Kita lama mengenal anarkisme sebagai sebuah wahab tentang kekerasan.
Terlepas dari etika yang dianut para anarkis tadi, anarkisme ternyata
turut menyumbangkan konsep ideal tentang perwujudan nilai humanisme
universal: sebuah asas kemerdekaan tiap individu semutlak-mutlaknya.
Sepenuh-penuhnya.
Hingga tak ada satu bentuk kekuasaan dalam porsi segenggam tangan pun
yang dapat mengambilalih kekuasaan individu lain. Cita-cita yang agung
mengingat selama ini anarkisme selalu dininabobokan sejarah sebagai
sebuah entitas kelam yang melandasi kejahatan manusia.
Dan bicara anarkisme, acapkali muncul pertanyaan klise bernada
utopian: bagaimana itu semua mungkin? Ketika setiap manusia memiliki
jatah kekuasaan tanpa ada sebuah otoritas resmi yang membatasi, bayangan
yang terpacak kemudian hanyalah chaos. Bagaimana mungkin sebuah konsep humanisme universal menawarkan antiserum yang bercirikan kekacauan seperti itu?
Saya akan mencoba mengomparasikan anarkisme sebagai filosofi dengan prinsip Total Football.
Jack Reynolds mungkin tak akan pernah membayangkan konsep
sederhananya tentang ritme sepakbola menyerang akan menjadi sebuah
revolusi. Ditangan Rinus Michels, revolusi itu memang benar terjadi.
Sebuah revolusi yang kita kenal dengan nama Total Football. Cikal bakal revolusi ini bermula ketika Reynolds menjadi head coach
Ajax Amsterdam pada kurun waktu 1915-1925,1928-1940,1945-1947. Saat itu
dia beranggapan bahwa Belanda belum memiliki filosofi dasar dalam
bermain sepakbola.
Maka, lewat Ajax, dia menelurkan sebuah cetak biru filosofi gaya
bermain sepakbola yang kemudian diadopsi (dimodifikasi) oleh Rinus
Michels. Melalui Michels, yang juga melatih Ajax pada peralihan 1960-an
dan 1970-an Total Football menjadi sebuah endemik dalam sepakbola.
Bak seorang The Great Alexander, dia seakan berteriak lantang pada dunia dalam menyuarakan revolusinya: pertahanan terbaik adalah menyerang.
Helenio Hererra, pencetus Catennacio boleh tidak sepakat
bahwa dengan menyerang pertahanan akan kian kokoh. Tetapi, bagi penikmat
sepkabola ofensif, dimana tendesi menekan lawan sampai keakar-akarnya
diberlakukan, ditambah dengan ritme bermain yang memanjakan mata,
pelatih Inter Milan tersukses asal Argentina itu dipastikan akan
mengangguk setuju.
Well, Catennacio memang tidak dianugerahi hal-hal seperti itu.
Total football memang spesial, juga rumit. Hal ini salah
satunya dilandasi karena Michels menganggap bahwa agar Total Football
berlangsung mulus, kuncinya terletak pada fleksibilitas antar lini yang
harus berlangsung tanpa jeda. Ritme permainan bergulir lewat pakem
kolektifitas yang kuat. selain fisik yang mendukung, intelegensia tiap
pemain juga memiliki nilai penting dalam skema Total football.
Johan Neskeens di sayap kiri tidak jarang harus mem-backup Ruud Kroll
yang acapkali naik menyisir sisi kanan pertahanan lawan. Johan Cruijf
tidak boleh menunggu dengan pasif aliran bola dari lini belakang bila
memang tersendat.
Bola harus dijemput dari bawah dengan ikut menambal sektor
pertahanan. Kalau perlu Cruijf, yang berposisi sebagai playmaker, harus
merancang skema serangan dari bawah.
Cruijf memang pantas mendapat kredit poin tersendiri dalam implementasi Total Football
dilapangan. Fisik yang kuat, visi bermain yang cerdas, skill yang
menawan, dan kegigihan untuk ikut membantu pertahanan, menjadi tolak
ukur Cruijf mengapa sampai kemudian Michel sempat berujar: “Perlu 5-6
orang Cruijf agar Total Football berjalan sempurna.”
Ucapan Michels tadi dapat diartikan bahwa, Total Football,
yang bagi banyak orang sudah sangat representatif sebagai sistem
permainan sepakbola yang ideal, ternyata masih memiliki banyak lubang.
Ya, Total Football memang tidak sesempurna seperti yang sering kita duga.
Banyak pelatih asal Belanda yang dulunya mantan anak asuh Michels,
mengalami kesulitan menerapkan gaya ini secara kontekstual. Johan Cruijf
pada awalnya memang berhasil melejitkan Barcelona sebagai salah satu Dream Team pada medio 90-an.
Dengan kualitas merata disegala lini, Barcelona di bawah asuhan
Cruijf memang superior. Tetapi, superioritas tersebut menjadi sampah
tatkala dia harus menghadapi AC Milan dengan pelatih yang saat itu
bahkan belum memiliki sertifikat kepelatihan: Fabio Capello.
Efisiensi Milan, ditambah dengan kuartet pertahanan terbaik di dunia
saat itu (Fraco Baresi, Alessandro Costacurta, Paolo Maldini dan Mauro
Tassoti) membuat duet maut Sthoickov dan Romario bak pemain kelas dua.
Tendangan geledek Ronald Koeman, seakan lepuh. Kiper tangguh, Andoni
Zubizarreta, bak menjadi seorang kiper kelas C.
Dan Barca sendiri, yang sebelum bermain memang sudah menyemat label Dream Team dilapangan seakan menjadi tim yang baru promosi segunda divison La Liga. Singkat kata, Cattenacio berhasil mempecundangi Total Football. Skor telak 4-0 menjadi bukti betapa Milan dengan Catennacio-nya berhasil meraih trofi Liga Champions-nya yang kelima.
Saat itu Milan memang bermain dengan semangat Cattenacio
yang kental. Membiarkan lawan menekan, memegang bola, pertahanan dibuat
serapat mungkin, lantas rebut di saat yang tepat: bunuh!
14 tahun kedepan, Van Basten, mantan penyerang top Belanda dan AC
Milan pada medio 90-an, yang juga pernah mendapat penanganan langsung
dari Michels saat Belanda merengkuh gelar juara Euro 1988, (hampir) berhasil memparadekan kembali keganasan Total Football
pada pagelaran Euro 2008 lalu ketika melatih Tim Oranye. Bergabung di
“grup neraka” bersama Italia dan Prancis, Belanda sukses mempecundangi
kedua juara dunia itu dengan skor telak 3-0 dan 1-4.
Pola 4-2-3-1 yang digunakan Basten memang efektif. Dengan memainkan
dua jangkar sekaligus guna mengamankan jalur tengah, Belanda dapat
mengalirkan bola sekaligus menekan lawan dengan lancar dari segala lini.
Tetapi, lagi-lagi saja Belanda dengan Total Football-nya kembali terlempar dari bursa juara setelah pada perempat final kandas oleh Rusia dengan skor 3-1 dalam perpanjangan waktu.
Efisiensi permainan ala Jerman Barat 1974 (ketika mengubur harapan
Belanda menjadi Juara Dunia di Final 1974) dipraktekan Rusia demi
mengatur permainan dengan seefisien mungkin, terbukti ampuh. Pertahanan
yang kokoh dan tidak bertele-tele dalam memanfaatkan peluang membuat
Basten dan Belanda harus angkat koper lebih awal.
Lantas, sekali lagi muncullah pertanyaan ini di kepala setiap pecinta Total Football: apa yang membuat Total Football, yang pada praksisnya tampak seperti sebuah kulit tanpa cacat, cenderung mudah disayat-sayat?
Dalam banyak pertandingan, dapat terlihat bahwa Total Football cenderung mengeksploitasi lapangan sampai kesudut-sudutnya. Begitu lawan menguasai bola, ruang harus dibuat sesempit mungkin.
Pemain yang terdekat dengan pemain lawan yang menguasai bola dituntut
untuk menutupnya secepat mungkin, tidak peduli apakah itu pemain
bertahan atau bukan. Bisa satu bisa dua, bahkan tiga. Tekanan harus
dilakukan secepat mungkin bahkan ketika bola masih ada di jantung
pertahanan lawan. Lawan terjepit dalam benak bahwa lapangan begitu
sempit.
Ini ditenggarai, seperti dalam buku David Winner yang terjemahan
bebasnya kira-kira berjudul, “Oranye Brilian — Jenius dan Gilanya
Sepakbola Belanda” sebagai pengejawantahan “psyche” paling dasar warga
Belanda dalam memahami kehidupan.
Total Football, demikian jelas buku tadi, adalah persoalan
ruang dan eksploitasinya itu, bukan yang lain. Fleksibilitas posisi
pemain, pergerakan pemain, semuanya adalah konsekuensi dari upaya untuk
menciptakan ruang agar bisa dieksploitir semaksimal mungkin.
Dalam eksploitasi tersebut tentu saja Total Football
cenderung memosisikan skill tiap pemain sebagai “nada” ketika orkestrasi
Total Football dimulai ketika melakukan pembabatan terhadap lawan.
Serangan dapat bermula dari siapa saja (walau biasanya, skema serangan
selalu diawali dari kaki Cruijf). Dapat melalui sayap, tengah atau
bahkan long ball ala Kick n’ Rush Inggris, umpan panjang dari area pertahanan menuju ke daerah siaga lawan.
Hal inilah, menurut hemat saya, tidak dipungkiri menjadi salah satu
penyebab dualisme yang seringkali betubrukan dalam gerak ritmik Belanda
saat bermain. Pada satu sisi, gaya permainan ofensif Total Football yang cenderung berubah-ubah membuat lawan tidak dapat mendeteksi arah permainan Belanda.
Tetapi, di sisi lain, Total Football mengalami kesulitan
dalam memulai serangan karena kebiasaan mereka yang sering berubah-ubah
dalam memulai serangan. Alasannya bisa saja sederhana untuk menjawab
mengapa pada saat tertentu Belanda kesulitan memulai serangan: karena
Cruijf dijaga sedemikian ketatnya, maka design serangan menjadi kelu,
tidak kreatif.
Tetapi, hanya orang bodoh yang berfikir senaif itu. Ibarat kompas
ditengah badai, arah mata angin menjadi kabur, seperti itulah ritme Total Football ketika memainkan temponya yang cenderung terbebas dari sistem ketat nan kaku.
Kebiasaan menusuk lawan dari segala lini dengan membabibuta, membuat
moda “penyerangan” itu sendiri, secara implisit telah menjadi kerangkeng
bagi Belanda. “Menyerang” nantinya menjadi semacam “institusi”
tersendiri yang membuat Belanda lupa akan sasaran bidik sebenarnya: gol.
Bahwa gol ternyata telah menjadi kebutuhan sekunder dalam pola ofensif Total Football
itu sendiri. Kebutuhan untuk menyerang dan terus menyerang membuat para
pemain Belanda kemudian secara tematis terkooptasi oleh naluri
menyerang yang tidak efisien.
Secara logis, Total Football sangat sederhana: serang lawan
sesering mungkin, maka gol, cepat atau lambat, akan diraih dan
kemenangan ibarat buah apel yang telah masak, siap untuk dipetik.
Akan tetapi, bila kebebasan dalam memilih (dalam hal ini koordinasi penyerangan ala Total Football) terlampau absolut, kemungkinan terbesar adalah gerak kacau yang membuyarkan proses pemilihan (penyerangan) itu tadi.
Inilah alasan teoritik mengapa kemudian tulisan ini mengidentifikasi Total Football
cenderung berbau anarkisme: sikap mereka dilandasi oleh kebebasan
absolut. Sepakbola dapat dimainkan tanpa pola dan bentuk yang jelas,
biarkan mengalir begitu saja.
Bebas, dalam setiap kepala para anarkis, seutopis apapun itu,
cenderung menjadi kebutuhan primer. Tak ada sikap patuh ketika kebebasan
untuk melakukan sesuatu telah dipasung. Bahkan sejengkal sekalipun.
Frasa DIY (Do It Yourself) yang membahana di kalangan Punk
Rock di Amerika Serikat menjadi kode para anarkis disetiap lapis bumi.
Bahwa dengan bebas berkehendak melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan
dicirikan sebagai prototipe manusia merdeka.
Michels, disadarinya atau tidak, dengan memodifikasi Total Football
sebagai pola permainan sepakbola tanpa bentuk yang jelas, telah menjadi
seorang anarkis itu sendiri. Sepakbola, yang dipahaminya dapat
dimainkan tidak dengan melulu logika kolot yang sistemik, kemudian telah
menjadi kehendak kebebasan yang dimaksudkan.
“Manusia dikutuk oleh kebebasannya”, ujar Sartre. Relevan atau tidak,
Michels memang “dikutuk” pada final Piala Dunia dua kali
berturut-turut: 1974 dan 1978. Dan Belanda, ehem, hingga detik ini belum
juga terbebas dari kutukan “juara tanpa mahkota”.
Source : Goodbyepele
Rabu, 30 Mei 2012
Tiada ‘tuhan’ Selain Sepakbola!
Banyak orang yang bilang sepakbola adalah olahraga laki-laki, dan
bukan seorang laki-laki jika tak menyukai sepakbola. Bukankah itu aneh,
seorang laki-laki melihat 22 orang laki-laki yang berebut bola di
lapangan sambil teriak-teriak? Apakah itu jantan?
Kebetulan saya pernah mengirim pertanyaan via Twitter kepada @Sagnaofficial, akun resmi Bacary Sagna. Entah kenapa saya ingin bertanya kepadanya. Mungkin alam bawah sadar saya menganggap Sagna adalah pesepakbola terjantan jika ditilik dari tatanan rambutnya. Tapi, sayang, sudah setahun lebih tak dibalas pertanyaan saya itu.
Sial.
dari hal itu sepakbola sudah menjelma menjadi “agama” baru di muka bumi ini. Sudah banyak “misionaris” yang menyabarkan “agama” baru ini ke seluruh penjuru dunia. “Misionaris–misionaris” bermodal gocekan dan tendangan inilah yang menyebarkan “agama” baru tersebut dengan kecepatan ultrasonic, sehingga dalam waktu kurang dari satu abad “agama” ini sudah dianut oleh sebagian besar umat manusia di dunia ini.
“Misionaris” pertama “agama” ini muncul pada tahun 50-an. Tersebutlah Pele, seorang pria penganut Voodoo tapi murtad karena mendapat wahyu untuk menyebarkan agama ini. Setelah Pele muncul “misionaris” dari Belanda dengan nama Johan Cruyff.
Pria yang sebenarnya ingin menjadi penjajah ini harus mengurungkan keinginanya karena dalam pembukaan UUD tahun 45 penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi. Akhirnya dia menjadi “misionaris” sepakbola dan menjajah bangsa lain dengan angka magis, 14.
Kejadian hebat terjadi pada tahun 80-an dengan munculnya misionaris revolusioner yang memiliki “tuhan” ditangannya, Diego Maradona. Sosok ini menjelma menjadi pemimpin spiritual muda kharismatik yang paradoks. Di satu sisi ia gemar melanglang buana ke berbagai prostitusi dan mengoleksi senjata tajam.Di sisi lain ia adalah seorang “tuhan kecil” dengan “umat” sekitar beberapa juta.
Namun, misionaris yang hanya satu kali mendapat kertas instruksi dari pelatih selama berkarir ini harus bekerja keras karena bersaing dengan beberapa misionaris lain di dunia saat itu. Di italia ada Paolo Rosi yang berhasil menggabungkan teknik bermain bola dengan teknik membuat pizza.
Selanjutnya muncul Roberto Baggio, si Buddha yang juga berasal dari Caldogno, Italia ini menambahkan teknik topping rambut kepang diatas pizza bola. Di Prancis ada Michael Platini yang menggabungkan gaya berdakwah di lapangan dengan fashion. Itu belum jika kita menyebut trio “misionaris” asal Belanda, Basten, Gullit, Rijjkard.
Di akhir 90-an muncul misionaris yang sangat sederhana di Prancis, Zinedine Zidane namanya. Saking sederhana dan iritnya dia sampai malas beli tonik penyubur rambut dan membiarkan kepalanya botak setengah. Soal rambut ini, ia berkomentar tatkala mengetahui Rooney melakukan transplantasi rambut: “Dasar korban shampo Metal!”
Pada tahun 2000-an dunia digemparkan oleh kemunculan “misionaris” terlalu tampan dengan anatomi gigi yang cukup futuristis. Dunia memanggilnya Ronaldinho. Akan tetapi, “Misionaris” yang gocekannya semaut goyangan pinggulnya ini hanya mampu menyebarkan “agama” hanya sekitar 6 tahun.
Sekaran posisinya tergeser oleh “misionaris” muda bernama Messi. Di belakang Messi masih menguntit beberapa “misionaris” yang mewakili benuanya. Ada didier Drogba sebagai wakil Afrika—ia bersaing keras dengan Gervinho—, lalu ada Syekh Ali Karimi dan Park Ji Sung sebagai wakil Asia.
Seperti layaknya agama yang lazim di dunia ini, “agama” sepakbola juga mempunyai mazhab. Di Brazil berkembang mazhab Jogo Bonito yang merupakan sinkronisasi antara sepakbola, tarian Samba, peribadatan Voodoo, dan sirkus. Di italia berkembang mazhab mafioso. Terbukti dengan skandal Calciopoli, suap menyuap wasit dan kewajiban untuk melakoni seni menjatuhkan diri dengan sengaja alias diving.
Sedangkan di Prancis, revolusi Prancis yang menyetarakan semua ras berhasil mempengaruhi mazhab sepakbola disana. Dan mulai saat itu mulai terjadi aksi impor pemimpin-pemimpin spiritual ke Prancis, seperti Zinedine Zidane, Thiery Henry, Patrick Vieira, Christian Karembeu, Lilian Thuram, dan yang paling mutakhir—ia muncul bebarengan dengan lahirnya teknik seni rupa kontemporer, Surealis Magis—, Bacary Sagna.
Sedangkan Spanyol berbeda dengan Prancis. Mahzab “agama” sepakbola disini memberlakukan sistem kasta. Samuel Eto’o (berasal dari kasta terendah), pemimpin spiritual yang sangat berbakat dari tanah Roger Milla ini gagal total di Castillan, tetapi berjaya di Catalan. Meski ia tetap saja jadi bahan cemoohan dan menjadi penyebab naiknya harga pisang di Spanyol.
Karena dirasa cukup menghadapi tekanan batiniyah, akhirnya pindah haluan guna menyebarkan “agama” sepakbola ke kasta yang masih sedarah dengannya, Ordo Primata (selain manusia) di Gembira Loka.
“Agama” sepakbola ini juga mempunyai ibadah wajib 4 tahun sekali bernama “Marhaban ya World Cup”. Seluruh umat diharuskan berpuasa menonton berita, sinetron, apalagi Jakarta Lawyer Club, dan lain-lain. Semua fokus melakukan “ibadah” Piala Dunia selama sebulan penuh.
Maka benarlah sabda Tutankhamun semasa masih berseragam Swansea: “Tiada ‘tuhan’ Selain Sepakbola!”
Sayonara!
Source : Yoganoviantoro
Kebetulan saya pernah mengirim pertanyaan via Twitter kepada @Sagnaofficial, akun resmi Bacary Sagna. Entah kenapa saya ingin bertanya kepadanya. Mungkin alam bawah sadar saya menganggap Sagna adalah pesepakbola terjantan jika ditilik dari tatanan rambutnya. Tapi, sayang, sudah setahun lebih tak dibalas pertanyaan saya itu.
Sial.
dari hal itu sepakbola sudah menjelma menjadi “agama” baru di muka bumi ini. Sudah banyak “misionaris” yang menyabarkan “agama” baru ini ke seluruh penjuru dunia. “Misionaris–misionaris” bermodal gocekan dan tendangan inilah yang menyebarkan “agama” baru tersebut dengan kecepatan ultrasonic, sehingga dalam waktu kurang dari satu abad “agama” ini sudah dianut oleh sebagian besar umat manusia di dunia ini.
“Misionaris” pertama “agama” ini muncul pada tahun 50-an. Tersebutlah Pele, seorang pria penganut Voodoo tapi murtad karena mendapat wahyu untuk menyebarkan agama ini. Setelah Pele muncul “misionaris” dari Belanda dengan nama Johan Cruyff.
Pria yang sebenarnya ingin menjadi penjajah ini harus mengurungkan keinginanya karena dalam pembukaan UUD tahun 45 penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi. Akhirnya dia menjadi “misionaris” sepakbola dan menjajah bangsa lain dengan angka magis, 14.
Kejadian hebat terjadi pada tahun 80-an dengan munculnya misionaris revolusioner yang memiliki “tuhan” ditangannya, Diego Maradona. Sosok ini menjelma menjadi pemimpin spiritual muda kharismatik yang paradoks. Di satu sisi ia gemar melanglang buana ke berbagai prostitusi dan mengoleksi senjata tajam.Di sisi lain ia adalah seorang “tuhan kecil” dengan “umat” sekitar beberapa juta.
Namun, misionaris yang hanya satu kali mendapat kertas instruksi dari pelatih selama berkarir ini harus bekerja keras karena bersaing dengan beberapa misionaris lain di dunia saat itu. Di italia ada Paolo Rosi yang berhasil menggabungkan teknik bermain bola dengan teknik membuat pizza.
Selanjutnya muncul Roberto Baggio, si Buddha yang juga berasal dari Caldogno, Italia ini menambahkan teknik topping rambut kepang diatas pizza bola. Di Prancis ada Michael Platini yang menggabungkan gaya berdakwah di lapangan dengan fashion. Itu belum jika kita menyebut trio “misionaris” asal Belanda, Basten, Gullit, Rijjkard.
Di akhir 90-an muncul misionaris yang sangat sederhana di Prancis, Zinedine Zidane namanya. Saking sederhana dan iritnya dia sampai malas beli tonik penyubur rambut dan membiarkan kepalanya botak setengah. Soal rambut ini, ia berkomentar tatkala mengetahui Rooney melakukan transplantasi rambut: “Dasar korban shampo Metal!”
Pada tahun 2000-an dunia digemparkan oleh kemunculan “misionaris” terlalu tampan dengan anatomi gigi yang cukup futuristis. Dunia memanggilnya Ronaldinho. Akan tetapi, “Misionaris” yang gocekannya semaut goyangan pinggulnya ini hanya mampu menyebarkan “agama” hanya sekitar 6 tahun.
Sekaran posisinya tergeser oleh “misionaris” muda bernama Messi. Di belakang Messi masih menguntit beberapa “misionaris” yang mewakili benuanya. Ada didier Drogba sebagai wakil Afrika—ia bersaing keras dengan Gervinho—, lalu ada Syekh Ali Karimi dan Park Ji Sung sebagai wakil Asia.
Seperti layaknya agama yang lazim di dunia ini, “agama” sepakbola juga mempunyai mazhab. Di Brazil berkembang mazhab Jogo Bonito yang merupakan sinkronisasi antara sepakbola, tarian Samba, peribadatan Voodoo, dan sirkus. Di italia berkembang mazhab mafioso. Terbukti dengan skandal Calciopoli, suap menyuap wasit dan kewajiban untuk melakoni seni menjatuhkan diri dengan sengaja alias diving.
Sedangkan di Prancis, revolusi Prancis yang menyetarakan semua ras berhasil mempengaruhi mazhab sepakbola disana. Dan mulai saat itu mulai terjadi aksi impor pemimpin-pemimpin spiritual ke Prancis, seperti Zinedine Zidane, Thiery Henry, Patrick Vieira, Christian Karembeu, Lilian Thuram, dan yang paling mutakhir—ia muncul bebarengan dengan lahirnya teknik seni rupa kontemporer, Surealis Magis—, Bacary Sagna.
Sedangkan Spanyol berbeda dengan Prancis. Mahzab “agama” sepakbola disini memberlakukan sistem kasta. Samuel Eto’o (berasal dari kasta terendah), pemimpin spiritual yang sangat berbakat dari tanah Roger Milla ini gagal total di Castillan, tetapi berjaya di Catalan. Meski ia tetap saja jadi bahan cemoohan dan menjadi penyebab naiknya harga pisang di Spanyol.
Karena dirasa cukup menghadapi tekanan batiniyah, akhirnya pindah haluan guna menyebarkan “agama” sepakbola ke kasta yang masih sedarah dengannya, Ordo Primata (selain manusia) di Gembira Loka.
“Agama” sepakbola ini juga mempunyai ibadah wajib 4 tahun sekali bernama “Marhaban ya World Cup”. Seluruh umat diharuskan berpuasa menonton berita, sinetron, apalagi Jakarta Lawyer Club, dan lain-lain. Semua fokus melakukan “ibadah” Piala Dunia selama sebulan penuh.
Maka benarlah sabda Tutankhamun semasa masih berseragam Swansea: “Tiada ‘tuhan’ Selain Sepakbola!”
Sayonara!
Source : Yoganoviantoro
Men-“Tuhan”-kan Tim!
“Kalau sampai Messi double hattrick, aku gundulin ini kepala!”
Untung benar kawan saya ini. Rambut keritingnya
akhirnya selamat, Messi “hanya” mencetak 5 gol ketika Barcelona menjamu
Bayern Leverkusen malam itu.
Hanya?
Oh, Oke. Mungkin banyak pemain yang pernah mencetak
4 gol dalam satu pertadingan Liga Champions, tapi untuk malam itu, ini
pertama kalinya dalam hidup saya melihat ada pemain bisa mencetak lima
gol dalam satu pertandingan.
Mungkin “Tuhan” Maradona dan “Tuhan” Pele pernah
melakukannya—mungkin tidak hanya pernah—tapi sering. Tapi tetap saja,
apa yang dilakukan Messi pada 7 Maret lalu itu sungguh luar biasa,
mengingat kompleksitas taktik dan fisik pemain sepakbola jaman sekarang
jauh lebih tinggi levelnya dari era di mana “Dua Tuhan” itu masih aktif
bermain.
Akan tetapi, kebesaran “The Little God” akhirnya
punya batas juga musim ini. Kita memang masih melihat gerakan
berhenti-berlari yang sukses bikin linu kaki, manuver “banting stir”
yang sukses bikin bek-bek terpeleset, atau keputusan super cepat untuk
men-drible, menendang, atau mengumpan yang bikin komentator BBC bingung
berkomentar dan menutupi kebisuan itu dengan tawa basi: “ha-ha-ha!”
Messi tetap hebat, tapi di kedua semifinal melawan Chelsea malam itu, Barca tidak menang, dan memang Barca tidak layak menang.
Drama Messi ini ditutup oleh gol tak terduga
Fernando Torres. Seorang pemain yang dianggap sudah habis sejak satu
setengah musim yang lalu. Lionel Messi tertunduk, malam itu Barca
takluk. Kalau saja Di Matteo pernah melihat acara Demian di Trans 7,
pasti dia akan berlari mendatangi kamera dan bilang: “Sempoa…”.
Beberapa hari sebelumnya di tempat yang sama, Nou
Camp, derita yang sama diciptakan oleh seorang pria yang dianggap
sebagai manusia termahal di planet bumi saat ini. Mendapatkan umpan
diagonal mendatar dari trequartista kelas dunia pertama Turki tapi
memperkuat Timnas Jerman, Mesut Ozil, si metrominiseksual, eh,
metroseksual Portugal berhasil mengejar umpan Ozil secepat kilat,
disambar, dua sentuhan Valdes terlewat dan “plung”; masuk. 2-1 untuk
Madrid.
Ronaldo segera berlari tenang ke ujung lapangan
sambil memberi aba-aba ke semua penonton agar mereka segera duduk
kembali di kursinya masing-masing dan tenang sejenak karena pertunjukkan
yang sebenarnya baru saja dimulai.
Ya, pria ini berhasil membuat seluruh anggota DPR
di gelanggang gedung “pemerintahan” bangsa Catalonia ini tidak bisa
menahan diri untuk tidak mengacungkan jari tengahnya.
Ronaldo lagi, Ronaldo lagi. Yup, nama itulah yang
banyak tersaji di headline surat kabar di Eropa keesokan harinya.
Kepopuleran nama itu membuat saya tidak perlu memberi deskripsi lagi
tentang robot super pemain sepakbola ini.
Toh akan sia-sia juga nantinya deskripsi saya.
Ibarat program komputer yang hanya diinstal perintah; “cetak gol
sebanyak mungkin!” maka Ronaldo secara otomatis akan memprosesnya dengan
caranya sendiri. Jadi data di mana jumlah golnya yang melebihi jumlah
rataan Ronaldo bermain musim ini kiranya cukuplah untuk menggambarkan
se-“Tuhan” apa sih Ronaldo itu.
Tapi “Tuhan” aliran baru ini juga tidak berkutik
beberapa hari kemudian di—seperti Messi—kandang tim sendiri; Santiago
Bernabeu. Ronaldo sempat menunjukkan “kebesarannya” saat membawa Real
“Franco” Madrid ini lead dua angka, satu penalti, satu hasil assist si
muka ngobat yang islami: Ozil.
Ironisnya, Mourinho seperti lupa akan kekuatan ras
Arya yang terkenal sejak kemampuan mental baja Adolf “Chaplin” Hitler di
Perang Dunia II yang mampu bertahan dari kepungan 3 negara super power
saat itu: Inggris, Amerika, dan Soviet selama lebih dari satu tahun.
Mental baja inilah yang mungkin diwariskan oleh
Jerman ke negara-negara tetangganya, termasuk Belanda. Mental yang sama
yang diwariskan Philip Lahm dkk ke rekannya si pria Belanda berkepala
professor, yang dengan tenang berhasil mengeksekusi tendangan dua belas
pas, menaklukkan Iker “Reflect” Cassilas dengan sempoa, eh, sempurna.
Skor 2-1 membuat agregat imbang tiga sama dan
pertandingan dilanjutkan sampai adu tos-tosan. Seolah yakin akan mampu
lolos ke final, mungkin juga karena ingin mengamalkan sila pertama dalam
Pancasila, Mourinho tanpa pikir panjang memberikan jatah eksekutor
pertama ke-“Ronaldo Yang Maha Esa”.
Yup, Ronaldo dengan awan kinton terbang mendatangi
Neur yang diam mematung di depan gawang sambil bertapa. Mungkin bagi
Neuer, inilah pertama kali dalam hidupnya ia melihat kera sakti pake
baju Madrid dengan awan kinton merk “Nike” mendatangi dirinya.
Ronaldo tenang meletakkan bola. Sedikit mengambil
ancang-ancang dan… “bam”. Bola mengarah ke sudut bawah kiri. Neuer tidak
melompat, ia hanya membuang diri ke kanan tanpa ancang-ancang, bola
seperti akan lewat di antara tubuh Neuer dan tanah, tapi; “mak-plak”
(“mak”-nya gak ada ding). Bola tertepis.
Tendangan seharga 93 juta Euro itu berhasil ditepis
dengan harga tidak sampai seperempatnya. Ya. Munchen mungkin surplus
luar biasa malam itu, tepisan Neur malam itu yang “hanya” 18 juta Euro
juga menggagalkan tendangan seharga 65 juta Euro milik Ricardo Kaka.
Secara matematis mungkin rumus kerugian Madrid seperti ini:
93 juta + 65 juta < Neuer
Tapi, apa ini cuma soal duit?
Oh, tentu tidak. Kekalahan Madrid ini lebih dalam
lagi. Bisa tergambar dari bentuk Mourinho yang bersimpuh tidak berdaya
ketika Ramos malah membuat clearence ketika ia harusnya menendang bola
ke arah gawang (mungkin kebawa karena baru magang jadi centre back malam
itu kali).
Pria yang dianggap angkuh, arogan, dan bermulut
besar sejak di FC Porto, Chelsea, dan Internazionale seperti Mourinho
bersimpuh di pinggir lapangan? Pemandangan luar biasa?
Tentu saja tidak.
Mourinho musim ini tidak sama seperti musim-musim
sebelumnya. Mourinho musim ini jadi lebih sopan, melankolis, pendiam,
ganjen, homo, eh sedikit humoris maksud saya.
Sikap Mourinho yang sekarang, tentu saja
mengherankan banyak pihak. Sisi rivalitas dengan Guardiola menjadi
sedikit ringan bobotnya karena Mou kini tidak mau lagi berada dalam
peran antagonis. Sekali-kali ia ingin gantian dengan Guardiola, mungkin
keduanya sama-sama bosan. Bisa jadi mereka ingin gantian dipuji dan
dibenci. Atau mungkin yang bosan UEFA sendiri atau bisa jadi benar-benar
keinginan “tuhan”?
Oke. Katakanlah ini memang bentuk hidayah Tuhan
kepada Mou agar dia tidak lagi bermulut besar, entah apa alasan Mou
memilih untuk seperti itu, tapi sikap ini berhasil mendapatkan hasilnya
ketika Madrid akhirnya berhasil mengalahkan Barcelona dan memimpin
klasemen di La Liga.
Tapi pertanyaannya, kenapa cara itu tidak juga berhasil ketika harus berada di zona Eropa?
Lagi-lagi Mou seperti lupa akan taktik
non-teknisnya dulu ketika awal menukangi Chelsea, ia pernah bicara bahwa
tim ada di atas segala-galanya, bahkan tim itu sendiri adalah “Tuhan”.
Ia rela berkorban demi tim (terutama untuk para pemainnya) dengan
menjadi sorotan media agar pemainnya bisa lebih berkonsentrasi di atas
lapangan. Cara ini berlanjut saat menukangi Internazionale dan tetap
dipertahankan sampai ke Madrid musim lalu.
Persoalannya, cara ini ternyata tidak mempan untuk
tim sebesar Madrid. Mau sebesar apapun reputasi Mourinho sebelumnya,
Real Madrid tetaplah Real Madrid. Klub terbaik abad 20, peraih Piala
Champions dan La Liga terbanyak, dan tim impian bagi seluruh pemain
bintang kelas satu di planet Bumi.
Sebesar apapun mulut Mourinho untuk menarik minat
media, tetap saja mulut Mou kurang lebar. Berbeda dari Chelsea yang
berkompetisi dengan cukup banyak lawan sebanding; MU, Liverpool, dan
Arsenal, yang menjadikan sorotan media ke pihak Chelsea tidak terlalu
banyak.
Masalah Mourinho di Madrid sedikit mirip seperti
saat ia menukangi Internazionale. Di Inter, Mou mendapati dirinya
terjebak pada taktik non-teknisnya sendiri. Mou dan Inter saat itu sama
sekali tidak punya lawan sebanding paska kasus calciopoli, jadi sudah
sewajarnya semua media menyorot ke Internazionale.
Di sinilah kemudian Mourinho sadar, bahwa ia tidak
bisa untuk melindungi para pemainnya lagi, karena di Italia, untuk
melindungi dirinya sendiri saja sudah susah sekali. Alhasil, sekuat
tenaga Mou memohon kepada Moratti untuk pergi. Pergi ke tim yang jauh
memiliki sorotan media jauh lebih besar lagi: REAL MADRID.
Awal berkiprah di Real Madrid, mulut Mou masih
sebesar biasanya. Dengan materi pemain kelas wahid, misi pertama Mou
sepertinya jelas: meruntuhkan dominasi Barcelona? Bukan.
Tidak sesederhana itu. Madrid ingin Mou menghancurkan tique-taqa Pep Guardiola!
Sepintas misi ini realistis, apalagi berkaca dari
keberhasilan Mou meloloskan Internazionale atas Barcelona di pentas Liga
Champions musim sebelumnya. Dengan pemain pas-pasan di Inter saja Mou
bisa, apalagi dengan pemain kelas wahid di Madrid. Namun di luar dugaan,
baru di pertemuan pertama, Madrid justru dicukur habis 0-5!
Tidak hanya itu, berkali-kali Madrid harus
menanggung malu ketika harus bertemu Barca. Hanya sekali Barca
“menghadiahi” Madrid untuk mengangkat gelar kelas dua, piala
satu-satunya musim lalu yang sayangnya malah dijatuhkan Ramos dari atas
atap bus ketika pawai (baca: Piala Raja).
Di musim pertama, Mou gerah melihat media Eropa
begitu adem ketika menyorot soal Messi dan Barcelona, tapi menjadi
begitu galak, keras, dan kritis ketika menyorot Ronaldo dan Madrid.
Lagi-lagi imbas dari mulut Mourinho juga, tapi ini tidak berlangsung
lama, dengan cepat Mou menyadari bahwa kebersamaan tim tidak bisa
dibangun hanya dengan menjadikan dirinya sebagai umpan media.
Mou sadar, ia hanya akan menjadi setitik tinta
untuk mengamankan para pemain besar Real Madrid dari sorotan media. Maka
sejak itu Mou menciptakan musuh bersama bagi pemain-pemain Madrid,
musuh ini bukan Lionel Messi dkk, tapi musuh itu bernama; ego.
Yup. Pemain-pemain Real Madrid adalah sekelompok
rekan kerja professional yang—bahkan—sampai memiliki kompetitor di dalam
tubuh tim sendiri, mereka saling bersaing untuk mendapatkan tempat
utama. Iklim tim seperti ini tentu berbanding terbalik dengan Barcelona.
Kebanyakan pemain Barca di tempa dalam kamp latihan
bersama sejak usia 7-10 tahun, ketika besar mereka menjadi sahabat,
saling mengenal satu sama lain secara personal, dan bermain seperti
menggunakan telepati. Ini bukan sesuatu yang bisa dilatih dalam tempo 1
atau 2 tahun.
Musuh Real Madrid sejatinya adalah kehebatan pemain
mereka sendiri yang harus bersaing satu sama lain untuk mendapatkan
tempat utama. Paradigma seperti ini akhirnya menguras cukup banyak
energi dan baik untuk beberapa pemain, tapi tidak untuk tim secara
keseluruhan.
Akhirnya Mourinho kembali ke dasar cara pandang sepakbola; tim adalah segalanya, tim adalah “Tuhan”!
Kaka akhirnya mulai diberi sedikit tempat, kadang
dimainkan bebarengan dengan Ozil kadang sendiri, Granero dan Lass Diara
juga tidak dilupakan, Benzema dan Higuain dimainkan bergantian, Jose
Callejon, Arbeloa, Sergio Concentrao, juga tidak luput.
Ironisnya, ketika Mourinho sempat mengalami
kemajuan pesat, Pep Guardiola malah mundur beberapa langkah. Tiki-taka
yang dulu menjadi rujukan bagi semua tim di dunia untuk bermain indah
dengan tingkat kekompakan yang tinggi, permainan sederhana
passing-gerak-passing-gerak, dan tahan bola selama mungkin.
Kesemuanya justru dirusak oleh “kartu as” permainan mereka sendiri; Lionel Messi.
Harus diakui, Messi itu semacam “tuhan” di tubuh
Barcelona. Filosofi tique-taqa sejatinya juga bicara mengenai beban
mental yang harus dibagi oleh 11 pemain, tapi ketika Messi sendirian
menjadi yang terbaik, sendirian yang mengubah keadaan, sendirian yang
menjadi penentu, maka beban ini tumpah ke pundak Messi dengan
sendirinya.
Ketika Barca kalah atau imbang, maka setiap orang akan berfikir: “Ada apa dengan Messi?”
Kepercayaan diri pemain Barca akhirnya tergantung
oleh satu pemain ini. Bahkan Pep Guardiola yang harusnya mampu membaca
hal ini dan mengantisipasinya, justru ikut larut dan mabuk oleh
kehebatan pemainnya sendiri. “Kami punya Messi,” adalah kata-kata
boomerang Guardiola sebelum bertemu dengan Chelsea.
Sialnya, Barca bertemu Chelsea yang sedang dalam
kondisi compang-camping karena adanya pergantian manajemen dan kekalahan
demi kekalahan di Liga, tapi kondisi “penuh derita” Chelsea menjadikan
mereka sebagai satu kesatuan tim. Lihat bagaimana hubungan Di Matteo
dengan para pemain senior; Drogba, Lampard, Terry, dan Petr Cech mereka
begitu kompak, saling bekerja sama, dan yang paling penting:
Menuhankan TIM!
Source : Ahmadkhadafi
Sepakbola Adalah Kesunyian Masing-Masing
Dalam dunia yang hanya bercerita soal sepakbola, tiap umat punya “Tuhan”-nya masing-masing.
Orang Argentina “beriman” pada Maradona. Brazil “menyembah” Pele. Belanda “bertawakal” pada Cruyff. Jerman “memberhalakan” Beckenbauer. Dan masih banyak lagi “Tuhan” lainnya. Kita belum menyebut Meazza untuk Italia, Bobby Charlton bagi Inggris, Puskas di Hongaria, Roger Milla untuk Kamerun, atau Ji Sung bagi rakyat Korea Selatan.
Tapi, apa yang saya sebutkan diatas adalah segelintir “Tuhan-Tuhan” yang diampu sekaligus dirawat, dipupuk sekaligus dipanen, oleh media dan industri sepakbola hingga cerita tentang mereka memanjang dalam ingatan dan terentang dalam waktu yang tak terhitung lamanya.
Pertanyaannya: siapakah “Tuhan” bagi negeri yang sepakbolanya nyaris tidak dikenal orang banyak? Atau, jika sarkasme diperbolehkan: siapakah “Tuhan” yang jika kita mendengar tanah asalnya bisa bikin kita tergelitik? Kepulauan Fiji, misalnya.
Tentu sedikit sekali yang tahu. Saya cuma pernah mengenal nama Waisale Tikoisolomoni Serevi. Ia adalah pesepakbola legendaris dari Fiji. Memenangi tujuh gelar Liga, bermain sebanyak 39 kali di rentang waktu antara 1989 sampai dengan 2003 dan mencetak 376 gol sepanjang karir.
Prestasi fenomenalnya adalah membawa Fiji menjadi juara dunia dua kali. Ini serius. Tercatat dalam sejarah dan Wikipedia. Di masanya sebagai pemain, Serevi membawa Fiji sukses merengkuh dua buah piala dunia…
…rugby.
Sungguh sulit untuk melacak arsip sepakbola di negeri yang urusan sepakbolanya tak mentereng dan tak jadi bahan perbincangan sepakbola arus industri. Harus diakui, pada level ketaktahuan kita dalam hal ini, kita terlampau asik dengan “Tuhan-Tuhan Besar”. Kita cenderung melupakan bahwa sebelum “Tuhan Langit” hadir, ada “Tuhan Tanah” yang menjadi sesembahan manusia berabad-abad lamanya.
Dalam hal ini, “Tuhan-Tuhan Besar” dalam sepakbola adalah mereka yang dikenal karena kontroversi dan prestasinya disebarluaskan oleh media. Hal ini tak pelak banyak “Tuhan” yang merasa kesepian di tempat nun jauh disana. Jauh dari hiruk pikuk perayaan dan festival warga dunia. Jauh, sangat jauh dari hingar bingar pesta pora akbar yang melibatkan ratusan juta pasang mata.
Dan karena itu benar kiranya Bono yang mengatakan bahwa “agama adalah sebuah klub”. Banyak orang berduyun-duyun memasuki klub yang dianggap paling eksklusif dan ternama untuk mencitrakan diri sebagai orang yang paling “beriman”.
Dan jika sepakbola adalah agama, disana, “Tuhan” diperlakukan sebagai alat, sebagai objek yang senantiasa dipanggul dan diarak, dihujat dan diruntuhkan. Lalu orang mengenangnya dengan nostalgia yang kecut. Tak sedikit pula yang sibuk kasak-kusuk cari “Tuhan” baru yang lebih progresif.
Ah, sepakbola dan “tuhan”. Saya jadi ingin memelintir penggalan bait puisi Chairil Anwar:
“Sepakbola adalah kesunyian masing-masing”.
Source : Goodbyepele
Orang Argentina “beriman” pada Maradona. Brazil “menyembah” Pele. Belanda “bertawakal” pada Cruyff. Jerman “memberhalakan” Beckenbauer. Dan masih banyak lagi “Tuhan” lainnya. Kita belum menyebut Meazza untuk Italia, Bobby Charlton bagi Inggris, Puskas di Hongaria, Roger Milla untuk Kamerun, atau Ji Sung bagi rakyat Korea Selatan.
Tapi, apa yang saya sebutkan diatas adalah segelintir “Tuhan-Tuhan” yang diampu sekaligus dirawat, dipupuk sekaligus dipanen, oleh media dan industri sepakbola hingga cerita tentang mereka memanjang dalam ingatan dan terentang dalam waktu yang tak terhitung lamanya.
Pertanyaannya: siapakah “Tuhan” bagi negeri yang sepakbolanya nyaris tidak dikenal orang banyak? Atau, jika sarkasme diperbolehkan: siapakah “Tuhan” yang jika kita mendengar tanah asalnya bisa bikin kita tergelitik? Kepulauan Fiji, misalnya.
Tentu sedikit sekali yang tahu. Saya cuma pernah mengenal nama Waisale Tikoisolomoni Serevi. Ia adalah pesepakbola legendaris dari Fiji. Memenangi tujuh gelar Liga, bermain sebanyak 39 kali di rentang waktu antara 1989 sampai dengan 2003 dan mencetak 376 gol sepanjang karir.
Prestasi fenomenalnya adalah membawa Fiji menjadi juara dunia dua kali. Ini serius. Tercatat dalam sejarah dan Wikipedia. Di masanya sebagai pemain, Serevi membawa Fiji sukses merengkuh dua buah piala dunia…
…rugby.
Sungguh sulit untuk melacak arsip sepakbola di negeri yang urusan sepakbolanya tak mentereng dan tak jadi bahan perbincangan sepakbola arus industri. Harus diakui, pada level ketaktahuan kita dalam hal ini, kita terlampau asik dengan “Tuhan-Tuhan Besar”. Kita cenderung melupakan bahwa sebelum “Tuhan Langit” hadir, ada “Tuhan Tanah” yang menjadi sesembahan manusia berabad-abad lamanya.
Dalam hal ini, “Tuhan-Tuhan Besar” dalam sepakbola adalah mereka yang dikenal karena kontroversi dan prestasinya disebarluaskan oleh media. Hal ini tak pelak banyak “Tuhan” yang merasa kesepian di tempat nun jauh disana. Jauh dari hiruk pikuk perayaan dan festival warga dunia. Jauh, sangat jauh dari hingar bingar pesta pora akbar yang melibatkan ratusan juta pasang mata.
Dan karena itu benar kiranya Bono yang mengatakan bahwa “agama adalah sebuah klub”. Banyak orang berduyun-duyun memasuki klub yang dianggap paling eksklusif dan ternama untuk mencitrakan diri sebagai orang yang paling “beriman”.
Dan jika sepakbola adalah agama, disana, “Tuhan” diperlakukan sebagai alat, sebagai objek yang senantiasa dipanggul dan diarak, dihujat dan diruntuhkan. Lalu orang mengenangnya dengan nostalgia yang kecut. Tak sedikit pula yang sibuk kasak-kusuk cari “Tuhan” baru yang lebih progresif.
Ah, sepakbola dan “tuhan”. Saya jadi ingin memelintir penggalan bait puisi Chairil Anwar:
“Sepakbola adalah kesunyian masing-masing”.
Source : Goodbyepele
Tragedi Itu Bernama Sepakbola
Sepak
bola adalah bukti bahwa manusia menyimpan kengerian fasis dalam dirinya
masing-masing. Sebuah permainan yang awalnya lahir sebagai sebuah
kesenangan berubah menjadi ajang pertempuran ala gladiator. Sepakbola
menemunkan jalannya sendiri sebagai pemuas nafsu purba manusia atas
dominasi.
Lihat berapa banyak manusia yang
menjadi korban dari sepak bola. Di luar dan di dalam lapangan, sepak
bola, menjadikan manusia mahluk a sosial yang memangsa manusia lain.
Menumbuhkan sikap persaingan dan dominasi. Bukan lagi fair play dan kesenangan. Sepak bola adalah apa yang kita kini biasa kita sebut tragedi kemanusiaan.
Dalam sepak bola kemenangan tidak
memiliki arti lain. Bukan lagi kesempatan bersosialisasi. Adu skil dan
juga adu strategi. Semua lebur dalam kaca mata kepentingan kemenangan.
Menang adalah saat satu tim mengalahkan tim lain dengan marjin angka
yang lebar. Juga saat tim menghalalkan segala cara, termasuk
bersekongkol dengan wasit, untuk mencapai kemenangan.
Seringkali para pendukung adalah
sekumpulan umat yang buta. Mereka menutup mata saat timnya menang dengan
cara yang kotor. Karena dalam lapangan. Sepak bola bukan lagi sebuah
ajang adu kemampuan. Sepakbola telah menjadi coloseum dimana para
gladiator bertanding untuk memuaskan keinginan kemenangan para
pendukungnya. Ia telah luluh dalam segala yang kita namai agresivitas.
Semua pendukung Liverpool dan Juventus pasti tak akan pernah melupakan Tragedi Heysel yang terjadi pada 29 Mei 1985. Di
salah satu laga Piala Champions pendukung dari masing-masing tim saling
menghina. Kebanggaan semu dan agresivitas pendukung hidup karena enggan
idola mereka diclecehkan. Beberapa saat sebelum pertandingan dimulai
pendukung Liverpool masuk ke wilayah pendukung Juventus.
Namun bukannya pertumpahan darah
karena baku pukul yang terjadi. Melainkan lemahnya dinding pembatas di
salah satu sisi stadion tersebut. Menampung ribuan orang pada satu titik
membuat penyangga dinding kehilangan kekuatan dan roboh. Harga untuk
sebuah kebanggan semu dan taklid buta itu adalah nyawa dari 39 orang dan
luka dari 600 orang lainnya.
Konon untuk mengenang kematian
yang disebabkan ego itu. Sebuah puisi karya W. H Auden berjudul “Funeral
Blues” dituliskan dalam sebuah plakat. Serta memorabilia berupa 39
lampu bersinar untuk setiap korban Heysel. Tugu peringatan ini didesain
oleh seniman Perancis Patrick Remoux. Di sini sepakbola telah kehilangan
maknanya sebagai sebuah rekreasi dan berganti menjadi arena jagal.
Sepakbola mengalami komodifikasi dari sebuah proses mengisi Leisure Time menjadi tuntutan untuk pemenuhan premordial pride.
Padalah dalam banyak narasi sepakbola adalah insureksi. Ia menjadi
sarana perlawanan bagi yang liyan untuk melawan para tiran. Kisah para pejuang Basque dan Catalan, melawan despot Franco melalui madrid. Di lapangan bola tidak ada pemain yang bersih dari lumpur, termasuk juga para pemiliknya.
Semua diehard Barcelona
pasti akan mengingat pertandingan melawan Real Madrid 1943. dimana saat
itu mereka harus menyerah kalah dengan kedudukan 11-1. Semua karena
perintah Franco yang merasa kalah karena pada laga semifinal semifinal
sebelumnya di Copa del Generalisimo (kini disebut Copa del Rey)
Barca menang 3-0. Franco tentu marah karena harus dikalahkan oleh tim
yang dianggap ”pengganggu stabilitas Spanyol”.
Jelang pertandingan leg kedua,
seorang pejabat intelejen keamanan Spanyol memperingatkan para pemain
Catalan. Bahwa mereka masih bisa hidup dan bermain bola tidak lain
karena sikap dermawan Franco. ”Maka tahu dirilah kalian,” kira kira
seperti itu yang ingin dikatakan oleh Franco. Hasilnya? Tim Madrid
memimpin 8-0 pada paruh pertama untuk kemudian mempercundangi Barcelona dengan hasil 11-1 luka selama enam dekade itu masih belum lunas terbayar hingga saat ini.
Para penonton (atau katakan
maniak bola) modern terlanjur disuguhi oleh permainan yang terukur,
diprediksi, diramu dan diolah dengan teknologi dan pengetahuan modern.
Tidak ada lagi kejutan dalam sepak bola. Karena semua telah diprediksi
dan diukur melalui variabel-variabel bernama transfer, pelatih, modal
dan juga wasit. Seringkali kita sudah terlanjur tutup mata pada hal-hal
yang demikian.
Pendukung (atau fans) klub adalah
sekumpulan naif yang tutup mata demi kemenangan. Mereka adalah para
serigala yang haus gelar dan dominasi. Tidak ada lagi yang bernama
kemenangan yang terhormat. Permainan yang baik. Atau pun proses yang
total. Kemenangan adalah harga mutlak eksistensi seorang pemain dan
seorang pelatih.
Gambaran sempurna para fans
adalah umat Musa dibawah bukit Sinai seusai menyeberang dari Mesri.
Sekumpulan mahluk manja yang ingin selalu dipuaskan, dimanjakan dan
diberikan kemudahan. Menuntut para pemain, pelatih, dan pemilik klub
untuk selalu menang. Selalu memperoleh gelar dan akhirnya selalu
mendominasi.
Tuntutan akan kemenangan itulah
yang akhirnya menyingkirkan para pecundang dari panggung dunia. Mereka
sekedar menjadi remah dan penggembira dalam setiap laga. Menjadi sekedar
”pengisi agar sebuah liga tidak berisi tim pemenang yang itu-itu
saja,”. Seolah menggenapi diktum George Orwell. Siapapun penguasa saat
ini akan menguasai sejarah masa lampau dan masa depan.
Kita tentu masih ingat pemain
kolombia yang harus meregang nyawa karena kalah pada sebuah pertandingan
piala dunia. Dengan dingin Andreas Escobar dibunuh dengan keji karena
mencetak gol bunuh diri yang membuat timnya kalah. Juga cerita dimana
tim sepak bola Korea Utara harus turun menjadi buruh seusai menjadi
bintang di pentas dunia.
Sepak bola kini diukur dari
seberapa banyak tropi yang dimenangkan sebuah klub. Diukur dari seberapa
banyak gelar yang ia menangkan dalam liga. Bukan lagi mengukur dari
seberapa indahnya pertandingan yang digelar. Sebuah pertandingan yang
buruk tetap akan menjadi legenda jika hal itu melahirkan pemenang.
Sebenarnya apa artinya menjadi
seorang pendukung klub sepakbola? Kita menonton keindahan dalam
pertandingan. Atau menuntut hasil kemenangan tanpa cela? Apakah sebuah
gelar lebih penting dari totalitas bertanding di lapangan? Atau menjadi
lebih hina karena dalam satu putaran musim klub tak memenangkan gelar
apapun. Pelan-pelan pendukung telah menjadi seorang kanibal yang
menuntut klubnya terus dominan.
Untuk itu nihilisme
dalam sepakbola adalah sebuah keniscayaan. Sepakbola harus ditempatkan
sebagai sebuah dagelan yang lakon, tokoh, gerak dan narasinya telah
diprediksi. Mereka yang mempercayai masih ada ketulusan dalam lapangan
adalah seorang yang benar-benar naif (atau tolol?). Dalam setiap
pertandingan, pertaruhan merupakan efek apa boleh buat.
Mereka yang meyakini ada tuhan
dilapangan adalah para manusia naif yang perlu ditampar untuk diberi
kesadaran. Maradona menjadi tuhan karena ia menentukan kemenangan
Argentina dengan insting dan kemampuannya sendiri. Ia bukan santo soleh yang selalu membaca doa novena setiap malam. Malah si jugador bola ini adalah Beelzebub si rakus narkotika.
Tuhan
telah tamat nasibnya saat peluit babak pertama sebuah pertandingan bola
dimulai. Di situ seorang mafia judi bisa mengatur irama pertandingan
dengan todongan pistol. Seorang pemilik klub bisa menyogok dengan
tumpukan uang untuk meengendalikan ritme pertandingan. Mereka yang masih
meyakini sebuah pertandingan bebas dari kepentingan. Adalah
sebenar-benarnya manusia naif yang perlu diberi petasan untuk bisa
sadar.
Source : Amandhani
Kamis, 24 Mei 2012
Kenangan Masa Lalu – Lembayung Bali
Rasanya tak pernah bosan mendengarkan lagu ini. Lagu yang sempat populer pada masa aku SMP dulu seakan tak pernah ada matinya. Nada merdu yang dibawakan oleh Saras Dewi ini memberikan aku energi untuk terbang melintas ruang dan waktu sesuka hatiku. Melihat kembali diriku yang berbaring di kasur mendengarkan radio pagi sambil menikmati udara pagi selepas subuh. Menyapa alam dan mereguk kesegaran udara pagi di kampungku kala itu. Sungguh tak pernah terlupakan.
Teman-teman memang orang terdekat yang dapat memberikan inspirasi kehidupan. Senyumannya seakan memberikan suntikan semangat tuk jalani hari-hari yang berat penuh ujian. Mendengarkan celotehannya dapat menerbitkan bahagia yang sempat tenggelam dalam aktivitas hidup ini. Perpisahan pun adalah suatu janji untuk bertemu lain kali.
Seakan tak ingin menafikan masa-masa itu, aku coba hadirkan kembali catatan perjalanan indah hidup kita yang terhimpun dalam sajak lagu “Lembayung Bali”.
Kita tak tahu, sebanyak apa waktu yang kita miliki saat ini. Berbuatlah sebaik dan semaksimal mungkin tuk mengukir tinta emas prestasi kehidupan, entah itu terkait dengan persahabatan, belajar, pekerjaan, lingkungan dan lainnya. Kelak, kerja-kerja itu yang akan membuat kita tersenyum dan bangga karena telah mengukirnya dengan begitu indah. Dan sebaik-baik saat untuk mengenang masa-masa indah itu adalah saat kita di surga Allah nanti.. Allahumma amin..
Source : Darisahabat
Mengertilah
Mengertilah kalau kamu begitu berarti bagiku.
Mengertilah kalau ini bukan tentang aku tapi tentang kita.
Mengertilah untuk tidak terus menerus berpikir untuk berakhir hanya karena beragam persoalan kecil.
Mengertilah tentang rasa mempertahankan layaknya perjuangan yang pernah kamu rasakan ketika memulai ini.
Mengertilah karena kelak takutnya aku tak sanggup lagi menahan tanganmu ketika kamu ingin pergi.
Lalu kita menyesal.
Mengertilah kalau ini bukan tentang aku tapi tentang kita.
Mengertilah untuk tidak terus menerus berpikir untuk berakhir hanya karena beragam persoalan kecil.
Mengertilah tentang rasa mempertahankan layaknya perjuangan yang pernah kamu rasakan ketika memulai ini.
Mengertilah karena kelak takutnya aku tak sanggup lagi menahan tanganmu ketika kamu ingin pergi.
Lalu kita menyesal.
Tetaplah Tersenyum, Allah akan selalu memberikan yang terbaik untuk Kita.
Bila kondisi hari ini masih seperti kemarin di mana harapan belum
menjelma menjadi nyata. Tetaplah tersenyum. Bukan berarti Allah
mengabaikan doa-doa kita. Kita tahu, Allah adalah Dzat Yang Maha
Mengabulkan doa-doa hamba-Nya.
“Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku akan mengabulkannya…” (QS Al mu’min:60). Tak ada yang dapat meragukan janji-Nya. Doa kepada-Nya ibarat sebuah investasi. Tak akan pernah membuat investornya merugi. Karena penjaminnya adalah Dzat Yang Maha Pemurah, Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Dzat Yang Maha Welas Asih itu, tak akan pernah ingkar janji. Tidak akan sia-sia munajat yang kita mohonkan pada-Nya, baik di waktu siang apalagi di sepertiga malam. Ketika lebih banyak makhluk-Nya pulas, dalam dekapan dinginnya malam dan hangatnya selimut tebal. Bila belum ada perubahan berarti tentang rencana-rencana kita, tetaplah tersenyum. Allah lebih mengetahui apa-apa yang baik untuk kita. Yakinlah, bahwa: “Sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah pasti akan datang, maka janganlah kalian minta untuk disegerakan.” (QS An Nahl:1). Allah Maha Mengetahui kapan sesuatu pas untuk kita, baik dalam sisi timing maupun momentnya. Allah, Pencipta alam raya ini, adalah sutradara hebat, yang tidak akan membiarkan kita terpuruk dalam keburukan. Selama kita yakin akan kekuasaan-Nya, yakin akan kasih sayang-Nya. Jika semua serasa mandeg, tak ada kemajuan berarti. Tetaplah juga tersenyum. Allah punya cara sendiri untuk membuat kita senantiasa dekat dengan-Nya. Mungkin, semua ini dibuat-Nya untuk kita agar kita senantiasa hanyut dalam sujud-sujud panjang di penghujung malam. Senantiasa larut dalam tangis penuh harap, dalam buaian doa-doa panjang nan khuyuk. Semua tak akan tersia-sia begitu saja. Allah, mencatat setiap upaya yang kita lakukan dan doa yang kita panjatkan. Segala sesuatu yang kita perbuat, sekecil apa pun itu, akan menuai balasan di sisi-Nya kelak. Niatkan semuanya hanya untuk meraih ridha-Nya, agar perjuangan hebat ini tak hanya bermakna sementara. InsyaAllah kita akan memetik buahnya kelak, di waktu yang telah Ia tentukan. Dunia ini fana. Tak ada yang kekal didalamnya. Pun perjuangan ini, pengorbanan ini, juga kesulitan ini. InsyaAllah, suatu hari nanti, harapan akan berbuah kebahagiaan. Akan menjelma menjadi kemudahan. Karena, sekali lagi, Allah telah menjamin: “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS Al Insyirah: 5-6) “Allah pasti akan memberikan kemenangan atau mengadakan keputusan yang lain dari sisi-Nya.” (QS Al Maidah:52) Tetaplah berbaik sangka kepada-Nya. Tetaplah berharap sepenuh hati kepada-Nya. Tetaplah gantungkan asa setinggi apa pun itu, hanya kepada-Nya. Sekali lagi, hanya kepada-Nya. “Sesungguhnya, rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al A’raf: 56) “…Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS Yusuf: 87). Dan, jika akhirnya harapan tidak menjelma seperti yang kita idamkan, tetaplah terus berbaik sangka kepada Tuhan Yang Maha Mengetahui. Karena, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS Al Baqarah: 216). Teruslah berjuang. Demi sebuah azzam yang dipancangkan untuk meraih ridho Ilahi Robbi. Wallohua’lam bishshowwab. (Special for my soulmate: Go a head and keep smiling! For good times and bad times I’ll be to step behind you forever-more. InsyaAllah…) |
Rabu, 23 Mei 2012
Agar Tetap Berpikiran Positif
Aktivitas
atau kesibukan yang kita lakukan setiap hari kadang mebuat kita pening
dan stres, saking sibuknya sehingga kita lupa untuk selalu menjaga
pikiran kita dalam lingkupan hal-hal yang positif. Hal positif yang
membuat kita untuk tetap bersemangat dalam menjalani kehidupan
sehari-hari. Dengan selalu tetap menjaga pikiran kita tetap positif,
maka kita perlu memberikan langkah-langkah untuk kita sendiri.
- Berusahalah untuk mengerakkan tubuh dengan cara mendengarkan lagu kesayangan.
Jika sobat sedang stres atau kecapean dalam kerja setiap hari, putarlah
musik yang membuat sobat melupakan hal negatif untuk sementara waktu.
Dengan melakukan hal ini, setidaknya sobat sudah berusaha untuk tetap
tenang dan tidak terlalu di ambil pusing.
-Berdiam diri.
Cobalah untuk melakukan hal yang mebuat sobat tenang, dengan cara
mengalihkan pikiran negatif ke positif, cari tempat untuk bersantai
sejenak dan pikirkan hal-hal yang menyenangkan, lihat laut yang luas
sebagai ciptaan tuhan atau bayangkan orang yang sobat sayangi agar sobat
tetap semangat.
-Menyemangati diri sendiri.
Coba sobat lakukan kata-kata semangat pada diri sendiri. Bilang pada
diri sendiri hidup ini sangat nikmat dan memang harus di nikmati, atau
bilang pada diri sendiri saya sangat bersyukur atas hidup ini thanks
God.
-Jaga Kesehatan.
Orang sehat biasanya pikirannya enjoy dan tidak terlalu banyak beban
pikiran, tetap sobat lakukan perbaikan diri dengan selalu menjaga
kesehatan. Terutama di larang keras untuk merokok, selain buang-buang
duit dan merugikan orang lain dan juga tambah stres diri sobat karena
ketergantungan yang susah untuk dilepaskan dari barang ini. Maka sekali
lagi kesehatan itu penting untuk tetap berpikiran positif.
-Tersenyumlah.
Tak ada yang perlu sobat risaukan , teruslah untuk tetap tersenyum
karena dengan tersenyum dapat mencairkan duka nestapa, walau berat bagi
sobat untuk tersenyum, tapi dengan tersenyum menunjukkan ketangguhan
sobat dalam menerima atau menjalani aktivitas kehidupan ini.
Source : Kehidupanku
Stay Hungry, Stay Foolish.
Ketika saya berumur 17, saya membaca ungkapan yang
kurang lebih berbunyi: “Bila kamu menjalani hidup seolah-olah hari itu
adalah hari terakhirmu, maka suatu hari kamu akan benar.” Ungkapan itu
membekas dalam diri saya, dan semenjak saat itu, selama 33 tahun
terakhir, saya selalu melihat ke cermin setiap pagi dan bertanya kepada
diri sendiri: “Bila ini adalah hari terakhir saya, apakah saya tetap
melakukan apa yang akan saya lakukan hari ini?” Bila jawabannya selalu
“tidak” dalam beberapa hari berturut-turut, saya tahu saya
harus berubah.
Naskah pidato Steve Jobs, CEO Apple Computer dan Studio Animasi Pixar, dalam acara pelepasan mahasiswa Stanford, 12 Juni 2005.
Saya diberi kehormatan untuk bersama kalian di hari pertama di salah satu universitas terbaik di dunia. Saya tidak pernah lulus kuliah. Bahkan sesungguhnya inilah saat terdekat saya terlibat dalam upacara wisuda. Hari ini saya ingin berbagi tiga cerita dalam kehidupan saya. Hanya itu, tidak lebih. Hanya tiga cerita.
Cerita pertama adalah mengenai Rangkaian Titik-titik.
Kisahnya dimulai sebelum saya lahir. Ibu kandung saya adalah mahasiswi belia yang hamil karena “kecelakaan” dan memberikan saya kepada seseorang untuk diadopsi. Dia bertekad bahwa saya harus
diadopsi oleh keluarga sarjana, maka saya pun diperjanjikan untuk dipungut anak semenjak lahir oleh seorang pengacara dan istrinya.
Sialnya, begitu saya lahir, tiba-tiba mereka berubah pikiran karena ingin bayi perempuan. Maka orang tua saya sekarang, yang ada di daftar urut berikutnya, mendapatkan telepon larut malam dari seseorang: “kami punya bayi laki-laki yang batal dipungut; apakah Anda berminat? Mereka menjawab: “Tentu saja.”
Ibu kandung saya lalu mengetahui bahwa ibu angkat saya tidak pernah lulus kuliah dan ayah angkat saya bahkan tidak tamat SMA. Dia menolak menandatangani perjanjian adopsi. Sikapnya baru melunak beberapa bulan kemudian, setelah orang tua saya berjanji akan menyekolahkan saya sampai perguruan tinggi.
Dan, 17 tahun kemudian saya betul-betul kuliah. Namun, dengan naifnya saya memilih universitas yang hampir sama mahalnya dengan Stanford, sehingga seluruh tabungan orang tua saya- yang hanya pegawai rendahan habis untuk biaya kuliah. Setelah enam bulan, saya tidak melihat manfaatnya. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan dalam hidup saya dan bagaimana kuliah akan membantu saya menemukannya. Saya sudah menghabiskan seluruh tabungan yang dikumpulkan orang tua saya seumur hidup mereka. Maka, saya pun memutuskan berhenti kuliah, yakin bahwa itu yang terbaik. Saat itu rasanya menakutkan, namun sekarang saya menganggapnya sebagai keputusan terbaik yang pernah saya ambil.
Begitu DO, saya langsung berhenti mengambil kelas wajib yang tidak saya minati dan mulai mengikuti perkuliahan yang saya sukai. Masa-masa itu tidak selalu menyenangkan. Saya tidak punya kamar kos
sehingga menumpang tidur di lantai kamar teman-teman saya. Saya mengembalikan botol Coca-Cola agar dapat pengembalian 5 sen untuk membeli makanan. Saya berjalan 7 mil melintasi kota setiap Minggu
malam untuk mendapat makanan enak di biara Hare Krishna. Saya menikmatinya. Dan banyak yang saya temui saat itu karena mengikuti rasa ingin tahu dan intuisi, ternyata kemudian sangat berharga. Saya
beri Anda satu contoh: Reed College mungkin waktu itu adalah yang terbaik di AS dalam hal kaligrafi. Di seluruh penjuru kampus, setiap poster, label, dan petunjuk ditulis tangan dengan sangat indahnya.
Karena sudah DO, saya tidak harus mengikuti perkuliahan normal. Saya memutuskan mengikuti kelas kaligrafi guna mempelajarinya. Saya belajar jenis-jenis huruf serif dan san serif, membuat variasi spasi
antar kombinasi kata dan kiat membuat tipografi yang hebat. Semua itu merupakan kombinasi cita rasa keindahan, sejarah dan seni yang tidak dapat ditangkap melalui sains. Sangat menakjubkan.
Saat itu sama sekali tidak terlihat manfaat kaligrafi bagi kehidupan saya. Namun sepuluh tahun kemudian, ketika kami mendisain komputer Macintosh yang pertama, ilmu itu sangat bermanfaat. Mac adalah komputer pertama yang bertipografi cantik. Seandainya saya tidak DO dan mengambil kelas kaligrafi, Mac tidak akan memiliki sedemikian banyak huruf yang beragam bentuk dan proporsinya. Dan karena Windows
menjiplak Mac, maka tidak ada PC yang seperti itu. Andaikata saya tidak DO, saya tidak berkesempatan mengambil kelas kaligrafi, dan PC tidak memiliki tipografi yang indah. Tentu saja, tidak mungkin
merangkai cerita seperti itu sewaktu saya masih kuliah. Namun, sepuluh tahun kemudian segala sesuatunya menjadi gamblang.
*Sekali lagi, Anda tidak akan dapat merangkai titik dengan melihat ke depan; Anda hanya bisa melakukannya dengan merenung ke belakang*. Jadi, Anda harus percaya bahwa titik-titik Anda bagaimana pun akan terangkai di masa mendatang. Anda harus percaya dengan intuisi, takdir, jalan hidup, karma Anda, atau apapun istilah lainnya. Pendekatan ini efektif dan membuat banyak perbedaan dalam kehidupan
saya.
Cerita Kedua saya adalah mengenai Cinta dan Kehilangan.
Saya beruntung karena tahu apa yang saya sukai sejak masih muda. Woz dan saya mengawali Apple di garasi orang tua saya ketika saya berumur 20 tahun. Kami bekerja keras dan dalam 10 tahun Apple berkembang dari hanya kami berdua menjadi perusahaan 2 milyar dolar dengan 4000 karyawan. Kami baru meluncurkan produk terbaik kami -Macintosh- satu tahun sebelumnya, dan saya baru menginjak usia 30. Dan saya dipecat.
Bagaimana mungkin Anda dipecat oleh perusahaan yang Anda dirikan? Yah, itulah yang terjadi. Seiring pertumbuhan Apple, kami merekrut orang yang saya pikir sangat berkompeten untuk menjalankan perusahaan bersama saya. Dalam satu tahun pertama,semua berjalan lancar. Namun, kemudian muncul perbedaan dalam visi kami mengenai masa depan dan kami sulit disatukan. Komisaris ternyata berpihak padanya.
Demikianlah, di usia 30 saya tertendang. Beritanya ada di mana-mana. Apa yang menjadi fokus sepanjang masa dewasa saya, tiba-tiba sirna. Sungguh menyakitkan.
Dalam beberapa bulan kemudian, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya merasa telah mengecewakan banyak wirausahawan generasi sebelumnya, saya gagal mengambil kesempatan. Saya bertemu dengan David Packard dan Bob Noyce dan meminta maaf atas keterpurukan saya.
Saya menjadi tokoh publik yang gagal, dan bahkan berpikir untuk lari dari Silicon Valley . Namun, sedikit demi sedikit semangat timbul kembali, saya masih menyukai pekerjaan saya. Apa yang terjadi di Apple sedikit pun tidak mengubah saya. Saya telah ditolak, namun saya tetap cinta. Maka, saya putuskan untuk mulai lagi dari awal.
Waktu itu saya tidak melihatnya, namun belakangan baru saya sadari bahwa dipecat dari Apple adalah kejadian terbaik yang menimpa saya. Beban berat sebagai orang sukses tergantikan oleh keleluasaan sebagai pemula, segala sesuatunya lebih tidak jelas. Hal itu mengantarkan saya pada periode paling kreatif dalam hidup saya.
Dalam lima tahun berikutnya, saya mendirikan perusahaan bernama NeXT, lalu Pixar, dan jatuh cinta dengan wanita istimewa yang kemudian menjadi istri saya. Pixar bertumbuh menjadi perusahaan yang menciptakan film animasi komputer pertama, Toy Story, dan sekarang merupakan studio animasi paling sukses di dunia. Melalui rangkaian peristiwa yang menakjubkan, Apple membeli NeXT, dan saya kembali lagi ke Apple, dan teknologi yang kami kembangkan di NeXT menjadi jantung bagi kebangkitan kembali Apple. Dan, Laurene dan saya memiliki keluarga yang luar biasa.
Saya yakin takdir di atas tidak terjadi bila saya tidak dipecat dari Apple. Obatnya memang pahit, namun sebagai pasien saya memerlukannya. *Kadangkala kehidupan menimpakan batu ke kepala Anda. Jangan
kehilangan kepercayaan. Saya yakin bahwa satu-satunya yang membuat saya terus berusaha adalah karena saya menyukai apa yang saya lakukan. Anda harus menemukan apa yang Anda sukai. Itu berlaku baik untuk pekerjaan maupun pasangan hidup Anda. *Pekerjaan Anda akan menghabiskan sebagian besar hidup Anda, dan kepuasan sejati hanya dapat diraih dengan mengerjakan sesuatu yang hebat. Dan Anda hanya bisa hebat bila mengerjakan apa yang Anda sukai. Bila Anda belum menemukannya, teruslah mencari. Jangan menyerah. Hati Anda akan mengatakan bila Anda telah menemukannya. Sebagaimana halnya dengan
hubungan hebat lainnya, semakin lama- semakin mesra Anda dengannya. Jadi, teruslah mencari sampai ketemu. Jangan berhenti.
Cerita Ketiga adalah mengenai Kematian
Ketika saya berumur 17, saya membaca ungkapan yang kurang lebih berbunyi: “Bila kamu menjalani hidup seolah-olah hari itu adalah hari terakhirmu, maka suatu hari kamu akan benar.” Ungkapan itu membekas
dalam diri saya, dan semenjak saat itu, selama 33 tahun terakhir, saya selalu melihat ke cermin setiap pagi dan bertanya kepada diri sendiri: “Bila ini adalah hari terakhir saya, apakah saya tetap melakukan apa yang akan saya lakukan hari ini?” Bila jawabannya selalu “tidak” dalam beberapa hari berturut-turut, saya tahu saya harus berubah.
Mengingat bahwa saya akan segera mati adalah kiat penting yang saya temukan untuk membantu membuat keputusan besar. Karena hampir segala sesuatu-semua harapan eksternal, kebanggaan, takut, malu atau gagal-tidak lagi bermanfaat saat menghadapi kematian. Hanya yang hakiki yang tetap ada. Mengingat kematian adalah cara terbaik yang saya tahu untuk menghindari jebakan berpikir bahwa Anda akan kehilangan sesuatu. Anda tidak memiliki apa-apa. Sama sekali tidak ada alasan untuk tidak mengikuti kata hati Anda.
Sekitar setahun yang lalu saya didiagnosis mengidap kanker. Saya menjalani scan pukul 7:30 pagi dan hasilnya jelas menunjukkan saya memiliki tumor pankreas. Saya bahkan tidak tahu apa itu pankreas.
Para dokter mengatakan kepada saya bahwa hampir pasti jenisnya adalah yang tidak dapat diobati. Harapan hidup saya tidak lebih dari 3-6 bulan. Dokter menyarankan saya pulang ke rumah dan membereskan segala
sesuatunya, yang merupakan sinyal dokter agar saya bersiap mati. Artinya, Anda harus menyampaikan kepada anak Anda dalam beberapa menit segala hal yang Anda rencanakan dalam sepuluh tahun mendatang. Artinya, memastikan bahwa segalanya diatur agar mudah bagi keluarga Anda. Artinya, Anda harus mengucapkan selamat tinggal.
Sepanjang hari itu saya menjalani hidup berdasarkan diagnosis tersebut. Malam harinya, mereka memasukkan endoskopi ke tenggorokan, lalu ke perut dan lambung, memasukkan jarum ke pankreas saya dan mengambil beberapa sel tumor. Saya dibius, namun istri saya, yang ada di sana , mengatakan bahwa ketika melihat selnya di bawah mikroskop, para dokter menangis mengetahui bahwa jenisnya adalah kanker pankreas yang sangat jarang, namun bisa diatasi dengan operasi. Saya dioperasi dan sehat sampai sekarang.
Itu adalah rekor terdekat saya dengan kematian dan berharap terus begitu hingga beberapa dekade lagi. Setelah melalui pengalaman tersebut, sekarang saya bisa katakan dengan yakin kepada Anda bahwa menurut konsep pikiran, kematian adalah hal yang berguna:
Tidak ada orang yang ingin mati. Bahkan orang yang ingin masuk surga pun tidak ingin mati dulu untuk mencapainya. Namun, kematian pasti menghampiri kita. Tidak ada yang bisa mengelak. Dan, memang harus
demikian, karena kematian adalah buah terbaik dari kehidupan. Kematian membuat hidup berputar. Dengannya maka yang tua menyingkir untuk digantikan yang muda. Maaf bila terlalu dramatis menyampaikannya, namun memang begitu.
Waktu Anda terbatas, jadi jangan sia-siakan dengan menjalani hidup orang lain. Jangan terperangkap dengan dogma-yaitu hidup bersandar pada hasil pemikiran orang lain. Jangan biarkan omongan orang
menulikan Anda sehingga tidak mendengar kata hati Anda. Dan yang terpenting, miliki keberanian untuk mengikuti kata hati dan intuisi Anda, maka Anda pun akan sampai pada apa yang Anda inginkan. Semua
hal lainnya hanya nomor dua.
Ketika saya masih muda, ada satu penerbitan hebat yang bernama “The Whole Earth Catalog”, yang menjadi salah satu buku pintar generasi saya. Buku itu diciptakan oleh seorang bernama Stewart Brand yang
tinggal tidak jauh dari sini di Menlo Park , dan dia membuatnya sedemikian menarik dengan sentuhan puitisnya. Waktu itu akhir 1960-an, sebelum era komputer dan desktop publishing, jadi semuanya dibuat
dengan mesin tik, gunting, dan kamera polaroid. Mungkin seperti Google dalam bentuk kertas, 35 tahun sebelum kelahiran Google: isinya padat dengan tips-tips ideal dan ungkapan-ungkapan hebat. Stewart dan
timnya sempat menerbitkan beberapa edisi “The Whole Earth Catalog”, dan ketika mencapai titik ajalnya, mereka membuat edisi terakhir.
Saat itu pertengahan 1970-an dan saya masih seusia Anda. Di sampul belakang edisi terakhir itu ada satu foto jalan pedesaan di pagi hari, jenis yang mungkin Anda lalui jika suka bertualang. Di bawahnya ada kata-kata: “*Stay Hungry. Stay Foolish.*” (Tetaplah Lapar. Selalu Merasa Bodoh). Itulah pesan perpisahan yang dibubuhi tanda tangan mereka. Stay Hungry. Stay Foolish. Saya selalu mengharapkan diri saya
begitu. Dan sekarang, karena Anda akan lulus untuk memulai kehidupan baru, saya harapkan Anda juga begitu.
Source : Steve Jobs (CEO Apple Computer)
harus berubah.
Naskah pidato Steve Jobs, CEO Apple Computer dan Studio Animasi Pixar, dalam acara pelepasan mahasiswa Stanford, 12 Juni 2005.
Saya diberi kehormatan untuk bersama kalian di hari pertama di salah satu universitas terbaik di dunia. Saya tidak pernah lulus kuliah. Bahkan sesungguhnya inilah saat terdekat saya terlibat dalam upacara wisuda. Hari ini saya ingin berbagi tiga cerita dalam kehidupan saya. Hanya itu, tidak lebih. Hanya tiga cerita.
Cerita pertama adalah mengenai Rangkaian Titik-titik.
Kisahnya dimulai sebelum saya lahir. Ibu kandung saya adalah mahasiswi belia yang hamil karena “kecelakaan” dan memberikan saya kepada seseorang untuk diadopsi. Dia bertekad bahwa saya harus
diadopsi oleh keluarga sarjana, maka saya pun diperjanjikan untuk dipungut anak semenjak lahir oleh seorang pengacara dan istrinya.
Sialnya, begitu saya lahir, tiba-tiba mereka berubah pikiran karena ingin bayi perempuan. Maka orang tua saya sekarang, yang ada di daftar urut berikutnya, mendapatkan telepon larut malam dari seseorang: “kami punya bayi laki-laki yang batal dipungut; apakah Anda berminat? Mereka menjawab: “Tentu saja.”
Ibu kandung saya lalu mengetahui bahwa ibu angkat saya tidak pernah lulus kuliah dan ayah angkat saya bahkan tidak tamat SMA. Dia menolak menandatangani perjanjian adopsi. Sikapnya baru melunak beberapa bulan kemudian, setelah orang tua saya berjanji akan menyekolahkan saya sampai perguruan tinggi.
Dan, 17 tahun kemudian saya betul-betul kuliah. Namun, dengan naifnya saya memilih universitas yang hampir sama mahalnya dengan Stanford, sehingga seluruh tabungan orang tua saya- yang hanya pegawai rendahan habis untuk biaya kuliah. Setelah enam bulan, saya tidak melihat manfaatnya. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan dalam hidup saya dan bagaimana kuliah akan membantu saya menemukannya. Saya sudah menghabiskan seluruh tabungan yang dikumpulkan orang tua saya seumur hidup mereka. Maka, saya pun memutuskan berhenti kuliah, yakin bahwa itu yang terbaik. Saat itu rasanya menakutkan, namun sekarang saya menganggapnya sebagai keputusan terbaik yang pernah saya ambil.
Begitu DO, saya langsung berhenti mengambil kelas wajib yang tidak saya minati dan mulai mengikuti perkuliahan yang saya sukai. Masa-masa itu tidak selalu menyenangkan. Saya tidak punya kamar kos
sehingga menumpang tidur di lantai kamar teman-teman saya. Saya mengembalikan botol Coca-Cola agar dapat pengembalian 5 sen untuk membeli makanan. Saya berjalan 7 mil melintasi kota setiap Minggu
malam untuk mendapat makanan enak di biara Hare Krishna. Saya menikmatinya. Dan banyak yang saya temui saat itu karena mengikuti rasa ingin tahu dan intuisi, ternyata kemudian sangat berharga. Saya
beri Anda satu contoh: Reed College mungkin waktu itu adalah yang terbaik di AS dalam hal kaligrafi. Di seluruh penjuru kampus, setiap poster, label, dan petunjuk ditulis tangan dengan sangat indahnya.
Karena sudah DO, saya tidak harus mengikuti perkuliahan normal. Saya memutuskan mengikuti kelas kaligrafi guna mempelajarinya. Saya belajar jenis-jenis huruf serif dan san serif, membuat variasi spasi
antar kombinasi kata dan kiat membuat tipografi yang hebat. Semua itu merupakan kombinasi cita rasa keindahan, sejarah dan seni yang tidak dapat ditangkap melalui sains. Sangat menakjubkan.
Saat itu sama sekali tidak terlihat manfaat kaligrafi bagi kehidupan saya. Namun sepuluh tahun kemudian, ketika kami mendisain komputer Macintosh yang pertama, ilmu itu sangat bermanfaat. Mac adalah komputer pertama yang bertipografi cantik. Seandainya saya tidak DO dan mengambil kelas kaligrafi, Mac tidak akan memiliki sedemikian banyak huruf yang beragam bentuk dan proporsinya. Dan karena Windows
menjiplak Mac, maka tidak ada PC yang seperti itu. Andaikata saya tidak DO, saya tidak berkesempatan mengambil kelas kaligrafi, dan PC tidak memiliki tipografi yang indah. Tentu saja, tidak mungkin
merangkai cerita seperti itu sewaktu saya masih kuliah. Namun, sepuluh tahun kemudian segala sesuatunya menjadi gamblang.
*Sekali lagi, Anda tidak akan dapat merangkai titik dengan melihat ke depan; Anda hanya bisa melakukannya dengan merenung ke belakang*. Jadi, Anda harus percaya bahwa titik-titik Anda bagaimana pun akan terangkai di masa mendatang. Anda harus percaya dengan intuisi, takdir, jalan hidup, karma Anda, atau apapun istilah lainnya. Pendekatan ini efektif dan membuat banyak perbedaan dalam kehidupan
saya.
Cerita Kedua saya adalah mengenai Cinta dan Kehilangan.
Saya beruntung karena tahu apa yang saya sukai sejak masih muda. Woz dan saya mengawali Apple di garasi orang tua saya ketika saya berumur 20 tahun. Kami bekerja keras dan dalam 10 tahun Apple berkembang dari hanya kami berdua menjadi perusahaan 2 milyar dolar dengan 4000 karyawan. Kami baru meluncurkan produk terbaik kami -Macintosh- satu tahun sebelumnya, dan saya baru menginjak usia 30. Dan saya dipecat.
Bagaimana mungkin Anda dipecat oleh perusahaan yang Anda dirikan? Yah, itulah yang terjadi. Seiring pertumbuhan Apple, kami merekrut orang yang saya pikir sangat berkompeten untuk menjalankan perusahaan bersama saya. Dalam satu tahun pertama,semua berjalan lancar. Namun, kemudian muncul perbedaan dalam visi kami mengenai masa depan dan kami sulit disatukan. Komisaris ternyata berpihak padanya.
Demikianlah, di usia 30 saya tertendang. Beritanya ada di mana-mana. Apa yang menjadi fokus sepanjang masa dewasa saya, tiba-tiba sirna. Sungguh menyakitkan.
Dalam beberapa bulan kemudian, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Saya merasa telah mengecewakan banyak wirausahawan generasi sebelumnya, saya gagal mengambil kesempatan. Saya bertemu dengan David Packard dan Bob Noyce dan meminta maaf atas keterpurukan saya.
Saya menjadi tokoh publik yang gagal, dan bahkan berpikir untuk lari dari Silicon Valley . Namun, sedikit demi sedikit semangat timbul kembali, saya masih menyukai pekerjaan saya. Apa yang terjadi di Apple sedikit pun tidak mengubah saya. Saya telah ditolak, namun saya tetap cinta. Maka, saya putuskan untuk mulai lagi dari awal.
Waktu itu saya tidak melihatnya, namun belakangan baru saya sadari bahwa dipecat dari Apple adalah kejadian terbaik yang menimpa saya. Beban berat sebagai orang sukses tergantikan oleh keleluasaan sebagai pemula, segala sesuatunya lebih tidak jelas. Hal itu mengantarkan saya pada periode paling kreatif dalam hidup saya.
Dalam lima tahun berikutnya, saya mendirikan perusahaan bernama NeXT, lalu Pixar, dan jatuh cinta dengan wanita istimewa yang kemudian menjadi istri saya. Pixar bertumbuh menjadi perusahaan yang menciptakan film animasi komputer pertama, Toy Story, dan sekarang merupakan studio animasi paling sukses di dunia. Melalui rangkaian peristiwa yang menakjubkan, Apple membeli NeXT, dan saya kembali lagi ke Apple, dan teknologi yang kami kembangkan di NeXT menjadi jantung bagi kebangkitan kembali Apple. Dan, Laurene dan saya memiliki keluarga yang luar biasa.
Saya yakin takdir di atas tidak terjadi bila saya tidak dipecat dari Apple. Obatnya memang pahit, namun sebagai pasien saya memerlukannya. *Kadangkala kehidupan menimpakan batu ke kepala Anda. Jangan
kehilangan kepercayaan. Saya yakin bahwa satu-satunya yang membuat saya terus berusaha adalah karena saya menyukai apa yang saya lakukan. Anda harus menemukan apa yang Anda sukai. Itu berlaku baik untuk pekerjaan maupun pasangan hidup Anda. *Pekerjaan Anda akan menghabiskan sebagian besar hidup Anda, dan kepuasan sejati hanya dapat diraih dengan mengerjakan sesuatu yang hebat. Dan Anda hanya bisa hebat bila mengerjakan apa yang Anda sukai. Bila Anda belum menemukannya, teruslah mencari. Jangan menyerah. Hati Anda akan mengatakan bila Anda telah menemukannya. Sebagaimana halnya dengan
hubungan hebat lainnya, semakin lama- semakin mesra Anda dengannya. Jadi, teruslah mencari sampai ketemu. Jangan berhenti.
Cerita Ketiga adalah mengenai Kematian
Ketika saya berumur 17, saya membaca ungkapan yang kurang lebih berbunyi: “Bila kamu menjalani hidup seolah-olah hari itu adalah hari terakhirmu, maka suatu hari kamu akan benar.” Ungkapan itu membekas
dalam diri saya, dan semenjak saat itu, selama 33 tahun terakhir, saya selalu melihat ke cermin setiap pagi dan bertanya kepada diri sendiri: “Bila ini adalah hari terakhir saya, apakah saya tetap melakukan apa yang akan saya lakukan hari ini?” Bila jawabannya selalu “tidak” dalam beberapa hari berturut-turut, saya tahu saya harus berubah.
Mengingat bahwa saya akan segera mati adalah kiat penting yang saya temukan untuk membantu membuat keputusan besar. Karena hampir segala sesuatu-semua harapan eksternal, kebanggaan, takut, malu atau gagal-tidak lagi bermanfaat saat menghadapi kematian. Hanya yang hakiki yang tetap ada. Mengingat kematian adalah cara terbaik yang saya tahu untuk menghindari jebakan berpikir bahwa Anda akan kehilangan sesuatu. Anda tidak memiliki apa-apa. Sama sekali tidak ada alasan untuk tidak mengikuti kata hati Anda.
Sekitar setahun yang lalu saya didiagnosis mengidap kanker. Saya menjalani scan pukul 7:30 pagi dan hasilnya jelas menunjukkan saya memiliki tumor pankreas. Saya bahkan tidak tahu apa itu pankreas.
Para dokter mengatakan kepada saya bahwa hampir pasti jenisnya adalah yang tidak dapat diobati. Harapan hidup saya tidak lebih dari 3-6 bulan. Dokter menyarankan saya pulang ke rumah dan membereskan segala
sesuatunya, yang merupakan sinyal dokter agar saya bersiap mati. Artinya, Anda harus menyampaikan kepada anak Anda dalam beberapa menit segala hal yang Anda rencanakan dalam sepuluh tahun mendatang. Artinya, memastikan bahwa segalanya diatur agar mudah bagi keluarga Anda. Artinya, Anda harus mengucapkan selamat tinggal.
Sepanjang hari itu saya menjalani hidup berdasarkan diagnosis tersebut. Malam harinya, mereka memasukkan endoskopi ke tenggorokan, lalu ke perut dan lambung, memasukkan jarum ke pankreas saya dan mengambil beberapa sel tumor. Saya dibius, namun istri saya, yang ada di sana , mengatakan bahwa ketika melihat selnya di bawah mikroskop, para dokter menangis mengetahui bahwa jenisnya adalah kanker pankreas yang sangat jarang, namun bisa diatasi dengan operasi. Saya dioperasi dan sehat sampai sekarang.
Itu adalah rekor terdekat saya dengan kematian dan berharap terus begitu hingga beberapa dekade lagi. Setelah melalui pengalaman tersebut, sekarang saya bisa katakan dengan yakin kepada Anda bahwa menurut konsep pikiran, kematian adalah hal yang berguna:
Tidak ada orang yang ingin mati. Bahkan orang yang ingin masuk surga pun tidak ingin mati dulu untuk mencapainya. Namun, kematian pasti menghampiri kita. Tidak ada yang bisa mengelak. Dan, memang harus
demikian, karena kematian adalah buah terbaik dari kehidupan. Kematian membuat hidup berputar. Dengannya maka yang tua menyingkir untuk digantikan yang muda. Maaf bila terlalu dramatis menyampaikannya, namun memang begitu.
Waktu Anda terbatas, jadi jangan sia-siakan dengan menjalani hidup orang lain. Jangan terperangkap dengan dogma-yaitu hidup bersandar pada hasil pemikiran orang lain. Jangan biarkan omongan orang
menulikan Anda sehingga tidak mendengar kata hati Anda. Dan yang terpenting, miliki keberanian untuk mengikuti kata hati dan intuisi Anda, maka Anda pun akan sampai pada apa yang Anda inginkan. Semua
hal lainnya hanya nomor dua.
Ketika saya masih muda, ada satu penerbitan hebat yang bernama “The Whole Earth Catalog”, yang menjadi salah satu buku pintar generasi saya. Buku itu diciptakan oleh seorang bernama Stewart Brand yang
tinggal tidak jauh dari sini di Menlo Park , dan dia membuatnya sedemikian menarik dengan sentuhan puitisnya. Waktu itu akhir 1960-an, sebelum era komputer dan desktop publishing, jadi semuanya dibuat
dengan mesin tik, gunting, dan kamera polaroid. Mungkin seperti Google dalam bentuk kertas, 35 tahun sebelum kelahiran Google: isinya padat dengan tips-tips ideal dan ungkapan-ungkapan hebat. Stewart dan
timnya sempat menerbitkan beberapa edisi “The Whole Earth Catalog”, dan ketika mencapai titik ajalnya, mereka membuat edisi terakhir.
Saat itu pertengahan 1970-an dan saya masih seusia Anda. Di sampul belakang edisi terakhir itu ada satu foto jalan pedesaan di pagi hari, jenis yang mungkin Anda lalui jika suka bertualang. Di bawahnya ada kata-kata: “*Stay Hungry. Stay Foolish.*” (Tetaplah Lapar. Selalu Merasa Bodoh). Itulah pesan perpisahan yang dibubuhi tanda tangan mereka. Stay Hungry. Stay Foolish. Saya selalu mengharapkan diri saya
begitu. Dan sekarang, karena Anda akan lulus untuk memulai kehidupan baru, saya harapkan Anda juga begitu.
Source : Steve Jobs (CEO Apple Computer)
Melihat sosok sederhana, Mahmoud Ahmadinejad, Presiden Iran saat ini
Mahmoud Ahmadinejad, ketika di wawancara oleh TV Fox (AS) soal kehidupan pribadinya.
Wartawan:
1. Saat pertama kali menduduki kantor kepresidenan, ia menyumbangkan seluruh karpet Istana Iran yang sangat tinggi nilainya itu kepada mesjid-mesjid di Teheran dan menggantikannya dengan karpet biasa yang mudah dibersihkan.
2. Ia mengamati bahwa ada ruangan yang sangat besar untuk menerima dan menghormati tamu VIP, lalu ia memerintahkan untuk menutup ruang tersebut dan menanyakan pada protokoler untuk menggantinya dengan ruangan biasa dengan 2 kursi kayu, meski sederhana tetap terlihat impresive.
3. Di banyak kesempatan ia bercengkerama dengan petugas kebersihan di sekitar rumah dan kantor kepresidenannya.
4. Di bawah kepemimpinannya, saat ia meminta menteri-menteri nya untuk datang kepadanya dan menteri-menteri tersebut akan menerima sebuah dokumen yang ditandatangani yang berisikan arahan-arahan darinya, arahan tersebut terutama sekali menekankan para menteri-menteri nya untuk tetap hidup sederhana dan disebutkan bahwa rekening pribadi maupun kerabat dekatnya akan diawasi, sehingga pada saat menteri-menteri nya tersebut berakhir masa jabatannya dapat meninggalkan kantornya dengan kepala tegak.
5. Langkah pertamanya adalah ia mengumumkan kekayaan dan propertinya yang terdiri dari Peugeot 504 tahun 1977, sebuah rumah sederhana warisan ayahnya 40 tahun yang lalu di sebuah daerah kumuh di Teheran. Rekening banknya bersaldo minimum, dan satu-satunya uang masuk adalah uang gaji bulanannya.
6. Gajinya sebagai dosen di sebuah universitas hanya senilai US$ 250.
7. Sebagai tambahan informasi, Presiden masih tinggal di rumahnya. Hanya itulah yang dimiliki seorang presiden dari negara yang penting baik secara strategis, ekonomis, politis, belum lagi secara minyak dan pertahanan. Bahkan ia tidak mengambil gajinya, alasannya adalah bahwa semua kesejahteraan adalah milik negara dan ia bertugas untuk menjaganya.
8. Satu hal yang membuat kagum staf kepresidenan adalah tas yang selalu dibawa sang presiden tiap hari selalu berisikan sarapan roti isi atau roti keju yang disiapkan istrinya dan memakannya dengan gembira, ia juga menghentikan kebiasaan menyediakan makanan yang dikhususkan untuk presiden.
9. Hal lain yang ia ubah adalah kebijakan Pesawat Terbang Kepresidenan, ia mengubahnya menjadi pesawat kargo sehingga dapat menghemat pajak masyarakat dan untuk dirinya, ia meminta terbang dengan pesawat terbang biasa dengan kelas ekonomi.
10. Ia kerap mengadakan rapat dengan menteri-menteri nya untuk mendapatkan info tentang kegiatan dan efisiensi yang sudah dilakukan, dan ia memotong protokoler istana sehingga menteri-menteri nya dapat masuk langsung ke ruangannya tanpa ada hambatan. Ia juga menghentikan kebiasaan upacara-upacara seperti karpet merah, sesi foto, atau publikasi pribadi, atau hal-hal seperti itu saat mengunjungi berbagai tempat di negaranya.
11. Saat harus menginap di hotel, ia meminta diberikan kamar tanpa tempat tidur yang tidak terlalu besar karena ia tidak suka tidur di atas kasur, tetapi lebih suka tidur di lantai beralaskan karpet dan selimut. Apakah perilaku tersebut merendahkan posisi presiden? Presiden Iran tidur di ruang tamu rumahnya sesudah lepas dari pengawal-pengawalnya yang selalu mengikuti kemanapun ia pergi. Menurut koran Wifaq, foto-foto yang diambil oleh adiknya tersebut, kemudian dipublikasikan oleh media masa di seluruh dunia, termasuk Amerika.
12. Sepanjang sholat, Anda dapat melihat bahwa ia tidak harus duduk di baris paling muka.
13. Bahkan ketika suara azan berkumandang, ia langsung mengerjakan sholat dimanapun ia berada meskipun hanya beralaskan karpet biasa
14. Baru-baru ini dia baru saja mempunyai hajatan besar yaitu menikahkan putranya. Tapi pernikahan putra Presiden ini hanya layaknya pernikahan kaum Buruh. Berikut dokumentasi pernikahan Putra Seorang
Presiden
Source : Aljazeera
Wartawan:
“Saat anda melihat di cermin setiap pagi, apa yang anda katakan pada diri anda?”Jawabnya:
“Saya melihat orang di cermin itu dan mengatakan padanya, Ingat, kau tak lebih dari seorang pelayan, hari di depanmu penuh dengan tanggung jawab yang berat, yaitu melayani bangsa Iran.”
Mahmoud Ahmadinejad
Presiden Iran saat ini.
Berikut adalah gambaran Ahmadinejad yang belum tentu orang ketahui,
dan mungkin bisa menjadi inspirasi Anda dalam menjalani kehidupan.1. Saat pertama kali menduduki kantor kepresidenan, ia menyumbangkan seluruh karpet Istana Iran yang sangat tinggi nilainya itu kepada mesjid-mesjid di Teheran dan menggantikannya dengan karpet biasa yang mudah dibersihkan.
2. Ia mengamati bahwa ada ruangan yang sangat besar untuk menerima dan menghormati tamu VIP, lalu ia memerintahkan untuk menutup ruang tersebut dan menanyakan pada protokoler untuk menggantinya dengan ruangan biasa dengan 2 kursi kayu, meski sederhana tetap terlihat impresive.
4. Di bawah kepemimpinannya, saat ia meminta menteri-menteri nya untuk datang kepadanya dan menteri-menteri tersebut akan menerima sebuah dokumen yang ditandatangani yang berisikan arahan-arahan darinya, arahan tersebut terutama sekali menekankan para menteri-menteri nya untuk tetap hidup sederhana dan disebutkan bahwa rekening pribadi maupun kerabat dekatnya akan diawasi, sehingga pada saat menteri-menteri nya tersebut berakhir masa jabatannya dapat meninggalkan kantornya dengan kepala tegak.
5. Langkah pertamanya adalah ia mengumumkan kekayaan dan propertinya yang terdiri dari Peugeot 504 tahun 1977, sebuah rumah sederhana warisan ayahnya 40 tahun yang lalu di sebuah daerah kumuh di Teheran. Rekening banknya bersaldo minimum, dan satu-satunya uang masuk adalah uang gaji bulanannya.
6. Gajinya sebagai dosen di sebuah universitas hanya senilai US$ 250.
7. Sebagai tambahan informasi, Presiden masih tinggal di rumahnya. Hanya itulah yang dimiliki seorang presiden dari negara yang penting baik secara strategis, ekonomis, politis, belum lagi secara minyak dan pertahanan. Bahkan ia tidak mengambil gajinya, alasannya adalah bahwa semua kesejahteraan adalah milik negara dan ia bertugas untuk menjaganya.
8. Satu hal yang membuat kagum staf kepresidenan adalah tas yang selalu dibawa sang presiden tiap hari selalu berisikan sarapan roti isi atau roti keju yang disiapkan istrinya dan memakannya dengan gembira, ia juga menghentikan kebiasaan menyediakan makanan yang dikhususkan untuk presiden.
9. Hal lain yang ia ubah adalah kebijakan Pesawat Terbang Kepresidenan, ia mengubahnya menjadi pesawat kargo sehingga dapat menghemat pajak masyarakat dan untuk dirinya, ia meminta terbang dengan pesawat terbang biasa dengan kelas ekonomi.
10. Ia kerap mengadakan rapat dengan menteri-menteri nya untuk mendapatkan info tentang kegiatan dan efisiensi yang sudah dilakukan, dan ia memotong protokoler istana sehingga menteri-menteri nya dapat masuk langsung ke ruangannya tanpa ada hambatan. Ia juga menghentikan kebiasaan upacara-upacara seperti karpet merah, sesi foto, atau publikasi pribadi, atau hal-hal seperti itu saat mengunjungi berbagai tempat di negaranya.
11. Saat harus menginap di hotel, ia meminta diberikan kamar tanpa tempat tidur yang tidak terlalu besar karena ia tidak suka tidur di atas kasur, tetapi lebih suka tidur di lantai beralaskan karpet dan selimut. Apakah perilaku tersebut merendahkan posisi presiden? Presiden Iran tidur di ruang tamu rumahnya sesudah lepas dari pengawal-pengawalnya yang selalu mengikuti kemanapun ia pergi. Menurut koran Wifaq, foto-foto yang diambil oleh adiknya tersebut, kemudian dipublikasikan oleh media masa di seluruh dunia, termasuk Amerika.
12. Sepanjang sholat, Anda dapat melihat bahwa ia tidak harus duduk di baris paling muka.
13. Bahkan ketika suara azan berkumandang, ia langsung mengerjakan sholat dimanapun ia berada meskipun hanya beralaskan karpet biasa
14. Baru-baru ini dia baru saja mempunyai hajatan besar yaitu menikahkan putranya. Tapi pernikahan putra Presiden ini hanya layaknya pernikahan kaum Buruh. Berikut dokumentasi pernikahan Putra Seorang
Presiden
Minggu, 20 Mei 2012
Kisah Kepompong
Seorang menemukan kepompong seekor kupu-kupu. Suatu hari lubang kecil
muncul. Dia duduk dan mengamati dalam beberapa jam kupu-kupu itu ketika
dia berjuang dengan memaksa dirinya
melewati lubang kecil itu. Kemudian kupu-kupu itu berhenti membuat kemajuan. Kelihatannya dia telah berusaha semampunya dan dia tidak bisa lebih jauh lagi.
Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk membantunya, dia ambil sebuah gunting dan memotong sisa kekangan dari kepompong itu. Kupu-kupu tersebut keluar dengan mudahnya. Namun, dia mempunyai tubuh gembung dan kecil, sayap2 mengkerut.Orang tersebut terus mengamatinya karena dia berharap bahwa, pada suatu saat, sayap-sayap itu akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuhnya, yg mungkin akan berkembang dalam waktu.
Semuanya tak pernah terjadi. Kenyataannya, kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya merangkak di sekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap-sayap mengkerut. Dia tidak pernah
bisa terbang. Yang tidak dimengerti dari kebaikan dan ketergesaan orang tersebut adalah bahwa kepompong yg menghambat dan perjuangan yg dibutuhkan kupu-kupu untukmelewati lubang kecil adalah jalan Tuhan untuk memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu itu ke dalam sayap-sayapnya sedemikian sehingga dia akan siap terbang begitu dia memperoleh kebebasan dari kepompong tersebut.
Kadang-kadang perjuangan adalah yang kita perlukan dalam hidup kita. Jika Tuhan membiarkan kita hidup tanpa hambatan, itu mungkin melumpuhkan kita. Kita mungkin tidak sekuat yg semestinya kita mampu. Kita mungkin tidak pernah dapat terbang.
Saya memohon Kekuatan ..
Dan Tuhan memberi saya kesulitan-kesulitan untuk membuat saya kuat.
Saya memohon Kebijakan …
Dan Tuhan memberi saya persoalan untuk diselesaikan.
Saya memohon Kemakmuran ….
Dan Tuhan memberi saya Otak dan Tenaga untuk bekerja.
Saya memohon Keteguhan hati …
Dan Tuhan memberi saya Bahaya untuk diatasi.
Saya memohon kebahagiaan dan cinta kasih…
Dan Tuhan memberikan kesedihan kesedihan untuk dilewati.
Saya memohon Cinta ….
Dan Tuhan memberi saya orang-orang bermasalah untuk ditolong.
Saya memohon Kemurahan/kebaikan hati….
Dan Tuhan memberi saya kesempatan-kesempatan.
Saya tidak memperoleh yg saya inginkan, saya mendapatkan segala yang
saya butuhkan
Source : InspiratorMuda
melewati lubang kecil itu. Kemudian kupu-kupu itu berhenti membuat kemajuan. Kelihatannya dia telah berusaha semampunya dan dia tidak bisa lebih jauh lagi.
Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk membantunya, dia ambil sebuah gunting dan memotong sisa kekangan dari kepompong itu. Kupu-kupu tersebut keluar dengan mudahnya. Namun, dia mempunyai tubuh gembung dan kecil, sayap2 mengkerut.Orang tersebut terus mengamatinya karena dia berharap bahwa, pada suatu saat, sayap-sayap itu akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuhnya, yg mungkin akan berkembang dalam waktu.
Semuanya tak pernah terjadi. Kenyataannya, kupu-kupu itu menghabiskan sisa hidupnya merangkak di sekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap-sayap mengkerut. Dia tidak pernah
bisa terbang. Yang tidak dimengerti dari kebaikan dan ketergesaan orang tersebut adalah bahwa kepompong yg menghambat dan perjuangan yg dibutuhkan kupu-kupu untukmelewati lubang kecil adalah jalan Tuhan untuk memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu itu ke dalam sayap-sayapnya sedemikian sehingga dia akan siap terbang begitu dia memperoleh kebebasan dari kepompong tersebut.
Kadang-kadang perjuangan adalah yang kita perlukan dalam hidup kita. Jika Tuhan membiarkan kita hidup tanpa hambatan, itu mungkin melumpuhkan kita. Kita mungkin tidak sekuat yg semestinya kita mampu. Kita mungkin tidak pernah dapat terbang.
Saya memohon Kekuatan ..
Dan Tuhan memberi saya kesulitan-kesulitan untuk membuat saya kuat.
Saya memohon Kebijakan …
Dan Tuhan memberi saya persoalan untuk diselesaikan.
Saya memohon Kemakmuran ….
Dan Tuhan memberi saya Otak dan Tenaga untuk bekerja.
Saya memohon Keteguhan hati …
Dan Tuhan memberi saya Bahaya untuk diatasi.
Saya memohon kebahagiaan dan cinta kasih…
Dan Tuhan memberikan kesedihan kesedihan untuk dilewati.
Saya memohon Cinta ….
Dan Tuhan memberi saya orang-orang bermasalah untuk ditolong.
Saya memohon Kemurahan/kebaikan hati….
Dan Tuhan memberi saya kesempatan-kesempatan.
Saya tidak memperoleh yg saya inginkan, saya mendapatkan segala yang
saya butuhkan
Source : InspiratorMuda
Kuncinya Sabar
Tak jarang seseorang menemukan kejenuan dalam hidupnya, menemukan
kehampaan hati dari apa yang dijalaninya. Seakan ingin berhenti dan
keluar dari keadaan itu. Seakan tak ada kekuatan jiwa untuk terus berada
dalam keadaan itu. Entah apa yang menjadi penyebabnya. Mungkin saja dia
belum mendapatkan apa yang diinginkannya, mungkin saja dia merasa bahwa
jalan itu memang bukan jalan yang diiginkannya, atau mungkin karena
impian yang menjadi penyemangatnya kabur dari pandangnya. Itulah
dinamika hidup. Terkadang ada yang berfikir untuk segera mengakhiri
hidupnya, na’udzubillah.
Dunia menjadi perhiasan dalam kehidupan kita. Tak kan selamanya dunia menjadi milik kita. Mungkin sekarang kita umurnya remaja, tapi bentar lagi udah dewasa, dan menjadi tua. Paras ganteng atau cantik kita akan menghilang. Harta tahta tak pernah dibawa seseroang mati. Ke liang lahat cuma berbusana kain kafan. Ingat itu. Orientasi keduniaan kita yang menjadikan hati terasa hampa. Hampa, seakan hidup tak bermakna. Dan ketika dunia menjadi orientasi hidup, tak pernah ada kepuasan yang dirasakannya. Berarti, saatnya berinstrokpeksi diri terhadap apa yang sudah dilakukan kemudian terus melangkah menuju istana kebahagiaan yang hakiki.
Tak selamanya apa yang kita inginkan menjadi kenyataan. Itulah hidup. Usaha maksimal yang telah kita lakukan terkadang tidak membuahkan hasil. Itulah hidup. Lihatlah pengalaman untuk memahami hidup. Yang ada adalah kenyataan saat ini. Inilah kenyataan. Jika apa yang kita inginkan tidak menjadi sebuah kenyataan, setidaknya saat ini kita masih bernafas, masih punya harapan, masih bisa berusaha, masih bisa mencapai keinginan-keinginan lain. Kuncinya adalah sabar. ya, sabar. Toh, manusia kan hanya bisa berusaha, manusia tak punya wewenang untuk menentukan hasil. Yang terpenting adalah berproses. Ketika suatu keinginan belum juga menjadi kenyataan, sikap kita yang sabar itu adalah proses. Ketika kita mau menjalani proses, hasil pasti tidak akan jauh. Ingatlah, Tuhan tak kan pernah menyia-nyiakan hambanya, Tuhan tak pernah tidak tahu.
Menjalani hidup memang tak semudah berpentas dipanggung sandiwara, walaupun hidup seperti panggung sandiwara. Kita hidup terkadang tak bisa menerima peran menjadi orang yang tak dianggap, orang yang terakhir, orang yang miskin, dan lain-lain. Tapi itulah hidup. Butuh sikap “ntrimo ing pandum” untuk terus bisa tersenyum tegar menjalani hidup. Apapun kenyataan saat ini, tak ada alasan untuk galau, sedih, ngeluh dan lain-lain.
Dunia menjadi perhiasan dalam kehidupan kita. Tak kan selamanya dunia menjadi milik kita. Mungkin sekarang kita umurnya remaja, tapi bentar lagi udah dewasa, dan menjadi tua. Paras ganteng atau cantik kita akan menghilang. Harta tahta tak pernah dibawa seseroang mati. Ke liang lahat cuma berbusana kain kafan. Ingat itu. Orientasi keduniaan kita yang menjadikan hati terasa hampa. Hampa, seakan hidup tak bermakna. Dan ketika dunia menjadi orientasi hidup, tak pernah ada kepuasan yang dirasakannya. Berarti, saatnya berinstrokpeksi diri terhadap apa yang sudah dilakukan kemudian terus melangkah menuju istana kebahagiaan yang hakiki.
Tak selamanya apa yang kita inginkan menjadi kenyataan. Itulah hidup. Usaha maksimal yang telah kita lakukan terkadang tidak membuahkan hasil. Itulah hidup. Lihatlah pengalaman untuk memahami hidup. Yang ada adalah kenyataan saat ini. Inilah kenyataan. Jika apa yang kita inginkan tidak menjadi sebuah kenyataan, setidaknya saat ini kita masih bernafas, masih punya harapan, masih bisa berusaha, masih bisa mencapai keinginan-keinginan lain. Kuncinya adalah sabar. ya, sabar. Toh, manusia kan hanya bisa berusaha, manusia tak punya wewenang untuk menentukan hasil. Yang terpenting adalah berproses. Ketika suatu keinginan belum juga menjadi kenyataan, sikap kita yang sabar itu adalah proses. Ketika kita mau menjalani proses, hasil pasti tidak akan jauh. Ingatlah, Tuhan tak kan pernah menyia-nyiakan hambanya, Tuhan tak pernah tidak tahu.
Menjalani hidup memang tak semudah berpentas dipanggung sandiwara, walaupun hidup seperti panggung sandiwara. Kita hidup terkadang tak bisa menerima peran menjadi orang yang tak dianggap, orang yang terakhir, orang yang miskin, dan lain-lain. Tapi itulah hidup. Butuh sikap “ntrimo ing pandum” untuk terus bisa tersenyum tegar menjalani hidup. Apapun kenyataan saat ini, tak ada alasan untuk galau, sedih, ngeluh dan lain-lain.
Jumat, 18 Mei 2012
Perseteruan Abadi Liverpool vs Manchester United
Ketika mantan presiden Liverpool Tom Williams mendekati manajer Huddersfield Town, Bill Shankly, untuk memimpin klubnya yang tengah berjuang di divisi dua pada 1959, ia bertanya: "Kau mau menangani tim terbaik di negeri ini?" Shankly menjawab: "Kenapa? Apakah Matt Busby sedang mempersiapkan Manchester United?"
Jawaban Shankly, walaupun maknanya tidak diucapkan secara eksplisit,
mencerminkan fakta bahwa, walaupun Liverpool dan Manchester United telah
didirikan pada abad ke-19, perseteruan abadi Liverpool versus
Manchester baru muncul sejak penunjukan Bill Shankly sebagai manajer
Liverpool dan naiknya Si Merah ke puncak sepakbola.
Pada 1959, Liverpool dan Manchester saling berbagi sepuluh gelar juara
liga. Shankly membangunkan Liverpool dari tidur panjang dan dalam dua
tahun berhasil memboyong gelar juara. Tim United besutan Busby
menanggapi dari ujung jalan East Lancashire Road dan merebut gelar pada
musim berikutnya.
Hingga 2012, Liverpool dan United secara bersama-sama telah memenangkan
37 gelar juara liga. Ini merupakan prestasi yang sangat menonjol,
apalagi bila meningat bahwa semua klub dari London secara bersama-sama
hanya memenangi 19 gelar. Tak dapat dipungkiri bahwa Liverpool dan
Manchester United adalah dua klub terbesar dan paling sukses di dunia.
Keduanya saling bersaing untuk meraih predikat sebagai yang terbaik di
Inggris. Liverpool mendominasi dekade 1970-an dan 1980-an, sementara MU
merajai dua dekade setelah itu. Sementara suporter
Liverpool membanggakan lima gelar juara Liga Eropa, suporter United
merayakan fakta bahwa, dengan kemenangan terakhir mereka di musim
2010/2011, mereka kini memiliki satu gelar juara liga lebih banyak
daripada Si Merah: 19 gelar liga.
Asal Mula
Namun, terlalu sederhana jika menganggap bahwa perseteruan di antara kedua klub ini baru dimulai setelah Perang Dunia II. Mirip judul novel abadi karya Charles Dickens, perseteruan ini adalah sebuah Kisah Dua Kota. Keduanya hanya dipisahkan jarak 30 mil, namun masing-masing memiliki karakteristik yang sangat berbeda.
Mantan gelandang United dan Inggris, Lee Sharpee, melukiskan perseteruan
dua raksasa ini demikian: "Perseteruan ini bukan hanya antara dua klub,
tetapi juga antara dua kota, dua sejarah, di mana masing-masing merasa
sebagai yang terbaik di dunia. Jadi, di sini, ego-lah yang
dipertaruhkan."
Perseteruan memperebutkan supremasi dalam perdagangan kapas pada abad
ke-18 memulai perseteruan sepakbola ini. Liverpool, berkat pembangunan
dermaga pertama di Inggris, menjadi salah satu pelabuhan terkemuka di
dunia. Sementara itu, dipicu oleh Revolusi Industri, pabrik-pabrik
Manchester merebut keunggulan dalam perdagangan kapas sekaligus menjadi
jantung kawasan industri di mana industri manufaktur berjaya.
Manchester adalah sebuah pusat produksi, namun bahan baku harus
didatangkan dari Liverpool. Pelabuhan Liverpool menetapkan harga tinggi
untuk impor bahan baku yang akan dikirimkan ke Manchjester. Inilah yang
menyebabkan Manchester mengambil sebuah tindakan yang sangat desisif.
Manchester memutuskan untuk melewatkan Liverpool dalam jalur distribusi
pengadaan bahan baku. Caranya, dengan membangun Manchester Ship Canal.
Kanal inilah yang digunakan untuk mengirim dan menerima barang
pulang-balik Manchester-Salford, sehingga tidak perlu membayar bea mahal
di Liverpool. Ketika Manchester Ship Canal dibuka secara resmi pada
1894, rivalitas kedua kota pun dimulai.
Catatan dari Masa Lalu
Setahun setelah pembukaan Manchester Ship Canal pada 12 Okotober 1895, Liverpool dan Newton Heath, nama Manchester United pada waktu itu, bertemu untuk pertama kalinya di Anfield. Liverpool menggilas lawannya dengan skor 7-1, yang merupakan skor terbesar selama 117 tahun sejarah perseteruan kedua klub.
Pada 1977, kedua klub saling berhadapan dalam sebuah final untuk pertama
kalinya ketika Liverpool, di bawah asuhan Bob Paisley, dan Manchester
United, di bawah pimpinan Tommy Docgerty, bertemu dalam ajang Piala FA
di Wembley. Dalam pertandingan itu, United menang 2-1 berkat gol-gol
Stuart Pearson dan Jimmy Greenhoff sementara Jimmy Case mencetak gol
penghibur bagi Merseyside.
Liverpool dan United bertemu kembali pada 1996 dalam final Piala FA,
dengan gol Eric Cantona menjadi penentu kemenangan United. Namun, harus
dicatat bahwa Liverpool memenangi dua Piala Liga pada 1983 dan 2003
dengan menaklukkan United.
Pada Maret 2009, kedua klub bertemu di Old Trafford dalam ajang Premier
League. Kedua tim sama-sama sedang mengejar gelar juara liga. United
memimpin berkat go penalti Cristiano Ronaldo. Namun, Fernando Torres
menyamakan kedudukan dan sebuah tendangan keras Steven Gerrard sebelum
babak pertama usai memberikan keunggulan bgi Liverpool.
Dua gol menjelang babak kedua berakhir oleh Fabio Aurelio dan Andrea
Dossena memastikan kemenangan besar 4-1 bagi Liverpool dan memberikan
Sir Alex Ferguson, hingga titik itu, kekalahan terbesar di Old Trafford
selama ia melatih United. Walaupun begitu, United lebih beruntung karena
berhasil memenangi gelar juara liga pada musim tersebut, untuk ketiga
kalinya secara berturut-turut.
Perseteruan Masa Kini
Dengan kesuksesan kedua tim, hubungan di antara keduanya semakin memburuk dalam 50 tahun terakhir. Padahal, manajer kedua tim saliing menghormati. Shankly menghormati Busby sebagai "manajer terbaik yang pernah ada di dunia ini", sementara Busby begitu sedih saat Shankly meninggal pada 1981 hingga ia tak mau menjawab telepon dari para wartawan yang ingin mengetahui reaksinya.
Saat Busby dan Shankly menukangi klub masing-masing, hubungan
Liverpool-United memang masih kondusif. Transfer pemain secara langsung
di antara kedua klub berlangsung pada era kepelatihan mereka. Saat Phil
Chisnall meninggalkan Old Trafford untuk bermain di Anfield pada 1964,
ia mengenang: "Tak ada yang berkomentar tentang transfer itu dan saya
diterima dengan baik saat saya bermain melawan United bersama
Liverpool."
Transfer Chisnall sangat kontras dengan permohonan Gabriel Heinze untuk
pindah ke Liverpool pada 2007. United menentang keras rencana kepindahan
beknya ke rival terbesar mereka. Saat Heinze mengungkapkan keinginannya
kepada pubik, Liverpool dan United sama-sama membariskan para pengacara
masing-masing. Heinze akhirnya hijrah ke Real Madrid.
Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai masalah juga muncul di lapangan.
Pada 2006, FA mendenda Gary Neville karena berlari sepanjang 50 yard di
hadapan suporter Liverpool untuk merayakan kemenangan United. Kasus
terakhir, Luis Suarez dilarang bermain delapan pertandingan karena
dituduh melakukan pelecehan rasial terhadap Patrice Evra saat kedua tim
bertanding di Anfield pada Oktober 2011.
Kesuksesan Manchester United semenjak ditangani oleh Sir Alex Ferguson
pada 1986 mungkin merupakan sebab terbesar bagi antagonisme kedua klub
terbesar di Inggris itu. Sir Alex pernah berkata, "tantangan terbesar
adalah meluluh-lantakkan Liverpool", dan hal itu juga yang sering
dibuktikannya.
Ferguson menambahkabn, "Bagi saya, Liverpool selalu merupakan sebuah
pertandingan derbi. Ini soal sejarah. Saat saya datang ke sini, mereka
adalah raja sepakbola Inggris. Mereka telah memenangi empat Piala Eropa
dan beberapa gelar juara liga. Tujuan saya adalah melawan mereka dan
mencoba mengubah keadaan. Sulit bagi saya untuk menentang sejarah."
Namun, pertandingan-pertandingan antara Liverpool melawan United selalu
menunjukkan spirit sepakbola yang sejati, yaitu kebanggaan, gairah, dan
kehendak untuk menang. Jamie Carragher, dua ikon perseteruan abadi
Liverpool-Manchester United, menegaskan bahwa rivalitas yang keras di
antara kedua tim tidak harus membuat rasa dan sikap saling menghormati
pudar.
Carragher: "Saya selalu menghormati mereka. Mereka klub yang besar, sama
seperti kami, dan mereka juga menghormati kami. Mereka tidak banyak
sesumbar dan besar kepala. Di United, tak ada pemain yang layak Anda
benci."
Ryan Giggs: "Saya selalu menghormati Liverpool, sejarahnya, dan tim
besar yang dimilikinya. Tetapi saya juga mengakui bahwa tim itulah yang
paling membuat saya senang jika berhasil mengalahkannya."
Source : Fifa
Senin, 14 Mei 2012
Berikan Nyawa Baru Hubungan Asmara
Dalam suatu hubungan, ada kalanya pasti Anda akan merasa bosan dengan
pasangan Anda. Ketika keadaan tersebut telah datang, perasaan cinta
terhadap pasangan Anda juga akan ikut berkurang. Lalu apa yang akan Anda
lalukan? Memutuskan hubungan Anda? Bagaimana jika Anda masih menyimpan
rasa sayang terhadapnya?
Untuk itu, ada baiknya berpikir untuk kedua kalinya. Karena, siapa tahu sekarang adalah waktu yang tepat untuk Anda menaikan kembali hubungan cinta Anda dengan pasangan. Tidak yakin bagaimana caranya? berikut adalah cara terbaik untuk membuat hubungan cinta Anda dengan si Dia kembali dalam sekejap seperti dilansir dari She Knows:
Saling menyentuh satu sama lain
Beberapa pasangan terkadang sering melupakan hal-hal sederhana seperti ini. Jadi, jangan kurangi tindakan sederhana ketika datang untuk perasaan ingin dekat dengan pasangan Anda. Setuhan adalah bentuk yang sangat efektif dalam keintiman. Dengan memberikan pasangan Anda pelukan, ciuman bahkan menggosok bahunya dapat membantu Anda untuk merasa terhubung secara fisik dengan si Dia.
Ingat masa lalu Anda dengan Dia
Salah satu cara efektif untuk meningkatkan ikatan Anda akan memutuskan untuk menyelesaikan hubungan adalah mengenang masa lalu Anda bersamanya. Anda dapat mencobanya dengan pergi ke tempat dimana Anda pertama bertemu dengan si Dia, memutar lagu favorit Anda berdua, atau berbicara tentang kenangan yang ada dalam tahap awal pertama Anda berkencan di saat romantisme itu segar. Hal ini dapat membatu Anda mengingat mengapa Anda bisa jatuh cinta kepada si Dia saat pertemuan pertama.
Lakukan kegiatan favorit bersama
Membuat beberapa kegiatan favorit bersama si Dia akan membuat Anda lebih mudah untuk kembali terhubung. Misalnya, jika Anda berdua mencintai Sushi, cobalah untuk membuat Sushi bersama-sama. Melakukan kegiatan yang genit dan menyenangkan dapat menambahkan sesuatu yang istimewa untuk kehidupan sehari-hari Anda dan si Dia, serta dapat menciptakan kenangan baru. Semakin banyak yang dapat Anda lakukan dengan si Dia, semakin besar peluang Anda untuk dapat memberikan nyawa baru dalam kisah cinta Anda.
Tetapkan tujuan bersama
Memiliki ambisi bersama adalah keharusan lain untuk pasangan yang ingin membangun kembali hubungan romantis. Penentuan tujuan adalah cara paling efektif untuk merasa sejalan dan bahagia akan masa depan yang direncanakan. Anda dapat membicarakan tentang rencana keuangan bersama di masa depan, karir, anak, keluarga, bahkan rencana liburan sampai mimpi-mimpi Anda bersama si Dia. Setelah Anda menetapkan sesuatu yang bisa Anda kerjakan sebagai pasangan dengan si Dia, buat 5 rencana untuk 10 sampai 15 tahun kedepan untuk mencapai tujuan Anda bersama si Dia.
Source : Untukku
Untuk itu, ada baiknya berpikir untuk kedua kalinya. Karena, siapa tahu sekarang adalah waktu yang tepat untuk Anda menaikan kembali hubungan cinta Anda dengan pasangan. Tidak yakin bagaimana caranya? berikut adalah cara terbaik untuk membuat hubungan cinta Anda dengan si Dia kembali dalam sekejap seperti dilansir dari She Knows:
Saling menyentuh satu sama lain
Beberapa pasangan terkadang sering melupakan hal-hal sederhana seperti ini. Jadi, jangan kurangi tindakan sederhana ketika datang untuk perasaan ingin dekat dengan pasangan Anda. Setuhan adalah bentuk yang sangat efektif dalam keintiman. Dengan memberikan pasangan Anda pelukan, ciuman bahkan menggosok bahunya dapat membantu Anda untuk merasa terhubung secara fisik dengan si Dia.
Ingat masa lalu Anda dengan Dia
Salah satu cara efektif untuk meningkatkan ikatan Anda akan memutuskan untuk menyelesaikan hubungan adalah mengenang masa lalu Anda bersamanya. Anda dapat mencobanya dengan pergi ke tempat dimana Anda pertama bertemu dengan si Dia, memutar lagu favorit Anda berdua, atau berbicara tentang kenangan yang ada dalam tahap awal pertama Anda berkencan di saat romantisme itu segar. Hal ini dapat membatu Anda mengingat mengapa Anda bisa jatuh cinta kepada si Dia saat pertemuan pertama.
Lakukan kegiatan favorit bersama
Membuat beberapa kegiatan favorit bersama si Dia akan membuat Anda lebih mudah untuk kembali terhubung. Misalnya, jika Anda berdua mencintai Sushi, cobalah untuk membuat Sushi bersama-sama. Melakukan kegiatan yang genit dan menyenangkan dapat menambahkan sesuatu yang istimewa untuk kehidupan sehari-hari Anda dan si Dia, serta dapat menciptakan kenangan baru. Semakin banyak yang dapat Anda lakukan dengan si Dia, semakin besar peluang Anda untuk dapat memberikan nyawa baru dalam kisah cinta Anda.
Tetapkan tujuan bersama
Memiliki ambisi bersama adalah keharusan lain untuk pasangan yang ingin membangun kembali hubungan romantis. Penentuan tujuan adalah cara paling efektif untuk merasa sejalan dan bahagia akan masa depan yang direncanakan. Anda dapat membicarakan tentang rencana keuangan bersama di masa depan, karir, anak, keluarga, bahkan rencana liburan sampai mimpi-mimpi Anda bersama si Dia. Setelah Anda menetapkan sesuatu yang bisa Anda kerjakan sebagai pasangan dengan si Dia, buat 5 rencana untuk 10 sampai 15 tahun kedepan untuk mencapai tujuan Anda bersama si Dia.
Source : Untukku
Langganan:
Postingan (Atom)