleksibilitas posisi pemain, pergerakan pemain, semuanya adalah konsekuensi dari upaya untuk menciptakan ruang agar bisa dieksploitir semaksimal mungkin.

Dalam eksploitasi tersebut tentu saja Total Football cenderung memosisikan skill tiap pemain sebagai “nada” ketika orkestrasi Total Football dimulai ketika melakukan pembabatan terhadap lawan. Serangan dapat bermula dari siapa saja (walau biasanya, skema serangan selalu diawali dari kaki Cruijf). Dapat melalui sayap, tengah atau bahkan long ball ala Kick n’ Rush Inggris, umpan panjang dari area pertahanan menuju ke daerah siaga lawan.

Hal inilah, menurut hemat saya, tidak dipungkiri menjadi salah satu penyebab dualisme yang seringkali betubrukan dalam gerak ritmik Belanda saat bermain. Pada satu sisi, gaya permainan ofensif Total Football yang cenderung berubah-ubah membuat lawan tidak dapat mendeteksi arah permainan Belanda.

Tetapi, di sisi lain, Total Football mengalami kesulitan dalam memulai serangan karena kebiasaan mereka yang sering berubah-ubah dalam memulai serangan. Alasannya bisa saja sederhana untuk menjawab mengapa pada saat tertentu Belanda kesulitan memulai serangan: karena Cruijf dijaga sedemikian ketatnya, maka design serangan menjadi kelu, tidak kreatif.

Tetapi, hanya orang bodoh yang berfikir senaif itu. Ibarat kompas ditengah badai, arah mata angin menjadi kabur, seperti itulah ritme Total Football ketika memainkan temponya yang cenderung terbebas dari sistem ketat nan kaku.

Kebiasaan menusuk lawan dari segala lini dengan membabibuta, membuat moda “penyerangan” itu sendiri, secara implisit telah menjadi kerangkeng bagi Belanda. “Menyerang” nantinya menjadi semacam “institusi” tersendiri yang membuat Belanda lupa akan sasaran bidik sebenarnya: gol.

Bahwa gol ternyata telah menjadi kebutuhan sekunder dalam pola ofensif Total Football itu sendiri. Kebutuhan untuk menyerang dan terus menyerang membuat para pemain Belanda kemudian secara tematis terkooptasi oleh naluri menyerang yang tidak efisien.

Secara logis, Total Football sangat sederhana: serang lawan sesering mungkin, maka gol, cepat atau lambat, akan diraih dan kemenangan ibarat buah apel yang telah masak, siap untuk dipetik.

Akan tetapi, bila kebebasan dalam memilih (dalam hal ini koordinasi penyerangan ala Total Football) terlampau absolut, kemungkinan terbesar adalah gerak kacau yang membuyarkan proses pemilihan (penyerangan) itu tadi.

Inilah alasan teoritik mengapa kemudian tulisan ini mengidentifikasi Total Football cenderung berbau anarkisme: sikap mereka dilandasi oleh kebebasan absolut. Sepakbola dapat dimainkan tanpa pola dan bentuk yang jelas, biarkan mengalir begitu saja.

Bebas, dalam setiap kepala para anarkis, seutopis apapun itu, cenderung menjadi kebutuhan primer. Tak ada sikap patuh ketika kebebasan untuk melakukan sesuatu telah dipasung. Bahkan sejengkal sekalipun.
Frasa DIY (Do It Yourself) yang membahana di kalangan Punk Rock di Amerika Serikat menjadi kode para anarkis disetiap lapis bumi. Bahwa dengan bebas berkehendak melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan dicirikan sebagai prototipe manusia merdeka.

Michels, disadarinya atau tidak, dengan memodifikasi Total Football sebagai pola permainan sepakbola tanpa bentuk yang jelas, telah menjadi seorang anarkis itu sendiri. Sepakbola, yang dipahaminya dapat dimainkan tidak dengan melulu logika kolot yang sistemik, kemudian telah menjadi kehendak kebebasan yang dimaksudkan.

“Manusia dikutuk oleh kebebasannya”, ujar Sartre. Relevan atau tidak, Michels memang “dikutuk” pada final Piala Dunia dua kali berturut-turut: 1974 dan 1978. Dan Belanda, ehem, hingga detik ini belum juga terbebas dari kutukan “juara tanpa mahkota”.

Source : Goodbyepele

Tiada ‘tuhan’ Selain Sepakbola!

Banyak orang yang bilang sepakbola adalah olahraga laki-laki, dan bukan seorang laki-laki jika tak menyukai sepakbola. Bukankah itu aneh, seorang laki-laki melihat 22 orang laki-laki yang berebut bola di lapangan sambil teriak-teriak? Apakah itu jantan?

Kebetulan saya pernah mengirim pertanyaan via Twitter kepada @Sagnaofficial, akun resmi Bacary Sagna. Entah kenapa saya ingin bertanya kepadanya. Mungkin alam bawah sadar saya menganggap Sagna adalah pesepakbola terjantan jika ditilik dari tatanan rambutnya. Tapi, sayang, sudah setahun lebih tak dibalas pertanyaan saya itu.

Sial.

dari hal itu sepakbola sudah menjelma menjadi “agama” baru di muka bumi ini. Sudah banyak “misionaris” yang menyabarkan “agama” baru ini ke seluruh penjuru dunia. “Misionaris–misionaris” bermodal gocekan dan tendangan inilah yang menyebarkan “agama” baru tersebut dengan kecepatan ultrasonic, sehingga dalam waktu kurang dari satu abad “agama” ini sudah dianut oleh sebagian besar umat manusia di dunia ini.

“Misionaris” pertama “agama” ini muncul pada tahun 50-an. Tersebutlah Pele, seorang pria penganut Voodoo tapi murtad karena mendapat wahyu untuk menyebarkan agama ini. Setelah Pele muncul “misionaris” dari Belanda dengan nama Johan Cruyff.

Pria yang sebenarnya ingin menjadi penjajah ini harus mengurungkan keinginanya karena dalam pembukaan UUD tahun 45 penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi. Akhirnya dia menjadi “misionaris” sepakbola dan menjajah bangsa lain dengan angka magis, 14.

Kejadian hebat terjadi pada tahun 80-an dengan munculnya misionaris revolusioner yang memiliki “tuhan” ditangannya, Diego Maradona. Sosok ini menjelma menjadi pemimpin spiritual muda kharismatik yang paradoks. Di satu sisi ia gemar melanglang buana ke berbagai prostitusi dan mengoleksi senjata tajam.Di sisi lain ia adalah seorang “tuhan kecil” dengan “umat” sekitar beberapa juta.

Namun, misionaris yang hanya satu kali mendapat kertas instruksi dari pelatih selama berkarir ini harus bekerja keras karena bersaing dengan beberapa misionaris lain di dunia saat itu. Di italia ada Paolo Rosi yang berhasil menggabungkan teknik bermain bola dengan teknik membuat pizza.

Selanjutnya muncul Roberto Baggio, si Buddha yang juga berasal dari Caldogno, Italia ini menambahkan teknik topping rambut kepang diatas pizza bola. Di Prancis ada Michael Platini yang menggabungkan gaya berdakwah di lapangan dengan fashion. Itu belum jika kita menyebut trio “misionaris” asal Belanda, Basten, Gullit, Rijjkard.

Di akhir 90-an muncul misionaris yang sangat sederhana di Prancis, Zinedine Zidane namanya. Saking sederhana dan iritnya dia sampai malas beli tonik penyubur rambut dan membiarkan kepalanya botak setengah. Soal rambut ini, ia berkomentar tatkala mengetahui Rooney melakukan transplantasi rambut: “Dasar korban shampo Metal!”

Pada tahun 2000-an dunia digemparkan oleh kemunculan “misionaris” terlalu tampan dengan anatomi gigi yang cukup futuristis. Dunia memanggilnya Ronaldinho. Akan tetapi, “Misionaris” yang gocekannya semaut goyangan pinggulnya ini hanya mampu menyebarkan “agama” hanya sekitar 6 tahun.

Sekaran posisinya tergeser oleh “misionaris” muda bernama Messi. Di belakang Messi masih menguntit beberapa “misionaris” yang mewakili benuanya. Ada didier Drogba sebagai wakil Afrika—ia bersaing keras dengan Gervinho—, lalu ada Syekh Ali Karimi dan Park Ji Sung sebagai wakil Asia.

Seperti layaknya agama yang lazim di dunia ini, “agama” sepakbola juga mempunyai mazhab. Di Brazil berkembang mazhab Jogo Bonito yang merupakan sinkronisasi antara sepakbola, tarian Samba, peribadatan Voodoo, dan sirkus. Di italia berkembang mazhab mafioso. Terbukti dengan skandal Calciopoli, suap menyuap wasit dan kewajiban untuk melakoni seni menjatuhkan diri dengan sengaja alias diving.

Sedangkan di Prancis, revolusi Prancis yang menyetarakan semua ras berhasil mempengaruhi mazhab sepakbola disana. Dan mulai saat itu mulai terjadi aksi impor pemimpin-pemimpin spiritual ke Prancis, seperti Zinedine Zidane, Thiery Henry, Patrick Vieira, Christian Karembeu, Lilian Thuram, dan yang paling mutakhir—ia muncul bebarengan dengan lahirnya teknik seni rupa kontemporer, Surealis Magis—, Bacary Sagna.

Sedangkan Spanyol berbeda dengan Prancis. Mahzab “agama” sepakbola disini memberlakukan sistem kasta. Samuel Eto’o (berasal dari kasta terendah), pemimpin spiritual yang sangat berbakat dari tanah Roger Milla ini gagal total di Castillan, tetapi berjaya di Catalan. Meski ia tetap saja jadi bahan cemoohan dan menjadi penyebab naiknya harga pisang di Spanyol.

Karena dirasa cukup menghadapi tekanan batiniyah, akhirnya pindah haluan guna menyebarkan “agama” sepakbola ke kasta yang masih sedarah dengannya, Ordo Primata (selain manusia) di Gembira Loka.
“Agama” sepakbola ini juga mempunyai ibadah wajib 4 tahun sekali bernama “Marhaban ya World Cup”. Seluruh umat diharuskan berpuasa menonton berita, sinetron, apalagi Jakarta Lawyer Club, dan lain-lain. Semua fokus melakukan “ibadah” Piala Dunia selama sebulan penuh.

Maka benarlah sabda Tutankhamun semasa masih berseragam Swansea: “Tiada ‘tuhan’ Selain Sepakbola!”

Sayonara!

Source : Yoganoviantoro

Men-“Tuhan”-kan Tim!

“Kalau sampai Messi double hattrick, aku gundulin ini kepala!”

Untung benar kawan saya ini. Rambut keritingnya akhirnya selamat, Messi “hanya” mencetak 5 gol ketika Barcelona menjamu Bayern Leverkusen malam itu.

Hanya?

Oh, Oke. Mungkin banyak pemain yang pernah mencetak 4 gol dalam satu pertadingan Liga Champions, tapi untuk malam itu, ini pertama kalinya dalam hidup saya melihat ada pemain bisa mencetak lima gol dalam satu pertandingan.

Mungkin “Tuhan” Maradona dan “Tuhan” Pele pernah melakukannya—mungkin tidak hanya pernah—tapi sering. Tapi tetap saja, apa yang dilakukan Messi pada 7 Maret lalu itu sungguh luar biasa, mengingat kompleksitas taktik dan fisik pemain sepakbola jaman sekarang jauh lebih tinggi levelnya dari era di mana “Dua Tuhan” itu masih aktif bermain.

Akan tetapi, kebesaran “The Little God” akhirnya punya batas juga musim ini. Kita memang masih melihat gerakan berhenti-berlari yang sukses bikin linu kaki, manuver “banting stir” yang sukses bikin bek-bek terpeleset, atau keputusan super cepat untuk men-drible, menendang, atau mengumpan yang bikin komentator BBC bingung berkomentar dan menutupi kebisuan itu dengan tawa basi: “ha-ha-ha!”

Messi tetap hebat, tapi di kedua semifinal melawan Chelsea malam itu, Barca tidak menang, dan memang Barca tidak layak menang.

Drama Messi ini ditutup oleh gol tak terduga Fernando Torres. Seorang pemain yang dianggap sudah habis sejak satu setengah musim yang lalu. Lionel Messi tertunduk, malam itu Barca takluk. Kalau saja Di Matteo pernah melihat acara Demian di Trans 7, pasti dia akan berlari mendatangi kamera dan bilang: “Sempoa…”.

Beberapa hari sebelumnya di tempat yang sama, Nou Camp, derita yang sama diciptakan oleh seorang pria yang dianggap sebagai manusia termahal di planet bumi saat ini. Mendapatkan umpan diagonal mendatar dari trequartista kelas dunia pertama Turki tapi memperkuat Timnas Jerman, Mesut Ozil, si metrominiseksual, eh, metroseksual Portugal berhasil mengejar umpan Ozil secepat kilat, disambar, dua sentuhan Valdes terlewat dan “plung”; masuk. 2-1 untuk Madrid.

Ronaldo segera berlari tenang ke ujung lapangan sambil memberi aba-aba ke semua penonton agar mereka segera duduk kembali di kursinya masing-masing dan tenang sejenak karena pertunjukkan yang sebenarnya baru saja dimulai.

Ya, pria ini berhasil membuat seluruh anggota DPR di gelanggang gedung “pemerintahan” bangsa Catalonia ini tidak bisa menahan diri untuk tidak mengacungkan jari tengahnya.

Ronaldo lagi, Ronaldo lagi. Yup, nama itulah yang banyak tersaji di headline surat kabar di Eropa keesokan harinya. Kepopuleran nama itu membuat saya tidak perlu memberi deskripsi lagi tentang robot super pemain sepakbola ini.

Toh akan sia-sia juga nantinya deskripsi saya. Ibarat program komputer yang hanya diinstal perintah; “cetak gol sebanyak mungkin!” maka Ronaldo secara otomatis akan memprosesnya dengan caranya sendiri. Jadi data di mana jumlah golnya yang melebihi jumlah rataan Ronaldo bermain musim ini kiranya cukuplah untuk menggambarkan se-“Tuhan” apa sih Ronaldo itu.

Tapi “Tuhan” aliran baru ini juga tidak berkutik beberapa hari kemudian di—seperti Messi—kandang tim sendiri; Santiago Bernabeu. Ronaldo sempat menunjukkan “kebesarannya” saat membawa Real “Franco” Madrid ini lead dua angka, satu penalti, satu hasil assist si muka ngobat yang islami: Ozil.

Ironisnya, Mourinho seperti lupa akan kekuatan ras Arya yang terkenal sejak kemampuan mental baja Adolf “Chaplin” Hitler di Perang Dunia II yang mampu bertahan dari kepungan 3 negara super power saat itu: Inggris, Amerika, dan Soviet selama lebih dari satu tahun.

Mental baja inilah yang mungkin diwariskan oleh Jerman ke negara-negara tetangganya, termasuk Belanda. Mental yang sama yang diwariskan Philip Lahm dkk ke rekannya si pria Belanda berkepala professor, yang dengan tenang berhasil mengeksekusi tendangan dua belas pas, menaklukkan Iker “Reflect” Cassilas dengan sempoa, eh, sempurna.

Skor 2-1 membuat agregat imbang tiga sama dan pertandingan dilanjutkan sampai adu tos-tosan. Seolah yakin akan mampu lolos ke final, mungkin juga karena ingin mengamalkan sila pertama dalam Pancasila, Mourinho tanpa pikir panjang memberikan jatah eksekutor pertama ke-“Ronaldo Yang Maha Esa”.

Yup, Ronaldo dengan awan kinton terbang mendatangi Neur yang diam mematung di depan gawang sambil bertapa. Mungkin bagi Neuer, inilah pertama kali dalam hidupnya ia melihat kera sakti pake baju Madrid dengan awan kinton merk “Nike” mendatangi dirinya.
Ronaldo tenang meletakkan bola. Sedikit mengambil ancang-ancang dan… “bam”. Bola mengarah ke sudut bawah kiri. Neuer tidak melompat, ia hanya membuang diri ke kanan tanpa ancang-ancang, bola seperti akan lewat di antara tubuh Neuer dan tanah, tapi; “mak-plak” (“mak”-nya gak ada ding). Bola tertepis.

Tendangan seharga 93 juta Euro itu berhasil ditepis dengan harga tidak sampai seperempatnya. Ya. Munchen mungkin surplus luar biasa malam itu, tepisan Neur malam itu yang “hanya” 18 juta Euro juga menggagalkan tendangan seharga 65 juta Euro milik Ricardo Kaka.

Secara matematis mungkin rumus kerugian Madrid seperti ini:

93 juta + 65 juta < Neuer

Tapi, apa ini cuma soal duit?

Oh, tentu tidak. Kekalahan Madrid ini lebih dalam lagi. Bisa tergambar dari bentuk Mourinho yang bersimpuh tidak berdaya ketika Ramos malah membuat clearence ketika ia harusnya menendang bola ke arah gawang (mungkin kebawa karena baru magang jadi centre back malam itu kali).

Pria yang dianggap angkuh, arogan, dan bermulut besar sejak  di FC Porto, Chelsea, dan Internazionale seperti Mourinho bersimpuh di pinggir lapangan? Pemandangan luar biasa?

Tentu saja tidak.

Mourinho musim ini tidak sama seperti musim-musim sebelumnya. Mourinho musim ini jadi lebih sopan, melankolis, pendiam, ganjen, homo, eh sedikit humoris maksud saya.

Sikap Mourinho yang sekarang, tentu saja mengherankan banyak pihak. Sisi rivalitas dengan Guardiola menjadi sedikit ringan bobotnya karena Mou kini tidak mau lagi berada dalam peran antagonis. Sekali-kali ia ingin gantian dengan Guardiola, mungkin keduanya sama-sama bosan. Bisa jadi mereka ingin gantian dipuji dan dibenci. Atau mungkin yang bosan UEFA sendiri atau bisa jadi benar-benar keinginan “tuhan”?

Oke. Katakanlah ini memang bentuk hidayah Tuhan kepada Mou agar dia tidak lagi bermulut besar, entah apa alasan Mou memilih untuk seperti itu, tapi sikap ini berhasil mendapatkan hasilnya ketika Madrid akhirnya berhasil mengalahkan Barcelona dan memimpin klasemen di La Liga.

Tapi pertanyaannya, kenapa cara itu tidak juga berhasil ketika harus berada di zona Eropa?

Lagi-lagi Mou seperti lupa akan taktik non-teknisnya dulu ketika awal menukangi Chelsea, ia pernah bicara bahwa tim ada di atas segala-galanya, bahkan tim itu sendiri adalah “Tuhan”. Ia rela berkorban demi tim (terutama untuk para pemainnya) dengan menjadi sorotan media agar pemainnya bisa lebih berkonsentrasi di atas lapangan. Cara ini berlanjut saat menukangi Internazionale dan tetap dipertahankan sampai ke Madrid musim lalu.

Persoalannya, cara ini ternyata tidak mempan untuk tim sebesar Madrid. Mau sebesar apapun reputasi Mourinho sebelumnya, Real Madrid tetaplah Real Madrid. Klub terbaik abad 20, peraih Piala Champions dan La Liga terbanyak, dan tim impian bagi seluruh pemain bintang kelas satu di planet Bumi.
Sebesar apapun mulut Mourinho untuk menarik minat media, tetap saja mulut Mou kurang lebar. Berbeda dari Chelsea yang berkompetisi dengan cukup banyak lawan sebanding; MU, Liverpool, dan Arsenal, yang menjadikan sorotan media ke pihak Chelsea tidak terlalu banyak.

Masalah Mourinho di Madrid sedikit mirip seperti saat ia menukangi Internazionale. Di Inter, Mou mendapati dirinya terjebak pada taktik non-teknisnya sendiri. Mou dan Inter saat itu sama sekali tidak punya lawan sebanding paska kasus calciopoli, jadi sudah sewajarnya semua media menyorot ke Internazionale.

Di sinilah kemudian Mourinho sadar, bahwa ia tidak bisa untuk melindungi para pemainnya lagi, karena di Italia, untuk melindungi dirinya sendiri saja sudah susah sekali. Alhasil, sekuat tenaga Mou memohon kepada Moratti untuk pergi. Pergi ke tim yang jauh memiliki sorotan media jauh lebih besar lagi: REAL MADRID.

Awal berkiprah di Real Madrid, mulut Mou masih sebesar biasanya. Dengan materi pemain kelas wahid, misi pertama Mou sepertinya jelas: meruntuhkan dominasi Barcelona? Bukan.

Tidak sesederhana itu. Madrid ingin Mou menghancurkan tique-taqa Pep Guardiola!

Sepintas misi ini realistis, apalagi berkaca dari keberhasilan Mou meloloskan Internazionale atas Barcelona di pentas Liga Champions musim sebelumnya. Dengan pemain pas-pasan di Inter saja Mou bisa, apalagi dengan pemain kelas wahid di Madrid. Namun di luar dugaan, baru di pertemuan pertama, Madrid justru dicukur habis 0-5!

Tidak hanya itu, berkali-kali Madrid harus menanggung malu ketika harus bertemu Barca. Hanya sekali Barca “menghadiahi” Madrid untuk mengangkat gelar kelas dua, piala satu-satunya musim lalu yang sayangnya malah dijatuhkan Ramos dari atas atap bus ketika pawai (baca: Piala Raja).

Di musim pertama, Mou gerah melihat media Eropa begitu adem ketika menyorot soal Messi dan Barcelona, tapi menjadi begitu galak, keras, dan kritis ketika menyorot Ronaldo dan Madrid. Lagi-lagi imbas dari mulut Mourinho juga, tapi ini tidak berlangsung lama, dengan cepat Mou menyadari bahwa kebersamaan tim tidak bisa dibangun hanya dengan menjadikan dirinya sebagai umpan media.

Mou sadar, ia hanya akan menjadi setitik tinta untuk mengamankan para pemain besar Real Madrid dari sorotan media. Maka sejak itu Mou menciptakan musuh bersama bagi pemain-pemain Madrid, musuh ini bukan Lionel Messi dkk, tapi musuh itu bernama; ego.

Yup. Pemain-pemain Real Madrid adalah sekelompok rekan kerja professional yang—bahkan—sampai memiliki kompetitor di dalam tubuh tim sendiri, mereka saling bersaing untuk mendapatkan tempat utama. Iklim tim seperti ini tentu berbanding terbalik dengan Barcelona.

Kebanyakan pemain Barca di tempa dalam kamp latihan bersama sejak usia 7-10 tahun, ketika besar mereka menjadi sahabat, saling mengenal satu sama lain secara personal, dan bermain seperti menggunakan telepati. Ini bukan sesuatu yang bisa dilatih dalam tempo 1 atau 2 tahun.

Musuh Real Madrid sejatinya adalah kehebatan pemain mereka sendiri yang harus bersaing satu sama lain untuk mendapatkan tempat utama. Paradigma seperti ini akhirnya menguras cukup banyak energi dan baik untuk beberapa pemain, tapi tidak untuk tim secara keseluruhan.

Akhirnya Mourinho kembali ke dasar cara pandang sepakbola; tim adalah segalanya, tim adalah “Tuhan”!
Kaka akhirnya mulai diberi sedikit tempat, kadang dimainkan bebarengan dengan Ozil kadang sendiri, Granero dan Lass Diara juga tidak dilupakan, Benzema dan Higuain dimainkan bergantian, Jose Callejon, Arbeloa, Sergio Concentrao, juga tidak luput.

Ironisnya, ketika Mourinho sempat mengalami kemajuan pesat, Pep Guardiola malah mundur beberapa langkah. Tiki-taka yang dulu menjadi rujukan bagi semua tim di dunia untuk bermain indah dengan tingkat kekompakan yang tinggi, permainan sederhana passing-gerak-passing-gerak, dan tahan bola selama mungkin.

Kesemuanya justru dirusak oleh “kartu as” permainan mereka sendiri; Lionel Messi.
Harus diakui, Messi itu semacam “tuhan” di tubuh Barcelona. Filosofi tique-taqa sejatinya juga bicara mengenai beban mental yang harus dibagi oleh 11 pemain, tapi ketika Messi sendirian menjadi yang terbaik, sendirian yang mengubah keadaan, sendirian yang menjadi penentu, maka beban ini tumpah ke pundak Messi dengan sendirinya.

Ketika Barca kalah atau imbang, maka setiap orang akan berfikir: “Ada apa dengan Messi?”
Kepercayaan diri pemain Barca akhirnya tergantung oleh satu pemain ini. Bahkan Pep Guardiola yang harusnya mampu membaca hal ini dan mengantisipasinya, justru ikut larut dan mabuk oleh kehebatan pemainnya sendiri. “Kami punya Messi,” adalah kata-kata boomerang Guardiola sebelum bertemu dengan Chelsea.

Sialnya, Barca bertemu Chelsea yang sedang dalam kondisi compang-camping karena adanya pergantian manajemen dan kekalahan demi kekalahan di Liga, tapi kondisi “penuh derita” Chelsea menjadikan mereka sebagai satu kesatuan tim. Lihat bagaimana hubungan Di Matteo dengan para pemain senior; Drogba, Lampard, Terry, dan Petr Cech mereka begitu kompak, saling bekerja sama, dan yang paling penting:

Menuhankan TIM!

Source : Ahmadkhadafi

Sepakbola Adalah Kesunyian Masing-Masing

Dalam dunia yang hanya bercerita soal sepakbola, tiap umat punya “Tuhan”-nya masing-masing.

Orang Argentina “beriman” pada Maradona. Brazil “menyembah” Pele. Belanda “bertawakal” pada Cruyff. Jerman “memberhalakan” Beckenbauer. Dan masih banyak lagi “Tuhan” lainnya. Kita belum menyebut Meazza untuk Italia, Bobby Charlton bagi Inggris, Puskas di Hongaria, Roger Milla untuk Kamerun, atau Ji Sung bagi rakyat Korea Selatan.

Tapi, apa yang saya sebutkan diatas adalah segelintir “Tuhan-Tuhan” yang diampu sekaligus dirawat, dipupuk sekaligus dipanen, oleh media dan industri sepakbola hingga cerita tentang mereka memanjang dalam ingatan dan terentang dalam waktu yang tak terhitung lamanya.

Pertanyaannya: siapakah “Tuhan” bagi negeri yang sepakbolanya nyaris tidak dikenal orang banyak? Atau, jika sarkasme diperbolehkan: siapakah “Tuhan” yang jika kita mendengar tanah asalnya bisa bikin kita tergelitik? Kepulauan Fiji, misalnya.

Tentu sedikit sekali yang tahu. Saya cuma pernah mengenal nama Waisale Tikoisolomoni Serevi. Ia adalah pesepakbola legendaris dari Fiji. Memenangi tujuh gelar Liga, bermain sebanyak 39 kali di rentang waktu antara 1989 sampai dengan 2003 dan mencetak 376 gol sepanjang karir.

Prestasi fenomenalnya adalah membawa Fiji menjadi juara dunia dua kali. Ini serius. Tercatat dalam sejarah dan Wikipedia. Di masanya sebagai pemain, Serevi membawa Fiji sukses merengkuh dua buah piala dunia…

…rugby.

Sungguh sulit untuk melacak arsip sepakbola di negeri yang urusan sepakbolanya tak mentereng dan tak jadi bahan perbincangan sepakbola arus industri. Harus diakui, pada level ketaktahuan kita dalam hal ini, kita terlampau asik dengan “Tuhan-Tuhan Besar”. Kita cenderung melupakan bahwa sebelum “Tuhan Langit” hadir, ada “Tuhan Tanah” yang menjadi sesembahan manusia berabad-abad lamanya.

Dalam hal ini, “Tuhan-Tuhan Besar” dalam sepakbola adalah mereka yang dikenal karena kontroversi dan prestasinya disebarluaskan oleh media. Hal ini tak pelak banyak “Tuhan” yang merasa kesepian di tempat nun jauh disana. Jauh dari hiruk pikuk perayaan dan festival warga dunia. Jauh, sangat jauh dari hingar bingar pesta pora akbar yang melibatkan ratusan juta pasang mata.

Dan karena itu benar kiranya Bono yang mengatakan bahwa “agama adalah sebuah klub”. Banyak orang berduyun-duyun memasuki klub yang dianggap paling eksklusif dan ternama untuk mencitrakan diri sebagai orang yang paling “beriman”.

Dan jika sepakbola adalah agama, disana, “Tuhan” diperlakukan sebagai alat, sebagai objek yang senantiasa dipanggul dan diarak, dihujat dan diruntuhkan. Lalu orang mengenangnya dengan nostalgia yang kecut. Tak sedikit pula yang sibuk kasak-kusuk cari “Tuhan” baru yang lebih progresif.

Ah, sepakbola dan “tuhan”. Saya jadi ingin memelintir penggalan bait puisi Chairil Anwar:
“Sepakbola adalah kesunyian masing-masing”.

Source : Goodbyepele

Tragedi Itu Bernama Sepakbola

Sepak bola adalah bukti bahwa manusia menyimpan kengerian fasis dalam dirinya masing-masing. Sebuah permainan yang awalnya lahir sebagai sebuah kesenangan berubah menjadi ajang pertempuran ala gladiator. Sepakbola menemunkan jalannya sendiri sebagai pemuas nafsu purba manusia atas dominasi.
 
Lihat berapa banyak manusia yang menjadi korban dari sepak bola. Di luar dan di dalam lapangan, sepak bola, menjadikan manusia mahluk a sosial yang memangsa manusia lain. Menumbuhkan sikap persaingan dan dominasi. Bukan lagi fair play dan kesenangan. Sepak bola adalah apa yang kita kini biasa kita sebut tragedi kemanusiaan.

Dalam sepak bola kemenangan tidak memiliki arti lain. Bukan lagi kesempatan bersosialisasi. Adu skil dan juga adu strategi. Semua lebur dalam kaca mata kepentingan kemenangan. Menang adalah saat satu tim mengalahkan tim lain dengan marjin angka yang lebar. Juga saat tim menghalalkan segala cara, termasuk bersekongkol dengan wasit, untuk mencapai kemenangan.

Seringkali para pendukung adalah sekumpulan umat yang buta. Mereka menutup mata saat timnya menang dengan cara yang kotor. Karena dalam lapangan. Sepak bola bukan lagi sebuah ajang adu kemampuan. Sepakbola telah menjadi coloseum dimana para gladiator bertanding untuk memuaskan keinginan kemenangan para pendukungnya. Ia telah luluh dalam segala yang kita namai agresivitas.

Semua pendukung Liverpool dan Juventus pasti tak akan pernah melupakan Tragedi Heysel yang terjadi pada 29 Mei 1985.  Di salah satu laga Piala Champions pendukung dari masing-masing tim saling menghina. Kebanggaan semu dan agresivitas pendukung hidup karena enggan idola mereka diclecehkan. Beberapa saat sebelum pertandingan dimulai pendukung Liverpool masuk ke wilayah pendukung Juventus.

Namun bukannya pertumpahan darah karena baku pukul yang terjadi. Melainkan lemahnya dinding pembatas di salah satu sisi stadion tersebut. Menampung ribuan orang pada satu titik membuat penyangga dinding kehilangan kekuatan dan roboh. Harga untuk sebuah kebanggan semu dan taklid buta itu adalah nyawa dari 39 orang dan luka dari 600 orang lainnya.

Konon untuk mengenang kematian yang disebabkan ego itu. Sebuah puisi karya W. H Auden berjudul “Funeral Blues” dituliskan dalam sebuah plakat. Serta memorabilia berupa 39 lampu bersinar untuk setiap korban Heysel. Tugu peringatan ini didesain oleh seniman Perancis Patrick Remoux. Di sini sepakbola telah kehilangan maknanya sebagai sebuah rekreasi dan berganti menjadi arena jagal.

Sepakbola mengalami komodifikasi dari sebuah proses mengisi Leisure Time menjadi tuntutan untuk pemenuhan premordial  pride. Padalah dalam banyak narasi sepakbola adalah insureksi. Ia menjadi sarana perlawanan bagi yang liyan untuk melawan para tiran. Kisah para pejuang Basque dan Catalan, melawan despot Franco melalui madrid. Di lapangan bola tidak ada pemain yang bersih dari lumpur, termasuk juga para pemiliknya.

Semua diehard Barcelona pasti akan mengingat pertandingan melawan Real Madrid 1943. dimana saat itu mereka harus menyerah kalah dengan kedudukan 11-1. Semua karena perintah Franco yang merasa kalah karena pada laga semifinal semifinal sebelumnya di Copa del Generalisimo (kini disebut Copa del Rey) Barca menang 3-0. Franco tentu marah karena harus dikalahkan oleh tim yang dianggap ”pengganggu stabilitas Spanyol”.

Jelang pertandingan leg kedua, seorang pejabat intelejen keamanan Spanyol memperingatkan para pemain Catalan. Bahwa mereka masih bisa hidup dan bermain bola tidak lain karena sikap dermawan Franco. ”Maka tahu dirilah kalian,” kira kira seperti itu yang ingin dikatakan oleh Franco. Hasilnya? Tim Madrid memimpin 8-0 pada paruh pertama untuk  kemudian mempercundangi Barcelona dengan hasil 11-1 luka selama enam dekade itu masih belum lunas terbayar hingga saat ini.

Para penonton (atau katakan maniak bola) modern terlanjur disuguhi oleh permainan yang terukur, diprediksi, diramu dan diolah dengan teknologi dan pengetahuan modern. Tidak ada lagi kejutan dalam sepak bola. Karena semua telah diprediksi dan diukur melalui variabel-variabel bernama transfer, pelatih, modal dan juga wasit. Seringkali kita sudah terlanjur tutup mata pada hal-hal yang demikian.

Pendukung (atau fans) klub adalah sekumpulan naif yang tutup mata demi kemenangan. Mereka adalah para serigala yang haus gelar dan dominasi. Tidak ada lagi yang bernama kemenangan yang terhormat. Permainan yang baik. Atau pun proses yang total. Kemenangan adalah harga mutlak eksistensi seorang pemain dan seorang pelatih.

Gambaran sempurna para fans adalah umat Musa dibawah bukit Sinai seusai menyeberang dari Mesri. Sekumpulan mahluk manja yang ingin selalu dipuaskan, dimanjakan dan diberikan kemudahan. Menuntut para pemain, pelatih, dan pemilik klub untuk selalu menang. Selalu memperoleh gelar dan akhirnya selalu mendominasi.

Tuntutan akan kemenangan itulah yang akhirnya menyingkirkan para pecundang dari panggung dunia. Mereka sekedar menjadi remah dan penggembira dalam setiap laga. Menjadi sekedar ”pengisi agar sebuah liga tidak berisi tim pemenang yang itu-itu saja,”. Seolah menggenapi diktum George Orwell. Siapapun penguasa saat ini akan menguasai sejarah masa lampau dan masa depan.

Kita tentu masih ingat pemain kolombia yang harus meregang nyawa karena kalah pada sebuah pertandingan piala dunia. Dengan dingin Andreas Escobar dibunuh dengan keji karena mencetak gol bunuh diri yang membuat timnya kalah. Juga cerita dimana tim sepak bola Korea Utara harus turun menjadi buruh seusai menjadi bintang di pentas dunia.

Sepak bola kini diukur dari seberapa banyak tropi yang dimenangkan sebuah klub. Diukur dari seberapa banyak gelar yang ia menangkan dalam liga. Bukan lagi mengukur dari seberapa indahnya pertandingan yang digelar. Sebuah pertandingan yang buruk tetap akan menjadi legenda jika hal itu melahirkan pemenang.

Sebenarnya apa artinya menjadi seorang pendukung klub sepakbola? Kita menonton keindahan dalam pertandingan. Atau menuntut hasil kemenangan tanpa cela? Apakah sebuah gelar lebih penting dari totalitas bertanding di lapangan? Atau menjadi lebih hina karena dalam satu putaran musim klub tak memenangkan gelar apapun. Pelan-pelan pendukung telah menjadi seorang kanibal yang menuntut klubnya terus dominan.

Untuk itu nihilisme dalam sepakbola adalah sebuah keniscayaan. Sepakbola harus ditempatkan sebagai sebuah dagelan yang lakon, tokoh, gerak dan narasinya telah diprediksi. Mereka yang mempercayai masih ada ketulusan dalam lapangan adalah seorang yang benar-benar naif (atau tolol?). Dalam setiap pertandingan, pertaruhan merupakan efek apa boleh buat.

Mereka yang meyakini ada tuhan dilapangan adalah para manusia naif yang perlu ditampar untuk diberi kesadaran. Maradona menjadi tuhan karena ia menentukan kemenangan Argentina dengan insting dan kemampuannya sendiri. Ia bukan santo soleh yang selalu membaca doa novena setiap malam. Malah si jugador bola ini adalah Beelzebub si rakus narkotika.

Tuhan telah tamat nasibnya saat peluit babak pertama sebuah pertandingan bola dimulai. Di situ seorang mafia judi bisa mengatur irama pertandingan dengan todongan pistol. Seorang pemilik klub bisa menyogok dengan tumpukan uang untuk meengendalikan ritme pertandingan. Mereka yang masih meyakini sebuah pertandingan bebas dari kepentingan. Adalah sebenar-benarnya manusia naif yang perlu diberi petasan untuk bisa sadar.

Source : Amandhani

Kamis, 24 Mei 2012

Kenangan Masa Lalu – Lembayung Bali


Rasanya tak pernah bosan mendengarkan lagu ini. Lagu yang sempat populer pada masa aku SMP dulu seakan tak pernah ada matinya. Nada merdu yang dibawakan oleh Saras Dewi ini memberikan aku energi untuk terbang melintas ruang dan waktu sesuka hatiku. Melihat kembali diriku yang berbaring di kasur mendengarkan radio pagi sambil menikmati udara pagi selepas subuh. Menyapa alam dan mereguk kesegaran udara pagi di kampungku kala itu. Sungguh tak pernah terlupakan.

Teman-teman memang orang terdekat yang dapat memberikan inspirasi kehidupan. Senyumannya seakan memberikan suntikan semangat tuk jalani hari-hari yang berat penuh ujian. Mendengarkan celotehannya dapat menerbitkan bahagia yang sempat tenggelam dalam aktivitas hidup ini. Perpisahan pun adalah suatu janji untuk bertemu lain kali.

Seakan tak ingin menafikan masa-masa itu, aku coba hadirkan kembali catatan perjalanan indah hidup kita yang terhimpun dalam sajak lagu “Lembayung Bali”.


Kita tak tahu, sebanyak apa waktu yang kita miliki saat ini. Berbuatlah sebaik dan semaksimal mungkin tuk mengukir tinta emas prestasi kehidupan, entah itu terkait dengan persahabatan, belajar, pekerjaan, lingkungan dan lainnya. Kelak, kerja-kerja itu yang akan membuat kita tersenyum dan bangga karena telah mengukirnya dengan begitu indah. Dan sebaik-baik saat untuk mengenang masa-masa indah itu adalah saat kita di surga Allah nanti.. Allahumma amin..

Source : Darisahabat

Mengertilah

Mengertilah kalau kamu begitu berarti bagiku.
Mengertilah kalau ini bukan tentang aku tapi tentang kita.
Mengertilah untuk tidak terus menerus berpikir untuk berakhir hanya karena beragam persoalan kecil.

Mengertilah tentang rasa mempertahankan layaknya perjuangan yang pernah kamu rasakan ketika memulai ini.
Mengertilah karena kelak takutnya aku tak sanggup lagi menahan tanganmu ketika kamu ingin pergi.

Lalu kita menyesal.

Tetaplah Tersenyum, Allah akan selalu memberikan yang terbaik untuk Kita.


Bila kondisi hari ini masih seperti kemarin di mana harapan belum menjelma menjadi nyata. Tetaplah tersenyum. Bukan berarti Allah mengabaikan doa-doa kita. Kita tahu, Allah adalah Dzat Yang Maha Mengabulkan doa-doa hamba-Nya.
“Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku akan mengabulkannya…” (QS Al mu’min:60).

Tak ada yang dapat meragukan janji-Nya. Doa kepada-Nya ibarat sebuah investasi. Tak akan pernah membuat investornya merugi. Karena penjaminnya adalah Dzat Yang Maha Pemurah, Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Dzat Yang Maha Welas Asih itu, tak akan pernah ingkar janji. Tidak akan sia-sia munajat yang kita mohonkan pada-Nya, baik di waktu siang apalagi di sepertiga malam. Ketika lebih banyak makhluk-Nya pulas, dalam dekapan dinginnya malam dan hangatnya selimut tebal.

Bila belum ada perubahan berarti tentang rencana-rencana kita, tetaplah tersenyum. Allah lebih mengetahui apa-apa yang baik untuk kita. Yakinlah, bahwa:

“Sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah pasti akan datang, maka janganlah kalian minta untuk disegerakan.” (QS An Nahl:1).

Allah Maha Mengetahui kapan sesuatu pas untuk kita, baik dalam sisi timing maupun momentnya. Allah, Pencipta alam raya ini, adalah sutradara hebat, yang tidak akan membiarkan kita terpuruk dalam keburukan. Selama kita yakin akan kekuasaan-Nya, yakin akan kasih sayang-Nya.

Jika semua serasa mandeg, tak ada kemajuan berarti. Tetaplah juga tersenyum. Allah punya cara sendiri untuk membuat kita senantiasa dekat dengan-Nya. Mungkin, semua ini dibuat-Nya untuk kita agar kita senantiasa hanyut dalam sujud-sujud panjang di penghujung malam. Senantiasa larut dalam tangis penuh harap, dalam buaian doa-doa panjang nan khuyuk.

Semua tak akan tersia-sia begitu saja. Allah, mencatat setiap upaya yang kita lakukan dan doa yang kita panjatkan. Segala sesuatu yang kita perbuat, sekecil apa pun itu, akan menuai balasan di sisi-Nya kelak. Niatkan semuanya hanya untuk meraih ridha-Nya, agar perjuangan hebat ini tak hanya bermakna sementara. InsyaAllah kita akan memetik buahnya kelak, di waktu yang telah Ia tentukan.

Dunia ini fana. Tak ada yang kekal didalamnya. Pun perjuangan ini, pengorbanan ini, juga kesulitan ini. InsyaAllah, suatu hari nanti, harapan akan berbuah kebahagiaan. Akan menjelma menjadi kemudahan. Karena, sekali lagi, Allah telah menjamin:

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS Al Insyirah: 5-6)

“Allah pasti akan memberikan kemenangan atau mengadakan keputusan yang lain dari sisi-Nya.” (QS Al Maidah:52)

Tetaplah berbaik sangka kepada-Nya. Tetaplah berharap sepenuh hati kepada-Nya. Tetaplah gantungkan asa setinggi apa pun itu, hanya kepada-Nya. Sekali lagi, hanya kepada-Nya.

“Sesungguhnya, rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al A’raf: 56)

“…Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS Yusuf: 87).

Dan, jika akhirnya harapan tidak menjelma seperti yang kita idamkan, tetaplah terus berbaik sangka kepada Tuhan Yang Maha Mengetahui. Karena,

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS Al Baqarah: 216).

Teruslah berjuang. Demi sebuah azzam yang dipancangkan untuk meraih ridho Ilahi Robbi.
Wallohua’lam bishshowwab.

(Special for my soulmate: Go a head and keep smiling! For good times and bad times I’ll be to step behind you forever-more. InsyaAllah…)


Rabu, 23 Mei 2012

Agar Tetap Berpikiran Positif


Aktivitas atau kesibukan yang kita lakukan setiap hari kadang mebuat kita pening dan stres, saking sibuknya sehingga kita lupa untuk selalu menjaga pikiran kita dalam lingkupan hal-hal yang positif. Hal positif yang membuat kita untuk tetap bersemangat dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Dengan selalu tetap menjaga pikiran kita tetap positif, maka kita perlu memberikan langkah-langkah untuk kita sendiri.

- Berusahalah untuk mengerakkan tubuh dengan cara mendengarkan lagu kesayangan. Jika sobat sedang stres atau kecapean dalam kerja setiap hari, putarlah musik yang membuat sobat melupakan hal negatif untuk sementara waktu. Dengan melakukan hal ini, setidaknya sobat sudah berusaha untuk tetap tenang dan tidak terlalu di ambil pusing.

-Berdiam diri. Cobalah untuk melakukan hal yang mebuat sobat tenang, dengan cara mengalihkan pikiran negatif ke positif, cari tempat untuk bersantai sejenak dan pikirkan hal-hal yang menyenangkan, lihat laut yang luas sebagai ciptaan tuhan atau bayangkan orang yang sobat sayangi agar sobat tetap semangat.

-Menyemangati diri sendiri. Coba sobat lakukan kata-kata semangat pada diri sendiri. Bilang pada diri sendiri hidup ini sangat nikmat dan memang harus di nikmati, atau bilang pada diri sendiri saya sangat bersyukur atas hidup ini thanks God.

-Jaga Kesehatan. Orang sehat biasanya pikirannya enjoy dan tidak terlalu banyak beban pikiran, tetap sobat lakukan perbaikan diri dengan selalu menjaga kesehatan. Terutama di larang keras untuk merokok, selain buang-buang duit dan merugikan orang lain dan juga tambah stres diri sobat karena ketergantungan yang susah untuk dilepaskan dari barang ini. Maka sekali lagi kesehatan itu penting untuk tetap berpikiran positif.

-Tersenyumlah. Tak ada yang perlu sobat risaukan , teruslah untuk tetap tersenyum karena dengan tersenyum dapat mencairkan duka nestapa, walau berat bagi sobat untuk tersenyum, tapi dengan tersenyum menunjukkan ketangguhan sobat dalam menerima atau menjalani aktivitas kehidupan ini.

Source : Kehidupanku

Stay Hungry, Stay Foolish.

Ketika saya berumur 17, saya membaca ungkapan yang kurang lebih berbunyi: “Bila kamu menjalani hidup seolah-olah hari itu adalah hari terakhirmu, maka suatu hari kamu akan benar.” Ungkapan itu membekas dalam diri saya, dan semenjak saat itu, selama 33 tahun terakhir, saya selalu melihat ke cermin setiap pagi dan bertanya kepada diri sendiri: “Bila ini adalah hari terakhir saya, apakah saya tetap melakukan apa yang akan saya lakukan hari ini?” Bila jawabannya selalu “tidak” dalam beberapa hari berturut-turut, saya tahu saya
harus berubah.


Naskah pidato Steve Jobs, CEO Apple Computer dan Studio Animasi Pixar, dalam acara pelepasan mahasiswa Stanford, 12 Juni 2005.

Saya diberi kehormatan untuk bersama kalian di hari pertama di salah satu universitas terbaik di dunia. Saya tidak pernah lulus kuliah. Bahkan sesungguhnya inilah saat terdekat saya terlibat dalam upacara wisuda. Hari ini saya ingin berbagi tiga cerita dalam kehidupan saya. Hanya itu, tidak lebih. Hanya tiga cerita.

Cerita pertama adalah mengenai Rangkaian Titik-titik.

Kisahnya dimulai sebelum saya lahir. Ibu kandung saya adalah mahasiswi belia yang hamil karena “kecelakaan” dan memberikan saya kepada seseorang untuk diadopsi. Dia bertekad bahwa saya harus
diadopsi oleh keluarga sarjana, maka saya pun diperjanjikan untuk dipungut anak semenjak lahir oleh seorang pengacara dan istrinya.
Sialnya, begitu saya lahir, tiba-tiba mereka berubah pikiran karena ingin bayi perempuan. Maka orang tua saya sekarang, yang ada di daftar urut berikutnya, mendapatkan telepon larut malam dari seseorang: “kami punya bayi laki-laki yang batal dipungut; apakah Anda berminat? Mereka menjawab: “Tentu saja.”

Ibu kandung saya lalu mengetahui bahwa ibu angkat saya tidak pernah lulus kuliah dan ayah angkat saya bahkan tidak tamat SMA. Dia menolak menandatangani perjanjian adopsi. Sikapnya baru melunak beberapa bulan kemudian, setelah orang tua saya berjanji akan menyekolahkan saya sampai perguruan tinggi.

Dan, 17 tahun kemudian saya betul-betul kuliah. Namun, dengan naifnya saya memilih universitas yang hampir sama mahalnya dengan Stanford, sehingga seluruh tabungan orang tua saya- yang hanya pegawai rendahan habis untuk biaya kuliah. Setelah enam bulan, saya tidak melihat manfaatnya. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan dalam hidup saya dan bagaimana kuliah akan membantu saya menemukannya. Saya sudah menghabiskan seluruh tabungan yang dikumpulkan orang tua saya seumur hidup mereka. Maka, saya pun memutuskan berhenti kuliah, yakin bahwa itu yang terbaik. Saat itu rasanya menakutkan, namun sekarang saya menganggapnya sebagai keputusan terbaik yang pernah saya ambil.

Begitu DO, saya langsung berhenti mengambil kelas wajib yang tidak saya minati dan mulai mengikuti perkuliahan yang saya sukai. Masa-masa itu tidak selalu menyenangkan. Saya tidak punya kamar kos
sehingga menumpang tidur di lantai kamar teman-teman saya. Saya mengembalikan botol Coca-Cola agar dapat pengembalian 5 sen untuk membeli makanan. Saya berjalan 7 mil melintasi kota setiap Minggu
malam untuk mendapat makanan enak di biara Hare Krishna. Saya menikmatinya. Dan banyak yang saya temui saat itu karena mengikuti rasa ingin tahu dan intuisi, ternyata kemudian sangat berharga. Saya
beri Anda satu contoh: Reed College mungkin waktu itu adalah yang terbaik di AS dalam hal kaligrafi. Di seluruh penjuru kampus, setiap poster, label, dan petunjuk ditulis tangan dengan sangat indahnya.
Karena sudah DO, saya tidak harus mengikuti perkuliahan normal. Saya memutuskan mengikuti kelas kaligrafi guna mempelajarinya. Saya belajar jenis-jenis huruf serif dan san serif, membuat variasi spasi
antar kombinasi kata dan kiat membuat tipografi yang hebat. Semua itu merupakan kombinasi cita rasa keindahan, sejarah dan seni yang tidak dapat ditangkap melalui sains. Sangat menakjubkan.

Saat itu sama sekali tidak terlihat manfaat kaligrafi bagi kehidupan saya. Namun sepuluh tahun kemudian, ketika kami mendisain komputer Macintosh yang pertama, ilmu itu sangat bermanfaat. Mac adalah komputer pertama yang bertipografi cantik. Seandainya saya tidak DO dan mengambil kelas kaligrafi, Mac tidak akan memiliki sedemikian banyak huruf yang beragam bentuk dan proporsinya. Dan karena Windows
menjiplak Mac, maka tidak ada PC yang seperti itu. Andaikata saya tidak DO, saya tidak berkesempatan mengambil kelas kaligrafi, dan PC tidak memiliki tipografi yang indah. Tentu saja, tidak mungkin
merangkai cerita seperti itu sewaktu saya masih kuliah. Namun, sepuluh tahun kemudian segala sesuatunya menjadi gamblang.

*Sekali lagi, Anda tidak akan dapat merangkai titik dengan melihat ke depan; Anda hanya bisa melakukannya dengan merenung ke belakang*. Jadi, Anda harus percaya bahwa titik-titik Anda bagaimana pun akan terangkai di masa mendatang. Anda harus percaya dengan intuisi, takdir, jalan hidup, karma Anda, atau apapun istilah lainnya. Pendekatan ini efektif dan membuat banyak perbedaan dalam kehidupan
saya.

Cerita Kedua saya adalah mengenai Cinta dan Kehilangan.

Saya beruntung karena tahu apa yang saya sukai sejak masih muda. Woz dan saya mengawali Apple di garasi orang tua saya ketika saya berumur 20 tahun. Kami bekerja keras dan dalam 10 tahun Apple berkembang dari hanya kami berdua menjadi perusahaan 2 milyar dolar dengan 4000 karyawan. Kami baru meluncurkan produk terbaik kami -Macintosh- satu tahun sebelumnya, dan saya baru menginjak usia 30. Dan saya dipecat.

Bagaimana mungkin Anda dipecat oleh perusahaan yang Anda dirikan? Yah, itulah yang terjadi. Seiring pertumbuhan Apple, kami merekrut orang yang saya pikir sangat berkompeten untuk menjalankan perusahaan bersama saya. Dalam satu tahun pertama,semua berjalan lancar. Namun, kemudian muncul perbedaan dalam visi kami mengenai masa depan dan kami sulit disatukan. Komisaris ternyata berpihak padanya.
Demikianlah, di usia 30 saya tertendang. Beritanya ada di mana-mana. Apa yang menjadi fokus sepanjang masa dewasa saya, tiba-tiba sirna. Sungguh menyakitkan.

Dalam beberapa bulan kemudian, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya merasa telah mengecewakan banyak wirausahawan generasi sebelumnya, saya gagal mengambil kesempatan. Saya bertemu dengan David Packard dan Bob Noyce dan meminta maaf atas keterpurukan saya.
Saya menjadi tokoh publik yang gagal, dan bahkan berpikir untuk lari dari Silicon Valley . Namun, sedikit demi sedikit semangat timbul kembali, saya masih menyukai pekerjaan saya. Apa yang terjadi di Apple sedikit pun tidak mengubah saya. Saya telah ditolak, namun saya tetap cinta. Maka, saya putuskan untuk mulai lagi dari awal.

Waktu itu saya tidak melihatnya, namun belakangan baru saya sadari bahwa dipecat dari Apple adalah kejadian terbaik yang menimpa saya. Beban berat sebagai orang sukses tergantikan oleh keleluasaan sebagai pemula, segala sesuatunya lebih tidak jelas. Hal itu mengantarkan saya pada periode paling kreatif dalam hidup saya.
Dalam lima tahun berikutnya, saya mendirikan perusahaan bernama NeXT, lalu Pixar, dan jatuh cinta dengan wanita istimewa yang kemudian menjadi istri saya. Pixar bertumbuh menjadi perusahaan yang menciptakan film animasi komputer pertama, Toy Story, dan sekarang merupakan studio animasi paling sukses di dunia. Melalui rangkaian peristiwa yang menakjubkan, Apple membeli NeXT, dan saya kembali lagi ke Apple, dan teknologi yang kami kembangkan di NeXT menjadi jantung bagi kebangkitan kembali Apple. Dan, Laurene dan saya memiliki keluarga yang luar biasa.

Saya yakin takdir di atas tidak terjadi bila saya tidak dipecat dari Apple. Obatnya memang pahit, namun sebagai pasien saya memerlukannya. *Kadangkala kehidupan menimpakan batu ke kepala Anda. Jangan
kehilangan kepercayaan. Saya yakin bahwa satu-satunya yang membuat saya terus berusaha adalah karena saya menyukai apa yang saya lakukan. Anda harus menemukan apa yang Anda sukai. Itu berlaku baik untuk pekerjaan maupun pasangan hidup Anda. *Pekerjaan Anda akan menghabiskan sebagian besar hidup Anda, dan kepuasan sejati hanya dapat diraih dengan mengerjakan sesuatu yang hebat. Dan Anda hanya bisa hebat bila mengerjakan apa yang Anda sukai. Bila Anda belum menemukannya, teruslah mencari. Jangan menyerah. Hati Anda akan mengatakan bila Anda telah menemukannya. Sebagaimana halnya dengan
hubungan hebat lainnya, semakin lama- semakin mesra Anda dengannya. Jadi, teruslah mencari sampai ketemu. Jangan berhenti.

Cerita Ketiga adalah mengenai Kematian

Ketika saya berumur 17, saya membaca ungkapan yang kurang lebih berbunyi: “Bila kamu menjalani hidup seolah-olah hari itu adalah hari terakhirmu, maka suatu hari kamu akan benar.” Ungkapan itu membekas
dalam diri saya, dan semenjak saat itu, selama 33 tahun terakhir, saya selalu melihat ke cermin setiap pagi dan bertanya kepada diri sendiri: “Bila ini adalah hari terakhir saya, apakah saya tetap melakukan apa yang akan saya lakukan hari ini?” Bila jawabannya selalu “tidak” dalam beberapa hari berturut-turut, saya tahu saya harus berubah.

Mengingat bahwa saya akan segera mati adalah kiat penting yang saya temukan untuk membantu membuat keputusan besar. Karena hampir segala sesuatu-semua harapan eksternal, kebanggaan, takut, malu atau gagal-tidak lagi bermanfaat saat menghadapi kematian. Hanya yang hakiki yang tetap ada. Mengingat kematian adalah cara terbaik yang saya tahu untuk menghindari jebakan berpikir bahwa Anda akan kehilangan sesuatu. Anda tidak memiliki apa-apa. Sama sekali tidak ada alasan untuk tidak mengikuti kata hati Anda.

Sekitar setahun yang lalu saya didiagnosis mengidap kanker. Saya menjalani scan pukul 7:30 pagi dan hasilnya jelas menunjukkan saya memiliki tumor pankreas. Saya bahkan tidak tahu apa itu pankreas.
Para dokter mengatakan kepada saya bahwa hampir pasti jenisnya adalah yang tidak dapat diobati. Harapan hidup saya tidak lebih dari 3-6 bulan. Dokter menyarankan saya pulang ke rumah dan membereskan segala
sesuatunya, yang merupakan sinyal dokter agar saya bersiap mati. Artinya, Anda harus menyampaikan kepada anak Anda dalam beberapa menit segala hal yang Anda rencanakan dalam sepuluh tahun mendatang. Artinya, memastikan bahwa segalanya diatur agar mudah bagi keluarga Anda. Artinya, Anda harus mengucapkan selamat tinggal.

Sepanjang hari itu saya menjalani hidup berdasarkan diagnosis tersebut. Malam harinya, mereka memasukkan endoskopi ke tenggorokan, lalu ke perut dan lambung, memasukkan jarum ke pankreas saya dan mengambil beberapa sel tumor. Saya dibius, namun istri saya, yang ada di sana , mengatakan bahwa ketika melihat selnya di bawah mikroskop, para dokter menangis mengetahui bahwa jenisnya adalah kanker pankreas yang sangat jarang, namun bisa diatasi dengan operasi. Saya dioperasi dan sehat sampai sekarang.
Itu adalah rekor terdekat saya dengan kematian dan berharap terus begitu hingga beberapa dekade lagi. Setelah melalui pengalaman tersebut, sekarang saya bisa katakan dengan yakin kepada Anda bahwa menurut konsep pikiran, kematian adalah hal yang berguna:

Tidak ada orang yang ingin mati. Bahkan orang yang ingin masuk surga pun tidak ingin mati dulu untuk mencapainya. Namun, kematian pasti menghampiri kita. Tidak ada yang bisa mengelak. Dan, memang harus
demikian, karena kematian adalah buah terbaik dari kehidupan. Kematian membuat hidup berputar. Dengannya maka yang tua menyingkir untuk digantikan yang muda. Maaf bila terlalu dramatis menyampaikannya, namun memang begitu.
Waktu Anda terbatas, jadi jangan sia-siakan dengan menjalani hidup orang lain. Jangan terperangkap dengan dogma-yaitu hidup bersandar pada hasil pemikiran orang lain. Jangan biarkan omongan orang
menulikan Anda sehingga tidak mendengar kata hati Anda. Dan yang terpenting, miliki keberanian untuk mengikuti kata hati dan intuisi Anda, maka Anda pun akan sampai pada apa yang Anda inginkan. Semua
hal lainnya hanya nomor dua.

Ketika saya masih muda, ada satu penerbitan hebat yang bernama “The Whole Earth Catalog”, yang menjadi salah satu buku pintar generasi saya. Buku itu diciptakan oleh seorang bernama Stewart Brand yang
tinggal tidak jauh dari sini di Menlo Park , dan dia membuatnya sedemikian menarik dengan sentuhan puitisnya. Waktu itu akhir 1960-an, sebelum era komputer dan desktop publishing, jadi semuanya dibuat
dengan mesin tik, gunting, dan kamera polaroid. Mungkin seperti Google dalam bentuk kertas, 35 tahun sebelum kelahiran Google: isinya padat dengan tips-tips ideal dan ungkapan-ungkapan hebat. Stewart dan
timnya sempat menerbitkan beberapa edisi “The Whole Earth Catalog”, dan ketika mencapai titik ajalnya, mereka membuat edisi terakhir.

Saat itu pertengahan 1970-an dan saya masih seusia Anda. Di sampul belakang edisi terakhir itu ada satu foto jalan pedesaan di pagi hari, jenis yang mungkin Anda lalui jika suka bertualang. Di bawahnya ada kata-kata: “*Stay Hungry. Stay Foolish.*” (Tetaplah Lapar. Selalu Merasa Bodoh). Itulah pesan perpisahan yang dibubuhi tanda tangan mereka. Stay Hungry. Stay Foolish. Saya selalu mengharapkan diri saya
begitu. Dan sekarang, karena Anda akan lulus untuk memulai kehidupan baru, saya harapkan Anda juga begitu.

Source : Steve Jobs (CEO Apple Computer)

Melihat sosok sederhana, Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Iran saat ini

Mahmoud Ahmadinejad, ketika di wawancara oleh TV Fox (AS) soal kehidupan pribadinya.
Wartawan:
“Saat anda melihat di cermin setiap pagi, apa yang anda katakan pada diri anda?”
Jawabnya:
“Saya melihat orang di cermin itu dan mengatakan padanya, Ingat, kau tak lebih dari seorang pelayan, hari di depanmu penuh dengan tanggung jawab yang berat, yaitu melayani bangsa Iran.”
 Presiden Teladan Dan Paling Miskin di Dunia
 
Mahmoud Ahmadinejad
 
Presiden Iran saat ini.
Berikut adalah gambaran Ahmadinejad yang belum tentu orang ketahui, dan mungkin bisa menjadi inspirasi Anda dalam menjalani kehidupan.

1. Saat pertama kali menduduki kantor kepresidenan, ia menyumbangkan seluruh karpet Istana Iran yang sangat tinggi nilainya itu kepada mesjid-mesjid di Teheran dan menggantikannya dengan karpet biasa yang mudah dibersihkan.


2. Ia mengamati bahwa ada ruangan yang sangat besar untuk menerima dan menghormati tamu VIP, lalu ia memerintahkan untuk menutup ruang tersebut dan menanyakan pada protokoler untuk menggantinya dengan ruangan biasa dengan 2 kursi kayu, meski sederhana tetap terlihat impresive.

untitled6 Presiden Teladan Dan Paling Miskin di Dunia

3. Di banyak kesempatan ia bercengkerama dengan petugas kebersihan di sekitar rumah dan kantor kepresidenannya.

4. Di bawah kepemimpinannya, saat ia meminta menteri-menteri nya untuk datang kepadanya dan menteri-menteri tersebut akan menerima sebuah dokumen yang ditandatangani yang berisikan arahan-arahan darinya, arahan tersebut terutama sekali menekankan para menteri-menteri nya untuk tetap hidup sederhana dan disebutkan bahwa rekening pribadi maupun kerabat dekatnya akan diawasi, sehingga pada saat menteri-menteri nya tersebut berakhir masa jabatannya dapat meninggalkan kantornya dengan kepala tegak.

5. Langkah pertamanya adalah ia mengumumkan kekayaan dan propertinya yang terdiri dari Peugeot 504 tahun 1977, sebuah rumah sederhana warisan ayahnya 40 tahun yang lalu di sebuah daerah kumuh di Teheran. Rekening banknya bersaldo minimum, dan satu-satunya uang masuk adalah uang gaji bulanannya.

6. Gajinya sebagai dosen di sebuah universitas hanya senilai US$ 250.

7. Sebagai tambahan informasi, Presiden masih tinggal di rumahnya. Hanya itulah yang dimiliki seorang presiden dari negara yang penting baik secara strategis, ekonomis, politis, belum lagi secara minyak dan pertahanan. Bahkan ia tidak mengambil gajinya, alasannya adalah bahwa semua kesejahteraan adalah milik negara dan ia bertugas untuk menjaganya.

8. Satu hal yang membuat kagum staf kepresidenan adalah tas yang selalu dibawa sang presiden tiap hari selalu berisikan sarapan roti isi atau roti keju yang disiapkan istrinya dan memakannya dengan gembira, ia juga menghentikan kebiasaan menyediakan makanan yang dikhususkan untuk presiden.

untitled2 Presiden Teladan Dan Paling Miskin di Dunia

9. Hal lain yang ia ubah adalah kebijakan Pesawat Terbang Kepresidenan, ia mengubahnya menjadi pesawat kargo sehingga dapat menghemat pajak masyarakat dan untuk dirinya, ia meminta terbang dengan pesawat terbang biasa dengan kelas ekonomi.

10. Ia kerap mengadakan rapat dengan menteri-menteri nya untuk mendapatkan info tentang kegiatan dan efisiensi yang sudah dilakukan, dan ia memotong protokoler istana sehingga menteri-menteri nya dapat masuk langsung ke ruangannya tanpa ada hambatan. Ia juga menghentikan kebiasaan upacara-upacara seperti karpet merah, sesi foto, atau publikasi pribadi, atau hal-hal seperti itu saat mengunjungi berbagai tempat di negaranya.

11. Saat harus menginap di hotel, ia meminta diberikan kamar tanpa tempat tidur yang tidak terlalu besar karena ia tidak suka tidur di atas kasur, tetapi lebih suka tidur di lantai beralaskan karpet dan selimut. Apakah perilaku tersebut merendahkan posisi presiden? Presiden Iran tidur di ruang tamu rumahnya sesudah lepas dari pengawal-pengawalnya yang selalu mengikuti kemanapun ia pergi. Menurut koran Wifaq, foto-foto yang diambil oleh adiknya tersebut, kemudian dipublikasikan oleh media masa di seluruh dunia, termasuk Amerika.

untitled3 Presiden Teladan Dan Paling Miskin di Dunia

12. Sepanjang sholat, Anda dapat melihat bahwa ia tidak harus duduk di baris paling muka.

untitled4 Presiden Teladan Dan Paling Miskin di Dunia

13. Bahkan ketika suara azan berkumandang, ia langsung mengerjakan sholat dimanapun ia berada meskipun hanya beralaskan karpet biasa

untitled5 Presiden Teladan Dan Paling Miskin di Dunia

14. Baru-baru ini dia baru saja mempunyai hajatan besar yaitu menikahkan putranya. Tapi pernikahan putra Presiden ini hanya layaknya pernikahan kaum Buruh. Berikut dokumentasi pernikahan Putra Seorang
Presiden

nikah Presiden Teladan Dan Paling Miskin di Dunia
nikah3 Presiden Teladan Dan Paling Miskin di Dunia
nikah4 Presiden Teladan Dan Paling Miskin di Dunia
ahmadinejad5 Presiden Teladan Dan Paling Miskin di Dunia
 
Source : Aljazeera

Minggu, 20 Mei 2012

Kisah Kepompong

Seorang menemukan kepompong seekor kupu-kupu. Suatu hari lubang kecil muncul. Dia duduk dan mengamati dalam beberapa jam kupu-kupu itu ketika dia berjuang dengan memaksa dirinya
melewati lubang kecil itu. Kemudian kupu-kupu itu berhenti membuat kemajuan. Kelihatannya dia telah berusaha semampunya dan dia tidak bisa lebih jauh lagi.

Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk membantunya, dia ambil sebuah gunting dan memotong sisa kekangan dari kepompong itu. Kupu-kupu tersebut keluar dengan mudahnya. Namun, dia mempunyai tubuh gembung dan kecil, sayap2 mengkerut.Orang tersebut terus mengamatinya karena dia berharap bahwa, pada suatu saat, sayap-sayap itu akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuhnya, yg mungkin akan berkembang dalam waktu.

Semuanya tak pernah terjadi. Kenyataannya, kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya merangkak di sekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap-sayap mengkerut. Dia tidak pernah
bisa terbang. Yang tidak dimengerti dari kebaikan dan ketergesaan orang tersebut adalah bahwa kepompong yg menghambat dan perjuangan yg dibutuhkan kupu-kupu untukmelewati lubang kecil adalah jalan Tuhan untuk memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu itu ke dalam sayap-sayapnya sedemikian sehingga dia akan siap terbang begitu dia memperoleh kebebasan dari kepompong tersebut.

Kadang-kadang perjuangan adalah yang kita perlukan dalam hidup kita. Jika Tuhan membiarkan kita hidup tanpa hambatan, itu mungkin melumpuhkan kita. Kita mungkin tidak sekuat yg semestinya kita mampu. Kita mungkin tidak pernah dapat terbang.

Saya memohon Kekuatan ..
Dan Tuhan memberi saya kesulitan-kesulitan untuk membuat saya kuat.
Saya memohon Kebijakan …
Dan Tuhan memberi saya persoalan untuk diselesaikan.
Saya memohon Kemakmuran ….
Dan Tuhan memberi saya Otak dan Tenaga untuk bekerja.
Saya memohon Keteguhan hati …
Dan Tuhan memberi saya Bahaya untuk diatasi.
Saya memohon kebahagiaan dan cinta kasih…
Dan Tuhan memberikan kesedihan kesedihan untuk dilewati.
Saya memohon Cinta ….
Dan Tuhan memberi saya orang-orang bermasalah untuk ditolong.
Saya memohon Kemurahan/kebaikan hati….
Dan Tuhan memberi saya kesempatan-kesempatan.
Saya tidak memperoleh yg saya inginkan, saya mendapatkan segala yang
saya butuhkan

Source : InspiratorMuda

Kuncinya Sabar

Tak jarang seseorang menemukan kejenuan dalam hidupnya, menemukan kehampaan hati dari apa yang dijalaninya. Seakan ingin berhenti dan keluar dari keadaan itu. Seakan tak ada kekuatan jiwa untuk terus berada dalam keadaan itu. Entah apa yang menjadi penyebabnya. Mungkin saja dia belum mendapatkan apa yang diinginkannya, mungkin saja dia merasa bahwa jalan itu memang bukan jalan yang diiginkannya, atau mungkin karena impian yang menjadi penyemangatnya kabur dari pandangnya. Itulah dinamika hidup. Terkadang ada yang berfikir untuk segera mengakhiri hidupnya, na’udzubillah.

Dunia menjadi perhiasan dalam kehidupan kita. Tak kan selamanya dunia menjadi milik kita. Mungkin sekarang kita umurnya remaja, tapi bentar lagi udah dewasa, dan menjadi tua. Paras ganteng atau cantik kita akan menghilang. Harta tahta tak pernah dibawa seseroang mati. Ke liang lahat cuma berbusana kain kafan. Ingat itu. Orientasi keduniaan kita yang menjadikan hati terasa hampa. Hampa, seakan hidup tak bermakna. Dan ketika dunia menjadi orientasi hidup, tak pernah ada kepuasan yang dirasakannya. Berarti, saatnya berinstrokpeksi diri terhadap apa yang sudah dilakukan kemudian terus melangkah menuju istana kebahagiaan yang hakiki.

Tak selamanya apa yang kita inginkan menjadi kenyataan. Itulah hidup. Usaha maksimal yang telah kita lakukan terkadang tidak membuahkan hasil. Itulah hidup. Lihatlah pengalaman untuk memahami hidup. Yang ada adalah kenyataan saat ini. Inilah kenyataan. Jika apa yang kita inginkan tidak menjadi sebuah kenyataan, setidaknya saat ini kita masih bernafas, masih punya harapan, masih bisa berusaha, masih bisa mencapai keinginan-keinginan lain. Kuncinya adalah sabar. ya, sabar. Toh, manusia kan hanya bisa berusaha, manusia tak punya wewenang untuk menentukan hasil. Yang terpenting adalah berproses. Ketika suatu keinginan belum juga menjadi kenyataan, sikap kita yang sabar itu adalah proses. Ketika kita mau menjalani proses, hasil pasti tidak akan jauh. Ingatlah, Tuhan tak kan pernah menyia-nyiakan hambanya, Tuhan tak pernah tidak tahu.

Menjalani hidup memang tak semudah berpentas dipanggung sandiwara, walaupun hidup seperti panggung sandiwara. Kita hidup terkadang tak bisa menerima peran menjadi orang yang tak dianggap, orang yang terakhir, orang yang miskin, dan lain-lain. Tapi itulah hidup. Butuh sikap “ntrimo ing pandum” untuk terus bisa tersenyum tegar menjalani hidup. Apapun kenyataan saat ini, tak ada alasan untuk galau, sedih, ngeluh dan lain-lain.

Jumat, 18 Mei 2012

Perseteruan Abadi Liverpool vs Manchester United

Ketika mantan presiden Liverpool Tom Williams mendekati manajer Huddersfield Town, Bill Shankly, untuk memimpin klubnya yang tengah berjuang di divisi dua pada 1959, ia bertanya: "Kau mau menangani tim terbaik di negeri ini?" Shankly menjawab: "Kenapa? Apakah Matt Busby sedang mempersiapkan Manchester United?"

Jawaban Shankly, walaupun maknanya tidak diucapkan secara eksplisit, mencerminkan fakta bahwa, walaupun Liverpool dan Manchester United telah didirikan pada abad ke-19, perseteruan abadi Liverpool versus Manchester baru muncul sejak penunjukan Bill Shankly sebagai manajer Liverpool dan naiknya Si Merah ke puncak sepakbola.
Pada 1959, Liverpool dan Manchester saling berbagi sepuluh gelar juara liga. Shankly membangunkan Liverpool dari tidur panjang dan dalam dua tahun berhasil memboyong gelar juara. Tim United besutan Busby menanggapi dari ujung jalan East Lancashire Road dan merebut gelar pada musim berikutnya.
Hingga 2012, Liverpool dan United secara bersama-sama telah memenangkan 37 gelar juara liga. Ini merupakan prestasi yang sangat menonjol, apalagi bila meningat bahwa semua klub dari London secara bersama-sama hanya memenangi 19 gelar. Tak dapat dipungkiri bahwa Liverpool dan Manchester United adalah dua klub terbesar dan paling sukses di dunia.
Keduanya saling bersaing untuk meraih predikat sebagai yang terbaik di Inggris. Liverpool mendominasi dekade 1970-an dan 1980-an, sementara MU merajai dua dekade setelah itu. Sementara suporter 
Liverpool membanggakan lima gelar juara Liga Eropa, suporter United merayakan fakta bahwa, dengan kemenangan terakhir mereka di musim 2010/2011, mereka kini memiliki satu gelar juara liga lebih banyak daripada Si Merah: 19 gelar liga.

Asal Mula

Namun, terlalu sederhana jika menganggap bahwa perseteruan di antara kedua klub ini baru dimulai setelah Perang Dunia II. Mirip judul novel abadi karya Charles Dickens, perseteruan ini adalah sebuah Kisah Dua Kota. Keduanya hanya dipisahkan jarak 30 mil, namun masing-masing memiliki karakteristik yang sangat berbeda.
Mantan gelandang United dan Inggris, Lee Sharpee, melukiskan perseteruan dua raksasa ini demikian: "Perseteruan ini bukan hanya antara dua klub, tetapi juga antara dua kota, dua sejarah, di mana masing-masing merasa sebagai yang terbaik di dunia. Jadi, di sini, ego-lah yang dipertaruhkan."
Perseteruan memperebutkan supremasi dalam perdagangan kapas pada abad ke-18 memulai perseteruan sepakbola ini. Liverpool, berkat pembangunan dermaga pertama di Inggris, menjadi salah satu pelabuhan terkemuka di dunia. Sementara itu, dipicu oleh Revolusi Industri, pabrik-pabrik Manchester merebut keunggulan dalam perdagangan kapas sekaligus menjadi jantung kawasan industri di mana industri manufaktur berjaya.
Manchester adalah sebuah pusat produksi, namun bahan baku harus didatangkan dari Liverpool. Pelabuhan Liverpool menetapkan harga tinggi untuk impor bahan baku yang akan dikirimkan ke Manchjester. Inilah yang menyebabkan Manchester mengambil sebuah tindakan yang sangat desisif.
Manchester memutuskan untuk melewatkan Liverpool dalam jalur distribusi pengadaan bahan baku. Caranya, dengan membangun Manchester Ship Canal. Kanal inilah yang digunakan untuk mengirim dan menerima barang pulang-balik Manchester-Salford, sehingga tidak perlu membayar bea mahal di Liverpool. Ketika Manchester Ship Canal dibuka secara resmi pada 1894, rivalitas kedua kota pun dimulai.

Catatan dari Masa Lalu

Setahun setelah pembukaan Manchester Ship Canal pada 12 Okotober 1895, Liverpool dan Newton Heath, nama Manchester United pada waktu itu, bertemu untuk pertama kalinya di Anfield. Liverpool menggilas lawannya dengan skor 7-1, yang merupakan skor terbesar selama 117 tahun sejarah perseteruan kedua klub.
Pada 1977, kedua klub saling berhadapan dalam sebuah final untuk pertama kalinya ketika Liverpool, di bawah asuhan Bob Paisley, dan Manchester United, di bawah pimpinan Tommy Docgerty, bertemu dalam ajang Piala FA di Wembley. Dalam pertandingan itu, United menang 2-1 berkat gol-gol Stuart Pearson dan Jimmy Greenhoff sementara Jimmy Case mencetak gol penghibur bagi Merseyside.
Liverpool dan United bertemu kembali pada 1996 dalam final Piala FA, dengan gol Eric Cantona menjadi penentu kemenangan United. Namun, harus dicatat bahwa Liverpool memenangi dua Piala Liga pada 1983 dan 2003 dengan menaklukkan United.
Pada Maret 2009, kedua klub bertemu di Old Trafford dalam ajang Premier League. Kedua tim sama-sama sedang mengejar gelar juara liga. United memimpin berkat go penalti Cristiano Ronaldo. Namun, Fernando Torres menyamakan kedudukan dan sebuah tendangan keras Steven Gerrard sebelum babak pertama usai memberikan keunggulan bgi Liverpool.
Dua gol menjelang babak kedua berakhir oleh Fabio Aurelio dan Andrea Dossena memastikan kemenangan besar 4-1 bagi Liverpool dan memberikan Sir Alex Ferguson, hingga titik itu, kekalahan terbesar di Old Trafford selama ia melatih United. Walaupun begitu, United lebih beruntung karena berhasil memenangi gelar juara liga pada musim tersebut, untuk ketiga kalinya secara berturut-turut.

Perseteruan Masa Kini

Dengan kesuksesan kedua tim, hubungan di antara keduanya semakin memburuk dalam 50 tahun terakhir. Padahal, manajer kedua tim saliing menghormati. Shankly menghormati Busby sebagai "manajer terbaik yang pernah ada di dunia ini", sementara Busby begitu sedih saat Shankly meninggal pada 1981 hingga ia tak mau menjawab telepon dari para wartawan yang ingin mengetahui reaksinya.
Saat Busby dan Shankly menukangi klub masing-masing, hubungan Liverpool-United memang masih kondusif. Transfer pemain secara langsung di antara kedua klub berlangsung pada era kepelatihan mereka. Saat Phil Chisnall meninggalkan Old Trafford untuk bermain di Anfield pada 1964, ia mengenang: "Tak ada yang berkomentar tentang transfer itu dan saya diterima dengan baik saat saya bermain melawan United bersama Liverpool."
Transfer Chisnall sangat kontras dengan permohonan Gabriel Heinze untuk pindah ke Liverpool pada 2007. United menentang keras rencana kepindahan beknya ke rival terbesar mereka. Saat Heinze mengungkapkan keinginannya kepada pubik, Liverpool dan United sama-sama membariskan para pengacara masing-masing. Heinze akhirnya hijrah ke Real Madrid.
Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai masalah juga muncul di lapangan. Pada 2006, FA mendenda Gary Neville karena berlari sepanjang 50 yard di hadapan suporter Liverpool untuk merayakan kemenangan United. Kasus terakhir, Luis Suarez dilarang bermain delapan pertandingan karena dituduh melakukan pelecehan rasial terhadap Patrice Evra saat kedua tim bertanding di Anfield pada Oktober 2011.
Kesuksesan Manchester United semenjak ditangani oleh Sir Alex Ferguson pada 1986 mungkin merupakan sebab terbesar bagi antagonisme kedua klub terbesar di Inggris itu. Sir Alex pernah berkata, "tantangan terbesar adalah meluluh-lantakkan Liverpool", dan hal itu juga yang sering dibuktikannya.
Ferguson menambahkabn, "Bagi saya, Liverpool selalu merupakan sebuah pertandingan derbi. Ini soal sejarah. Saat saya datang ke sini, mereka adalah raja sepakbola Inggris. Mereka telah memenangi empat Piala Eropa dan beberapa gelar juara liga. Tujuan saya adalah melawan mereka dan mencoba mengubah keadaan. Sulit bagi saya untuk menentang sejarah."
Namun, pertandingan-pertandingan antara Liverpool melawan United selalu menunjukkan spirit sepakbola yang sejati, yaitu kebanggaan, gairah, dan kehendak untuk menang. Jamie Carragher, dua ikon perseteruan abadi Liverpool-Manchester United, menegaskan bahwa rivalitas yang keras di antara kedua tim tidak harus membuat rasa dan sikap saling menghormati pudar.
Carragher: "Saya selalu menghormati mereka. Mereka klub yang besar, sama seperti kami, dan mereka juga menghormati kami. Mereka tidak banyak sesumbar dan besar kepala. Di United, tak ada pemain yang layak Anda benci."
Ryan Giggs: "Saya selalu menghormati Liverpool, sejarahnya, dan tim besar yang dimilikinya. Tetapi saya juga mengakui bahwa tim itulah yang paling membuat saya senang jika berhasil mengalahkannya."

Source : Fifa

Senin, 14 Mei 2012

Berikan Nyawa Baru Hubungan Asmara

Dalam suatu hubungan, ada kalanya pasti Anda akan merasa bosan dengan pasangan Anda. Ketika keadaan tersebut telah datang, perasaan cinta terhadap pasangan Anda juga akan ikut berkurang. Lalu apa yang akan Anda lalukan? Memutuskan hubungan Anda? Bagaimana jika Anda masih menyimpan rasa sayang terhadapnya?
Untuk itu, ada baiknya berpikir untuk kedua kalinya. Karena, siapa tahu sekarang adalah waktu yang tepat untuk Anda menaikan kembali hubungan cinta Anda dengan pasangan. Tidak yakin bagaimana caranya? berikut adalah cara terbaik untuk membuat hubungan cinta Anda dengan si Dia kembali dalam sekejap seperti dilansir dari She Knows:

Saling menyentuh satu sama lain

Beberapa pasangan terkadang sering melupakan hal-hal sederhana seperti ini. Jadi, jangan kurangi tindakan sederhana ketika datang untuk perasaan ingin dekat dengan pasangan Anda. Setuhan adalah bentuk yang sangat efektif dalam keintiman. Dengan memberikan pasangan Anda pelukan, ciuman bahkan menggosok bahunya dapat membantu Anda untuk merasa terhubung secara fisik dengan si Dia.

Ingat masa lalu Anda dengan Dia

Salah satu cara efektif untuk meningkatkan ikatan Anda akan memutuskan untuk menyelesaikan hubungan adalah mengenang masa lalu Anda bersamanya. Anda dapat mencobanya dengan pergi ke tempat dimana Anda pertama bertemu dengan si Dia, memutar lagu favorit Anda berdua, atau berbicara tentang kenangan yang ada dalam tahap awal pertama Anda berkencan di saat romantisme itu segar. Hal ini dapat membatu Anda mengingat mengapa Anda bisa jatuh cinta kepada si Dia saat pertemuan pertama.

Lakukan kegiatan favorit bersama

Membuat beberapa kegiatan favorit bersama si Dia akan membuat Anda lebih mudah untuk kembali terhubung. Misalnya, jika Anda berdua mencintai Sushi, cobalah untuk membuat Sushi bersama-sama. Melakukan kegiatan yang genit dan menyenangkan dapat menambahkan sesuatu yang istimewa untuk kehidupan sehari-hari Anda dan si Dia, serta dapat menciptakan kenangan baru. Semakin banyak yang dapat Anda lakukan dengan si Dia, semakin besar peluang Anda untuk dapat memberikan nyawa baru dalam kisah cinta Anda.

Tetapkan tujuan bersama

Memiliki ambisi bersama adalah keharusan lain untuk pasangan yang ingin membangun kembali hubungan romantis. Penentuan tujuan adalah cara paling efektif untuk merasa sejalan dan bahagia akan masa depan yang direncanakan. Anda dapat membicarakan tentang rencana keuangan bersama di masa depan, karir, anak, keluarga, bahkan rencana liburan sampai mimpi-mimpi Anda bersama si Dia. Setelah Anda menetapkan sesuatu yang bisa Anda kerjakan sebagai pasangan dengan si Dia, buat 5 rencana untuk 10 sampai 15 tahun kedepan untuk mencapai tujuan Anda bersama si Dia.

Source : Untukku