Dalam suatu hubungan, ada kalanya pasti Anda akan merasa bosan dengan
pasangan Anda. Ketika keadaan tersebut telah datang, perasaan cinta
terhadap pasangan Anda juga akan ikut berkurang. Lalu apa yang akan Anda
lalukan? Memutuskan hubungan Anda? Bagaimana jika Anda masih menyimpan
rasa sayang terhadapnya?
Untuk
itu, ada baiknya berpikir untuk kedua kalinya. Karena, siapa tahu
sekarang adalah waktu yang tepat untuk Anda menaikan kembali hubungan
cinta Anda dengan pasangan. Tidak yakin bagaimana caranya? berikut
adalah cara terbaik untuk membuat hubungan cinta Anda dengan si Dia
kembali dalam sekejap seperti dilansir dari She Knows:
Saling menyentuh satu sama lain
Beberapa
pasangan terkadang sering melupakan hal-hal sederhana seperti ini.
Jadi, jangan kurangi tindakan sederhana ketika datang untuk perasaan
ingin dekat dengan pasangan Anda. Setuhan adalah bentuk yang sangat
efektif dalam keintiman. Dengan memberikan pasangan Anda pelukan, ciuman
bahkan menggosok bahunya dapat membantu Anda untuk merasa terhubung
secara fisik dengan si Dia.
Ingat masa lalu Anda dengan Dia
Salah
satu cara efektif untuk meningkatkan ikatan Anda akan memutuskan untuk
menyelesaikan hubungan adalah mengenang masa lalu Anda bersamanya. Anda
dapat mencobanya dengan pergi ke tempat dimana Anda pertama bertemu
dengan si Dia, memutar lagu favorit Anda berdua, atau berbicara tentang
kenangan yang ada dalam tahap awal pertama Anda berkencan di saat
romantisme itu segar. Hal ini dapat membatu Anda mengingat mengapa Anda
bisa jatuh cinta kepada si Dia saat pertemuan pertama.
Lakukan kegiatan favorit bersama
Membuat
beberapa kegiatan favorit bersama si Dia akan membuat Anda lebih mudah
untuk kembali terhubung. Misalnya, jika Anda berdua mencintai Sushi,
cobalah untuk membuat Sushi bersama-sama. Melakukan kegiatan yang genit
dan menyenangkan dapat menambahkan sesuatu yang istimewa untuk kehidupan
sehari-hari Anda dan si Dia, serta dapat menciptakan kenangan baru.
Semakin banyak yang dapat Anda lakukan dengan si Dia, semakin besar
peluang Anda untuk dapat memberikan nyawa baru dalam kisah cinta Anda.
Tetapkan tujuan bersama
Memiliki
ambisi bersama adalah keharusan lain untuk pasangan yang ingin
membangun kembali hubungan romantis. Penentuan tujuan adalah cara paling
efektif untuk merasa sejalan dan bahagia akan masa depan yang
direncanakan. Anda dapat membicarakan tentang rencana keuangan bersama
di masa depan, karir, anak, keluarga, bahkan rencana liburan sampai
mimpi-mimpi Anda bersama si Dia. Setelah Anda menetapkan sesuatu yang
bisa Anda kerjakan sebagai pasangan dengan si Dia, buat 5 rencana untuk
10 sampai 15 tahun kedepan untuk mencapai tujuan Anda bersama si Dia.
Source : Untukku
Senin, 14 Mei 2012
Pacar Terlalu Posesif? Cape Dehh..
PUNYA pacar posesif, pada awalnya mungkin akan membuat Youngsters tersanjung. Secara, pacar akan selalu berusaha menunjukkan perhatian yang besar dan terlihat seperti curahan kasih sayang yang menyenangkan.
Tapi jangan salah, lama kelamaan sikap posesif jadi nggak menyenangkan atau bahkan cenderung mengganggu. Bahkan, segala pengekakangan yang dilakukan si posesif akan membuat kamu seperti berada di dalam ‘penjara’ cinta dan tak lagi punya privasi.
Parahnya lagi, kalo si posesif udah mulai mengendalikan segala aktivitas dan menerapkan berbagai macam aturan untuk dipatuhi. Nggak boleh ini, nggak boleh itu, harus begini, harus begitu. Belum lagi banyaknya pertanyaan penuh curiga atau bahkan aneka ancaman yang nggak enak didengar kalo aturan si pacar dilanggar. Pastinya bikin bete kan?
Lantas, kenapa sih orang bisa menjadi bersikap posesif sama pasangannya?
Rasa takut dikhianati itulah yang terkadang membuat seseorang cenderung mengawasi, mengendalikan, mendominasi pasangan secara berlebihan. Hingga melupakan kalo orang lain juga butuh kebebasan, privasi, serta punya kehidupan sendiri yang tak bisa dikendalikan orang lain dengan seenaknya.
“Selain dipicu rasa trauma, sikap posesif juga bisa muncul karena rasa sayang yang berlebihan pada pasangannya. Atau bisa juga karena dia merasa ‘tidak aman’ terhadap hubungan yang lagi terjalin, nggak pede dengan dirinya sendiri, curiga berlebihan dan banyak lagi,”jelas Mbak Nissa.
Sebut saja, karena pacarnya kembang sekolah atau orang ditaksir banyak orang, bintang sekolah atau sosok yang memang benar-benar disukai banyak orang. Rasa takut bakal kehilangan pacar itulah yang kerap membuat orang jadi bersikap posesif.
Selain rasa sayang yang berlebihan, sikap posesif ternyata bisa juga lho jadi cara seseorang menutupi kesalahan yang sedang dilakukannya. Misalnya aja, takut ketauan karena selingkuh, seseorang jadi berusaha menampilkan sesuatu yang beda sama pacarnya. Berusaha menunjukkan kasih sayang agar tak ketauan salah hingga akhirnya berujung pada sikap posesif.
Justru Makin Posesif Kalo Dibohongi
MENGHADAPI pacar yang posesif memang nggak mudah. Soalnya, kebanyakan orang posesif akan selalu berusaha menunjukkan ‘kekuasaan’ lewat hal-hal yang kadang terasa nggak masuk akal. Tak hanya penuh larangan, tapi juga ancaman hingga perlakuan kasar lewat tamparan, tendangan, makian, atau hal-hal lain yang sifatnya kekerasan.
Itu karena, orang yang posesif cenderung pengen menguasai, mendominasi, dan mengendalikan orang yang disukai serta disayanginya. Jadi, jangan heran kalo si posesif akan selalu menjadi dalang yang bisa seenaknya mengendalikan pacarnya seperti wayang atau boneka kayu.
Sebagai manusia normal, setiap orang pastinya nggak mau dong hidup di bawah kendali orang lain. Tapi, rasa sayang terhadap pasangan kerap membuat orang lebih suka mengalah walau sering mengalami perlakuan nggak enak.
Ujung-ujungnya, seseorang lebih memilih untuk berbohong saat pengen melakukan sesuatu. Alasannya sih beragam, karena nggak pengen membuat pacar marah, malas ribut atau alasan lain.
Sekilas, kebohongan yang dilakukan terutama kalo nggak ketauan memang nggak akan jadi masalah besar. Tapi sebenarnya, bagi orang yang posesif, menerima kebohongan dari orang yang disayangi justru akan memicu ledakan kemarahan.
“Biasanya sih, orang yang posesif akan semakin marah saat tahu dibohongi oleh orang yang disayanginya.
Dan akibatnya, akan semakin buruk. Bisa semakin menjadi posesif, atau bahkan semakin mengekang pacarnya agar tak terjadi kebohongan lagi,”.
Jadi, daripada nekat berbohong yang berpeluang ketauan, lebih baik bicara terus terang dan membuka komunikasi dengan pacar kalo memang ada kepentingan. Lewat komunikasi yang baik, pacar pasti mau memahami keinginan kamu
BAGI orang yang posesif, ada cukup banyak cara yang bisa ditempuh untuk menunjukkan dominasinya di mata pasangan. Mulai menyusun sejumlah aturan yang mengikat, ancaman kalo melanggar, sampai tindakan kekerasan.
Selama dampak dari sikap posesif masih dalam tahap yang bisa ditolerir, pastinya tak ada masalah. Tapi, kalo dampaknya udah menyakiti Youngsters atau menyakiti dirinya sendiri akan jauh lebih baik kalo segera diakhiri.
Soalnya, hubungan yang tujuan awalnya pengen membangun kasih sayang tapi kalo justru menjadi ajang saling menyakiti kenapa juga harus dipertahankan?
Memang sih, bukan hal mudah mengakhiri hubungan dengan orang posesif. Karena, akan ada banyak intimidasi baik secara fisik, verbal maupun secara psikis. Tapi, kalo Youngsters nggak pengen menghabiskan hidup dalam ‘penjara’, memutuskan hubungan akan menjadi jalan yang bisa dipertimbangkan.
Apalagi, kalo pacar kamu udah mulai main kasar dan menyakiti tak hanya perasaan tapi juga fisik. Secara, masih banyak juga cowok yang lebih baik dari pacar kita saat ini. Artinya, kalo pacar udah membuat hubungan nggak sehat, udah saatnya diakhiri.
“Memang sangat dibutuhkan ketegasan saat mengambil keputusan sebelum mengakhiri sebuah hubungan. Karena, bisa saja si posesif melakukan tindakan nekat yang kadang memunculkan kembali rasa ragu dalam mengambil keputusan,”.
Sebut saja, ancaman bunuh diri, menyilet leher, nggak mau sekolah lagi atau banyak alasan lain yang bisa aja memunculkan beban dan rasa khawatir kamu sebagai pacarnya.
Sehingga, sebelum keputusan putus diambil, tak ada salahnya meminta bantuan pada orang yang terbuka dan kita percaya. Setidaknya, ada orang lain yang memahami persoalan yang sedang kamu hadapi. Misalnya aja sahabat atau orang yang dekat ama kamu.
Lalu gimana dong kalo pacar nggak mau putus dan justru berjanji akan berubah?
“Kalo Youngsters masih sayang dan yakin bisa bertahan, nggak ada salahnya juga memberikan kesempatan kedua pada pacar untuk berubah. Tapi, kalo kesempatan itu tak dimanfaatkan dengan baik, semuanya kembali pada Youngsters apakah sanggup menjalani hubungan tak sehat tersebut,”jelasnya.
Tak ada salahnya juga lho mengajak pacar untuk meminta bantuan psikolog. Karena sebenarnya, bukan orang lain aja yang nggak nyaman tapi orang yang posesif pun sebenarnya tak bisa hidup tenang dan penuh dengan perasaan curiga.
Source : Untukku
15 Alasan Pria Menikah
Seperti halnya perempuan, lelaki juga ingin menikahi pasangannya. Hanya saja, mereka membutuhkan alasan yang tepat untuk mengajak Anda ke pelaminan. Dan, ini yang sering kali tidak dimengerti Anda.
Lantas, apa dong alasan terbesar mereka untuk menikah? Heater Formaini, penulis buku Men the Darker Continent, mengungkapkan, kebanyakan lelaki menikah untuk menikmati ketenteraman dalam hidupnya dan memiliki hidup yang seimbang. Setelah letih bekerja, mereka mengharapkan secangkir pengertian dan kehangatan. Jadi, tak heran jika istri yang mereka anggap potensial adalah ibunya yang masih muda nan seksi.
Survei kecil-kecilan yang dilakukan terhadap laki-laki menikah berusia 25-35 tahun setidaknya menjawab keingintahuan Anda.
1. Ingin hidup lebih lengkap
Mereka merasa bahwa fase hidup yang mereka jalani sudah hampir sempurna, kuliah selesai, punya pekerjaan tetap dan pacar. Mereka merasa sudah waktunya untuk melanjutkan fase berikutnya, yaitu menikah.
2. Ada yang mengurus dirinya
Mungkin selama ini ia kurang dapat perhatian dari orangtuanya. Semua kebutuhannya dipenuhi seorang diri. Ia butuh seseorang yang membuatnya nyaman, memenuhi setiap kebutuhannya, ada yang menyiapkan kopi di pagi hari dan setelah bekerja.
3. Telah mapan
Ia merasa telah memiliki semua kebutuhan standar yang dianggap sebagai modal untuk mengarungi biduk pernikahan. Materi yang cukup, rumah atau apartemen yang nyaman, pekerjaan yang mapan, serta penghasilan yang memenuhi syarat.
4. Bosan melajang
Bagi laki-laki yang telah puas mencicipi manis dan pahitnya melajang, pernikahan adalah solusi yang dianggap tepat untuk keluar dari kebosanan melajang. “Jadi lajang sih enak, tidak ada yang mengatur jam berapa harus pulang, bebas pergi ke mana pun. Tapi lama-lama jenuh juga karena hidup jadi monoton,” jawab Ibran (32), creative.
5. Terlalu cinta
Saat merasa cintanya terlalu besar pada Anda, ia jadi egois ingin "memiliki" Anda. Untuk mengikat Anda agar tidak berpaling kepada lelaki lain, jalan yang harus ditempuh adalah menikahi Anda. Dalam hati kecil ia menyadari tak bisa hidup tanpa Anda.
6. Sudah siap
Secara mental dan materi, fisik maupun psikis, ia merasa sudah siap melanjutkan hubungan ke pernikahan. Bagi laki-laki, memang agak makan waktu untuk menyiapkan mentalnya memasuki gerbang pernikahan.
7. Ingin punya keturunan
Seperti juga perempuan, sebagian besar laki-laki menginginkan keturunan yang bisa ia banggakan. Mereka merasa belum sreg disebut laki-laki sejati jika belum memiliki keturunan.
8. Mengakhiri petualangan
“Sejak remaja hingga dewasa berpetualang mencari cinta, kayaknya malah membuat saya capek sendiri. Saat ketemu dengan orang yang cukup tepat, saya enggak ragu untuk mengajaknya menikah,” kata Tyo (29), marketing.
9. Capek pacaran
Pacaran sekian tahun tak hanya menguras kantong, tapi juga pikiran. Biaya bensin, jalan, nonton, makan, bertengkar, dan cemburu jadi rutinitas dan dampak lain dari pacaran. Mereka yang capek biasanya memilih menikah untuk mengakhiri hubungan.
10. Cocok
Ia merasa Anda dan dirinya seperti kepingan puzzle yang saling melengkapi. Punya minat dan hobi sama, tahu karakter masing-masing, dan pandai menyikapi setiap persoalan di antara kalian. Sepertinya tak ada yang lebih paham dirinya kecuali Anda.
11. Desakan orangtua
Sekadar memenuhi tuntutan orangtua, terkadang pria mengajak pasangannya menikah. Hal ini antara lain karena orangtuanya sakit keras dan ingin melihat anak hidup bahagia, ingin segera menggendong cucu, atau sudah cocok dengan pasangan Anda.
12. Desakan pacar
Setiap hari diceramahi dan ditanya pacar kapan menikah, lama-lama tentu saja si dia gerah. Tidak semua lelaki lho didesak menikah langsung kabur, banyak juga yang pada akhirnya mengiyakan ajakan pasangannya.
13. Jam biologis
Laki-laki juga mempunyai jam biologis. Sebagian dari mereka tetap merasa khawatir jika di usia kepala empat belum juga menikah. “Jika di usia empat puluhan baru menikah, saat anak besar saya sudah kakek-kakek. Padahal, usia lelaki menurut penelitian lebih pendek daripada perempuan,” ucap Ikbal (30), auditor.
14. Waktunya tepat
“Suatu ketika saya menyadari kayaknya harus tahun ini saya menikah. Saya sendiri heran, begitu saja keinginan itu muncul tanpa bisa saya kendalikan. Padahal, sejak tahun lalu pacar mengajak saya menikah,” kata Danny (32), pialang.
15. Tidak ada alasan
“Saya enggak tahu apa yang memicu saya menikahi istri. Bagi saya untuk menikah terkadang tidak perlu terlalu banyak alasan. Ketika saya ingin menikah, ya menikah saja, tahun depan belum tentu keinginan itu muncul lagi,” .
Source : Kompas Female
Ultras dan Hooligans Sepakbola di Seluruh Dunia
List Ultras dan Hooligans yang terkenal
militan dan keras dalam membela klub sepakbola yang mereka banggakan.
DENMARK
AAB – Aalborg Frontline, Aalborg Casual Youth, Boys Republic
AGF – White Pride
Brøndby IF – Blue Front, Southside United, Suburban Casuals, Suburban Baby Crew Copenhagen – Copenhagen Casuals, Copenhagen Casuals Youth Division, CC Young Boys, Squad 92
HIK – Hellerup Hooligans
Lyngby – Blue Army
Næstved BK – Green City Casuals – Odense Casuals
ENGLAND
Aldershot Town. – A-Company
Arsenal F.C. – Gooners, The Herd
Aston Villa F.C. – Villa Youth, Steamers, Villa Hardcore, C-Crew
Barnet. – BUGS (Barnet Urban Gorillas)
Barnsley – Five 0
Birmingham City F.C. – Zulus
Blackpool F.C. – The Muckers, BTS (Blackpool Tangerine Service)
Bolton Wanderers – cuckoo youth squad and bolton service youth
Bradford City A.F.C. – The Ointment
Brighton and Hove Albion. – Headhunters
Bristol City F.C. – CSF City Service Firm
Bristol Rovers. – Gas Hit Squad
Burnley F.C. – Suicide Squad
Cardiff City – Soul Crew
Carlisle United – Border City Firm
Chelsea F.C. – Headhunters
Chester City. – 1 2 5′s
Coventry City – Legion
Crystal Palace – Dirty 30
Derby County F.C. – Derby Lunatic Fringe
Everton F.C. – County Road Cutters
Exeter – Sly Crew
Fulham. – Thames Valley Travellers
Hereford United. – ICF (Inter-City Firm)
Huddersfield Town. – HYC (Huddersfield Young Casuals)
Hull City F.C. – Hull City Psychos, The Minority
Leeds United A.F.C. – Leeds United Service Crew
Leicester City – Baby Squad
Lincoln City F.C – Lincoln Transit Elite
Liverpool F.C. – The Urchins
Luton Town F.C. – The MIGs
Manchester City F.C. – Guvnors, Maine Line Service Crew
Manchester United F.C. – The Red Army, Inter-City Jibbers, Cockney Reds
Middlesbrough F.C. – The Frontline
Millwall F.C. – Bushwackers, The Treatment
Newcastle United F.C. – The Gremlins
Northampton Town – Northampton Affray Team
Norwich City NHS – (Norwich Hit Squad)
Nottingham Forest F.C. – Forest Executive Crew
Oldham Athletic – Fine Young Casuals
Oxford United. – Warlords
Peterborough United. – PTC (Peterborough Terrace Crew)
Plymouth Argyle – The Central Element
Portsmouth F.C. – 6.57 Crew
Port Vale – Lunatic Fringe
Preston North End F.C. – Preston Para Squad
Reading. – Berkshire Boot Boys
Rotherham United. – Rotherham Casuals, SECTION 5
Sheffield United F.C. – Blades Business Crew
Sheffield Wednesday F.C. – Owls Crime Squad
Shrewsbury Town – EBF English Border Front
Southampton. – Inside Crew, The Uglies, Surburban Casuals
Southend – CS Crew
Stockport County – CSY
Stoke City F.C. – Naughty Forty, U 5′s Boys Nutters
Swansea City – Jacks
Sunderland A.F.C. – Seaburn Casuals
Tottenham Hotspur F.C. – Yid Army, Yid Army Youth, Yiddos, N17s
Walsall F.C. – SYC Swift Young Casuals
West Bromwich Albion – Section Five
West Ham United F.C. – Inter City Firm
Wolverhampton Wanderers – Subway Army
Wrexham. – Frontline
York City. – YNS (York Nomad Society)
BELGIUM
Royal Sporting Club Anderlecht – Mauves Army
BULGARIA
Levski Sofia – Sofia West, South Division, Sini Voini
Loko Pl – Lauta Hools
Cska – Cherveni Putki
CROATIA
Dinamo Zagreb – Bad Blue Boys
Hajduk Split – Torcida Split
FINLAND
HIFK – IFKs Yngre Grabbar
HJK – Sakilaiset
FRANCE
Paris Saint-Germain – Commando Pirate, Casual Firm, Indépendants
GERMANY
Eintracht Frankfurt – Adlerfront
Werder Bremen – Standarte Bremen
Borussia Mönchengladbach – Alte Kameradschaft MG, Frontline
GREECE
Panathinaikos – Gate 13
ISRAEL
Beitar Jerusalem – La Familia
ITALY
Atalanta, Italy – Brigate Neroazzurre & Wild Kaos
Hellas Verona, Italy – Brigate Gialloblu
Inter Milan, Italy – Boys San
Roma – The Ultra’s
SS Lazio, Italy – Irriducibilli
NETHERLANDS
AFC Ajax – F-side
FC Twente – Vak-P
NORTHERN IRELAND
Linfield – Section F
NORWAY
Aalesunds FK / SPK Rollon – Blue Army Aalesund / Blue Army Rollon
Fredrikstad FK – Brigade Rød Hvit (BRH)
Ham-Kam – Briskebys Beste Borgere (BBB)
I.K. Start – Christianssands Herreekvipasje (CHE)
Lillestrøm SK – Sportsklubbens fineste (SKF)
S.K. Brann – TjuaGutteneBergen (TGB)
Viking FK – Stavanger Yngre (SYC)
Vålerenga I.F. Fotball – Isko Boys, Enga Casuals, Enga Yngre (IB,EC,EY)
POLAND
Cracovia Kraków – Jude Gang
Lech Poznań – Brygada Banici[64]; Young Freaks ’98
Górnik Zabrze – Torcida
Lechia Gdańsk – Młode Orły
Legia Warszawa – Teddy Boys 95
Pogoń Szczecin – Terror Corps
Ruch Chorzów – Psycho Fans
Śląsk Wrocław – Fighters
Widzew Łódź – Destroyers
Wisła Kraków – Sharks
GKS Katowice – Persona Non Grata
Zagłębie Sosnowiec – Zagłębie Sosnowiec Hooligans
RUSSIA
CSKA Moscow – Red-Blue Warriors, Yaroslavka
Spartak Moscow – Gladiators Firm ’96, Union
Zenit Saint Petersburg – Music Hall
Lokomotiv Moscow – Red-Green Vikings, Trains Team, Mad Dobermans Firm, Steam Engines
SCOTLAND
Aberdeen F.C. – Aberdeen Soccer Casuals
Airdrie United F.C. – Section B
Celtic F.C. – Celtic Soccer Crew
Dundee F.C. & Dundee United F.C. – The Utility
Falkirk – Falkirk Fear
Heart of Midlothian F.C. – Casual Soccer Firm
Hibernian F.C. – Capital City Service
Motherwell F.C. – Saturday Service
Montrose – Portland Bill Seaside Squad
Morton – Morton Soccer Crew (MSC)
Partick Thistle F.C – North Glasgow Express
Rangers F.C. – Inter City Firm
St Johnstone – Fair City Firm
St Mirren – Love Street Division
SPAIN
Racing de santander – Juventudes Verdiblancas
SWEDEN
AIK (football club) – Firman Boys;Baby Boys;AIK Young Boys
BS BolticGöta/Degerfors IF/Färjestads BK – Värmlandsalliansen
Djurgårdens IF – Djurgårdens Fina Grabbar, Djurgårdens Mindre Grabbar, Djurgårdens Yngsta
IFK Göteborg – Wisemen, Gothenburg Youth Division Youth Crew Gothenburg
IFK Norrköping – Norrköpings Grabbar, Norrköpings Yngre
GAIS – Gärningsmännen, Gais Yngre, Gais Babys
Grabbar, Norrköpings Yngsta
Hammarby IF – Kompisgänget Bajen, Bajen Baby Squad Bajens Yngsta
Helsingborgs IF – Frontline, Hbg Yngre
Kalmar FF – Kalmarfamiljen
Linköpings HC – Cluben Casuals
Malmö FF – Sky Blue Crew
Västerås SK – VSK Casuals
Örebro SK – Örebroderskapet
UKRAINE
CSKA (Kiev) – WP, Twenty Firm
WALES
Cardiff City – Soul Crew
Swansea City – Jack Army
Source : Kaskus
DENMARK
AAB – Aalborg Frontline, Aalborg Casual Youth, Boys Republic
AGF – White Pride
Brøndby IF – Blue Front, Southside United, Suburban Casuals, Suburban Baby Crew Copenhagen – Copenhagen Casuals, Copenhagen Casuals Youth Division, CC Young Boys, Squad 92
HIK – Hellerup Hooligans
Lyngby – Blue Army
Næstved BK – Green City Casuals – Odense Casuals
ENGLAND
Aldershot Town. – A-Company
Arsenal F.C. – Gooners, The Herd
Aston Villa F.C. – Villa Youth, Steamers, Villa Hardcore, C-Crew
Barnet. – BUGS (Barnet Urban Gorillas)
Barnsley – Five 0
Birmingham City F.C. – Zulus
Blackpool F.C. – The Muckers, BTS (Blackpool Tangerine Service)
Bolton Wanderers – cuckoo youth squad and bolton service youth
Bradford City A.F.C. – The Ointment
Brighton and Hove Albion. – Headhunters
Bristol City F.C. – CSF City Service Firm
Bristol Rovers. – Gas Hit Squad
Burnley F.C. – Suicide Squad
Cardiff City – Soul Crew
Carlisle United – Border City Firm
Chelsea F.C. – Headhunters
Chester City. – 1 2 5′s
Coventry City – Legion
Crystal Palace – Dirty 30
Derby County F.C. – Derby Lunatic Fringe
Everton F.C. – County Road Cutters
Exeter – Sly Crew
Fulham. – Thames Valley Travellers
Hereford United. – ICF (Inter-City Firm)
Huddersfield Town. – HYC (Huddersfield Young Casuals)
Hull City F.C. – Hull City Psychos, The Minority
Leeds United A.F.C. – Leeds United Service Crew
Leicester City – Baby Squad
Lincoln City F.C – Lincoln Transit Elite
Liverpool F.C. – The Urchins
Luton Town F.C. – The MIGs
Manchester City F.C. – Guvnors, Maine Line Service Crew
Manchester United F.C. – The Red Army, Inter-City Jibbers, Cockney Reds
Middlesbrough F.C. – The Frontline
Millwall F.C. – Bushwackers, The Treatment
Newcastle United F.C. – The Gremlins
Northampton Town – Northampton Affray Team
Norwich City NHS – (Norwich Hit Squad)
Nottingham Forest F.C. – Forest Executive Crew
Oldham Athletic – Fine Young Casuals
Oxford United. – Warlords
Peterborough United. – PTC (Peterborough Terrace Crew)
Plymouth Argyle – The Central Element
Portsmouth F.C. – 6.57 Crew
Port Vale – Lunatic Fringe
Preston North End F.C. – Preston Para Squad
Reading. – Berkshire Boot Boys
Rotherham United. – Rotherham Casuals, SECTION 5
Sheffield United F.C. – Blades Business Crew
Sheffield Wednesday F.C. – Owls Crime Squad
Shrewsbury Town – EBF English Border Front
Southampton. – Inside Crew, The Uglies, Surburban Casuals
Southend – CS Crew
Stockport County – CSY
Stoke City F.C. – Naughty Forty, U 5′s Boys Nutters
Swansea City – Jacks
Sunderland A.F.C. – Seaburn Casuals
Tottenham Hotspur F.C. – Yid Army, Yid Army Youth, Yiddos, N17s
Walsall F.C. – SYC Swift Young Casuals
West Bromwich Albion – Section Five
West Ham United F.C. – Inter City Firm
Wolverhampton Wanderers – Subway Army
Wrexham. – Frontline
York City. – YNS (York Nomad Society)
BELGIUM
Royal Sporting Club Anderlecht – Mauves Army
BULGARIA
Levski Sofia – Sofia West, South Division, Sini Voini
Loko Pl – Lauta Hools
Cska – Cherveni Putki
CROATIA
Dinamo Zagreb – Bad Blue Boys
Hajduk Split – Torcida Split
FINLAND
HIFK – IFKs Yngre Grabbar
HJK – Sakilaiset
FRANCE
Paris Saint-Germain – Commando Pirate, Casual Firm, Indépendants
GERMANY
Eintracht Frankfurt – Adlerfront
Werder Bremen – Standarte Bremen
Borussia Mönchengladbach – Alte Kameradschaft MG, Frontline
GREECE
Panathinaikos – Gate 13
ISRAEL
Beitar Jerusalem – La Familia
ITALY
Atalanta, Italy – Brigate Neroazzurre & Wild Kaos
Hellas Verona, Italy – Brigate Gialloblu
Inter Milan, Italy – Boys San
Roma – The Ultra’s
SS Lazio, Italy – Irriducibilli
NETHERLANDS
AFC Ajax – F-side
FC Twente – Vak-P
NORTHERN IRELAND
Linfield – Section F
NORWAY
Aalesunds FK / SPK Rollon – Blue Army Aalesund / Blue Army Rollon
Fredrikstad FK – Brigade Rød Hvit (BRH)
Ham-Kam – Briskebys Beste Borgere (BBB)
I.K. Start – Christianssands Herreekvipasje (CHE)
Lillestrøm SK – Sportsklubbens fineste (SKF)
S.K. Brann – TjuaGutteneBergen (TGB)
Viking FK – Stavanger Yngre (SYC)
Vålerenga I.F. Fotball – Isko Boys, Enga Casuals, Enga Yngre (IB,EC,EY)
POLAND
Cracovia Kraków – Jude Gang
Lech Poznań – Brygada Banici[64]; Young Freaks ’98
Górnik Zabrze – Torcida
Lechia Gdańsk – Młode Orły
Legia Warszawa – Teddy Boys 95
Pogoń Szczecin – Terror Corps
Ruch Chorzów – Psycho Fans
Śląsk Wrocław – Fighters
Widzew Łódź – Destroyers
Wisła Kraków – Sharks
GKS Katowice – Persona Non Grata
Zagłębie Sosnowiec – Zagłębie Sosnowiec Hooligans
RUSSIA
CSKA Moscow – Red-Blue Warriors, Yaroslavka
Spartak Moscow – Gladiators Firm ’96, Union
Zenit Saint Petersburg – Music Hall
Lokomotiv Moscow – Red-Green Vikings, Trains Team, Mad Dobermans Firm, Steam Engines
SCOTLAND
Aberdeen F.C. – Aberdeen Soccer Casuals
Airdrie United F.C. – Section B
Celtic F.C. – Celtic Soccer Crew
Dundee F.C. & Dundee United F.C. – The Utility
Falkirk – Falkirk Fear
Heart of Midlothian F.C. – Casual Soccer Firm
Hibernian F.C. – Capital City Service
Motherwell F.C. – Saturday Service
Montrose – Portland Bill Seaside Squad
Morton – Morton Soccer Crew (MSC)
Partick Thistle F.C – North Glasgow Express
Rangers F.C. – Inter City Firm
St Johnstone – Fair City Firm
St Mirren – Love Street Division
SPAIN
Racing de santander – Juventudes Verdiblancas
SWEDEN
AIK (football club) – Firman Boys;Baby Boys;AIK Young Boys
BS BolticGöta/Degerfors IF/Färjestads BK – Värmlandsalliansen
Djurgårdens IF – Djurgårdens Fina Grabbar, Djurgårdens Mindre Grabbar, Djurgårdens Yngsta
IFK Göteborg – Wisemen, Gothenburg Youth Division Youth Crew Gothenburg
IFK Norrköping – Norrköpings Grabbar, Norrköpings Yngre
GAIS – Gärningsmännen, Gais Yngre, Gais Babys
Grabbar, Norrköpings Yngsta
Hammarby IF – Kompisgänget Bajen, Bajen Baby Squad Bajens Yngsta
Helsingborgs IF – Frontline, Hbg Yngre
Kalmar FF – Kalmarfamiljen
Linköpings HC – Cluben Casuals
Malmö FF – Sky Blue Crew
Västerås SK – VSK Casuals
Örebro SK – Örebroderskapet
UKRAINE
CSKA (Kiev) – WP, Twenty Firm
WALES
Cardiff City – Soul Crew
Swansea City – Jack Army
Source : Kaskus
Sepakbola Working Class Hero
Marc Thiessen, jurnalis dan kolumnis Amerika Serikat, sebagaimana
layaknya warga negara itu, melihat sepakbola sebagai sesuatu yang
ganjil.� Mengapa mayoritas warga dunia bisa begitu tergila-gila dengan
soccer (sebutan untuk sepakbola yang di belahan dunia lain disebut
football), dan warga Amerika justru menyukai football (yang sebenarnya
di belahan dunia lain dimaknai permainan mirip rugby)?
Thiessen bertemu dengan sobatnya yang pernah duduk di pemerintahan, dan merasa punya jawaban yang tepat: sepakbola adalah olahraga kaum sosialis.
Dalam artikelnya, Thiessen menyebut sepakbola (soccer dan bukan American Football) sebagai satu-satunya olahraga di dunia yang memiliki 'hooligans'. "Sebuah gerombolan kaum proletar yang menghancurkan barang-barang milik pribadi saat tim mereka kalah."
Thiessen, sebagaimana orang Amerika Serikat lainnya, bisa jadi memiliki biasa (ia menyebut sepakbola lebih membosankan daripada tenis). Namun melekatkan sepakbola dengan kelompok proletar (kaum buruh dan kelas di luar borjuis), ia tak selamanya berlebihan, walau keliru juga menganggap karena faktor itulah hooliganisme muncul. Penelitian di Inggris menunjukkan, sebagian hooligan di Skotlandia adalah anggota kelas sosial menengah dan kelas pekerja atas yang sangat stabil.
Namun harus diakui, di sejumlah negara di Eropa dan Amerika Latin, bahkan di Indonesia, sepakbola adalah sarana hiburan masyarakat kelas pekerja, dan klub sepakbola adalah tempat mereka mengidentifikasikan diri. Jadwal pertandingan Liga Inggris digelar pada Sabtu dan Minggu sore, untuk memberikan kesempatan kepada para buruh untuk meluapkan kelelahan mereka dengan menyaksikan para jagoan mereka mencetak gol.
Tontonan sepakbola di Inggris adalah perpaduan bir dan kaum buruh. "Mentalitas pekerja pabrik...adalah pandangan bahwa pada Sabtu malam adalah akhir dari hari-hari kerja dan karenanya adalah saat yang baik untuk gila-gilaan," demikian ditulis Kuper dan Syzmanski, mengutip dari Alex Ferguson, manajer Manchester United.
Kaum pekerja meriung di pub atau klub minum sebelum berangkat ke stadion bersama-sama, sembari menyanyikan lagu-lagu pujian untuk klub sepakbola mereka. Atau, jika tidak, mereka nonton bareng siaran langsung, sembari terus mengalirkan bir di gelas-gelas besar.
Sao Paulo, sebuah kota besar di Brasil, memiliki tiga klub sepakbola sukses: Sao Paulo, Corinthians, dan Palmeiras. Semua berawal saat tahun 1894, Charles Miller, seorang anak keluarga berada, menggelar pertandingan antara pekerja kereta api, bank, dan perusahaan gas.
Kisah klub sepakbola di Rusia juga kisah tentang konflik kaum buruh dan negara. Lokomotive Moskow pada masa lalu berhubungan dengan para buruh kereta api, yang berhadapan dengan CSKA yang memiliki hubungan dengan tentara dan Dynamo yang berhubungan dengan KGB, agen rahasia Soviet.
Internazionale Milan memiliki pendukung ideologis dari kaum intelektual sayap sosialis. Comuna Baires, seorang sutradara pendukung Inter, menyebut klub idolanya itu memiliki falsafah anti-kapitalisme (dalam hal ini anti-Bush, anti-Berlusconi, anti-Amerika). Sebagian pendukung Inter adalah pendukung Partai Komunis dan akrab dengan teori hegemoni Antonio Gramsci, intelektual sayap kiri legendaris Italia.
Rivalitas klub juga tak beranjak dari urusan ekonomi. Di Inggris, kebencian para pendukung Liverpool terhadap Manchester United, berawal dari kemarahan buruh-buruh galangan kapal kota itu terhadap para pengusaha Manchester.
Manchester kerap disebut dalam buku Marx dan Engels, duet ideolog sosialisme dunia, untuk menceritakan proses industrialisasi dan teori alienasi. Manchester adalah kota utama dalam revolusi industri abad 18 yang menghasilkan katun. Sementara Liverpool adalah pelabuhan dagang paling sibuk di Inggris, yang menghubungkan negeri itu dengan dunia.
Saat krisis ekonomi dan depresi terjadi, Manchester terkena imbas. Terjadi migrasi buruh besar-besaran. Liverpool menjadi sasaran kambing hitam terkait tingginya pengenaan tarif impor katun kasar yang akan diproses di Manchester. Pengusaha di Manchester ambil jalan pintas, dan membuka sendiri pelabuhan dan menghantam pemasukan warga Liverpool, terutama para buruh galangan kapal. Sampai saat ini, urusan sepakbola menjadi representasi rivalitas dua kota yang hanya berjarak 35 mil itu.
Pemilik klub sepakbola sendiri agaknya menyadari, bahwa basis suporter mereka mayoritas berasal dari kelas buruh. Borussian Dortmund, misalnya, menawarkan kursi gratis bagi para pekerja baja. Pemain Liverpool pun menunjukkan slogan dukungan kepada pekerja pelabuhan Merseyside yang dipecat, menyusul perselisihan dengan para pengusaha industri besar.
Dari sini kemudian berkembang anggapan, bahwa kelas buruh adalah kelompok penting yang menyumbangkan pemain untuk klub. Penelitian Simon Kuper dan Stefan Szymanski menunjukkan, sepakbola Inggris tergantung pada pasokan pemain dari kelas buruh. Hanya 15 persen pemain tim nasional Inggris pada Piala Dunia 1998-2006 yang berasal dari kelas menengah (kelas dengan pendidikan dan jenis pekerjaan yang baik).
Industri sepakbola bukan hanya digerakkan oleh kelas buruh dari sisi penonton, tapi juga peralatan. Bola-bola sepak yang digunakan dalam pertandingan kelas dunia, ternyata diproduksi oleh buruh-buruh anak negara dunia ketiga.
Namun tak selamanya kaum buruh mendapat tempat utama dalam panggung sepakbola. Inter Milan boleh saja diisi barisan kaum intelektual sosialis. Namun itu tak mengubah kenyatan, bahwa klub pujaan mereka milik juragan minyak.
Semakin baik tingkat ekonomi suatu negara, yang berimbas pada perbaikan tingkat pendidikan, maka kelas pekerja industri semakin terkurangi dan angkatan kerja kerah putih (pekerja kantoran) semakin bertambah. Chelsea adalah contoh klub yang mengalami perubahan itu.
Franklin Foer dalam bukunya menyebut Chelsea 'lama' adalah klub yang memiliki citra keras, dengan pendukung yang menyukai kekerasan. Namun Roman Abramovich mengubah Chelsea menjadi klub kosmopolitan daripada klub tradisional Inggris. Stadion Stamford Bridge kini dikelilingi toko-toko mentereng. Harga tiket semakin mahal, menyingkirkan kelas pekerja dan menggantikannya dengan suporter dari kaum eksekutif muda di stadion.
Bagaimana dengan di Indonesia? Saya belum menjumpai penelitian detail soal hubungan kelas buruh dan sepakbola. Namun seorang sosiolog pernah bercerita, soal bagaimana para buruh kebun di Sumatra Utara mengidentifikasikan diri dan kebanggaan mereka dengan PSMS Medan atau PSDS Deli Serdang. Saya tak bisa membayangkan bagaimana perasaan para pendukung PSDS, saat klub itu mengundurkan diri dari kompetisi karena tak punya biaya.
Beberapa suporter Persebaya, yang meninggal dunia saat memberikan dukungan kepada klub kesayangannya, berasal dari keluarga urban kelas bawah. Orang tua mereka bekerja sebagai buruh alias bukan pemilik moda produksi. Sebut saja Suhermansyah yang tewas di stadion Mandala Jogjakarta tahun 1995 dulu adalah seorang satpam. Pemain Persebaya di antaranya juga berasal dari kelas bawah, seperti bintang muda Andik Vermansyah.
Namun sebagaimana di Inggris, pergeseran dunia sepakbola Indonesia menjadi lebih profesional akan memiliki konsekuensi terhadap para penonton, terutama dari kelas bawah dan kelas pekerja. Jika kelak klub disapih dari dana negara, maka klub harus menghidupi diri dari sponsor, dana pemilik (saham) klub, dan dari tiket penonton.
Meniru apa yang terjadi di Chelsea, pada masa mendatang, sepakbola profesional dalam arti sebenarnya di Indonesia, sedikit banyak akan membuat para pekerja kelas bawah tersisih.
Tak tertutup kemungkinan para penonton pada masa mendatang harus membayar lebih mahal daripada hari ini untuk menyaksikan klub mereka bermain. Sementara itu, kenaikan upah minimum yang mereka terima setiap tahun tak seimbang dengan besarnya biaya hidup mereka yang makin tinggi akibat naik turunnya inflasi. Membeli tiket pertandingan hanyalah salah satu opsi terakhir untuk membelanjakan uang mereka.
Klub-klub di kota besar seperti Persebaya dan Persija bisa kehilangan basis pendukung utamanya dari kelas pekerja, jika kelak pabrik-pabrik atau perusahaan memilih melakukan rasionalisasi jumlah pegawai. Perusahaan menggantikan manusia dengan mesin agar lebih efisien, atau perusahaan mengubah diri menjadi perusahaan yang hanya bertugas merakit kiriman produk impor dari luar tanpa memproduksi sendiri.
Hari ini, kita berterima kasih kepada orang-orang baik yang bersedia membuka klub kecil untuk pembinaan dengan biaya sendiri. Di sebuah kampung di Surabaya, hiduplah seorang warga yang membiayai semacam sekolah sepakbola hanya karena hobi. Ia memungut uang ala kadarnya kepada para siswanya, bahkan menggratiskannya jika si siswa dari keluarga tak mampu.
Thiessen bertemu dengan sobatnya yang pernah duduk di pemerintahan, dan merasa punya jawaban yang tepat: sepakbola adalah olahraga kaum sosialis.
Dalam artikelnya, Thiessen menyebut sepakbola (soccer dan bukan American Football) sebagai satu-satunya olahraga di dunia yang memiliki 'hooligans'. "Sebuah gerombolan kaum proletar yang menghancurkan barang-barang milik pribadi saat tim mereka kalah."
Thiessen, sebagaimana orang Amerika Serikat lainnya, bisa jadi memiliki biasa (ia menyebut sepakbola lebih membosankan daripada tenis). Namun melekatkan sepakbola dengan kelompok proletar (kaum buruh dan kelas di luar borjuis), ia tak selamanya berlebihan, walau keliru juga menganggap karena faktor itulah hooliganisme muncul. Penelitian di Inggris menunjukkan, sebagian hooligan di Skotlandia adalah anggota kelas sosial menengah dan kelas pekerja atas yang sangat stabil.
Namun harus diakui, di sejumlah negara di Eropa dan Amerika Latin, bahkan di Indonesia, sepakbola adalah sarana hiburan masyarakat kelas pekerja, dan klub sepakbola adalah tempat mereka mengidentifikasikan diri. Jadwal pertandingan Liga Inggris digelar pada Sabtu dan Minggu sore, untuk memberikan kesempatan kepada para buruh untuk meluapkan kelelahan mereka dengan menyaksikan para jagoan mereka mencetak gol.
Tontonan sepakbola di Inggris adalah perpaduan bir dan kaum buruh. "Mentalitas pekerja pabrik...adalah pandangan bahwa pada Sabtu malam adalah akhir dari hari-hari kerja dan karenanya adalah saat yang baik untuk gila-gilaan," demikian ditulis Kuper dan Syzmanski, mengutip dari Alex Ferguson, manajer Manchester United.
Kaum pekerja meriung di pub atau klub minum sebelum berangkat ke stadion bersama-sama, sembari menyanyikan lagu-lagu pujian untuk klub sepakbola mereka. Atau, jika tidak, mereka nonton bareng siaran langsung, sembari terus mengalirkan bir di gelas-gelas besar.
Sao Paulo, sebuah kota besar di Brasil, memiliki tiga klub sepakbola sukses: Sao Paulo, Corinthians, dan Palmeiras. Semua berawal saat tahun 1894, Charles Miller, seorang anak keluarga berada, menggelar pertandingan antara pekerja kereta api, bank, dan perusahaan gas.
Kisah klub sepakbola di Rusia juga kisah tentang konflik kaum buruh dan negara. Lokomotive Moskow pada masa lalu berhubungan dengan para buruh kereta api, yang berhadapan dengan CSKA yang memiliki hubungan dengan tentara dan Dynamo yang berhubungan dengan KGB, agen rahasia Soviet.
Internazionale Milan memiliki pendukung ideologis dari kaum intelektual sayap sosialis. Comuna Baires, seorang sutradara pendukung Inter, menyebut klub idolanya itu memiliki falsafah anti-kapitalisme (dalam hal ini anti-Bush, anti-Berlusconi, anti-Amerika). Sebagian pendukung Inter adalah pendukung Partai Komunis dan akrab dengan teori hegemoni Antonio Gramsci, intelektual sayap kiri legendaris Italia.
Rivalitas klub juga tak beranjak dari urusan ekonomi. Di Inggris, kebencian para pendukung Liverpool terhadap Manchester United, berawal dari kemarahan buruh-buruh galangan kapal kota itu terhadap para pengusaha Manchester.
Manchester kerap disebut dalam buku Marx dan Engels, duet ideolog sosialisme dunia, untuk menceritakan proses industrialisasi dan teori alienasi. Manchester adalah kota utama dalam revolusi industri abad 18 yang menghasilkan katun. Sementara Liverpool adalah pelabuhan dagang paling sibuk di Inggris, yang menghubungkan negeri itu dengan dunia.
Saat krisis ekonomi dan depresi terjadi, Manchester terkena imbas. Terjadi migrasi buruh besar-besaran. Liverpool menjadi sasaran kambing hitam terkait tingginya pengenaan tarif impor katun kasar yang akan diproses di Manchester. Pengusaha di Manchester ambil jalan pintas, dan membuka sendiri pelabuhan dan menghantam pemasukan warga Liverpool, terutama para buruh galangan kapal. Sampai saat ini, urusan sepakbola menjadi representasi rivalitas dua kota yang hanya berjarak 35 mil itu.
Pemilik klub sepakbola sendiri agaknya menyadari, bahwa basis suporter mereka mayoritas berasal dari kelas buruh. Borussian Dortmund, misalnya, menawarkan kursi gratis bagi para pekerja baja. Pemain Liverpool pun menunjukkan slogan dukungan kepada pekerja pelabuhan Merseyside yang dipecat, menyusul perselisihan dengan para pengusaha industri besar.
Dari sini kemudian berkembang anggapan, bahwa kelas buruh adalah kelompok penting yang menyumbangkan pemain untuk klub. Penelitian Simon Kuper dan Stefan Szymanski menunjukkan, sepakbola Inggris tergantung pada pasokan pemain dari kelas buruh. Hanya 15 persen pemain tim nasional Inggris pada Piala Dunia 1998-2006 yang berasal dari kelas menengah (kelas dengan pendidikan dan jenis pekerjaan yang baik).
Industri sepakbola bukan hanya digerakkan oleh kelas buruh dari sisi penonton, tapi juga peralatan. Bola-bola sepak yang digunakan dalam pertandingan kelas dunia, ternyata diproduksi oleh buruh-buruh anak negara dunia ketiga.
Namun tak selamanya kaum buruh mendapat tempat utama dalam panggung sepakbola. Inter Milan boleh saja diisi barisan kaum intelektual sosialis. Namun itu tak mengubah kenyatan, bahwa klub pujaan mereka milik juragan minyak.
Semakin baik tingkat ekonomi suatu negara, yang berimbas pada perbaikan tingkat pendidikan, maka kelas pekerja industri semakin terkurangi dan angkatan kerja kerah putih (pekerja kantoran) semakin bertambah. Chelsea adalah contoh klub yang mengalami perubahan itu.
Franklin Foer dalam bukunya menyebut Chelsea 'lama' adalah klub yang memiliki citra keras, dengan pendukung yang menyukai kekerasan. Namun Roman Abramovich mengubah Chelsea menjadi klub kosmopolitan daripada klub tradisional Inggris. Stadion Stamford Bridge kini dikelilingi toko-toko mentereng. Harga tiket semakin mahal, menyingkirkan kelas pekerja dan menggantikannya dengan suporter dari kaum eksekutif muda di stadion.
Bagaimana dengan di Indonesia? Saya belum menjumpai penelitian detail soal hubungan kelas buruh dan sepakbola. Namun seorang sosiolog pernah bercerita, soal bagaimana para buruh kebun di Sumatra Utara mengidentifikasikan diri dan kebanggaan mereka dengan PSMS Medan atau PSDS Deli Serdang. Saya tak bisa membayangkan bagaimana perasaan para pendukung PSDS, saat klub itu mengundurkan diri dari kompetisi karena tak punya biaya.
Beberapa suporter Persebaya, yang meninggal dunia saat memberikan dukungan kepada klub kesayangannya, berasal dari keluarga urban kelas bawah. Orang tua mereka bekerja sebagai buruh alias bukan pemilik moda produksi. Sebut saja Suhermansyah yang tewas di stadion Mandala Jogjakarta tahun 1995 dulu adalah seorang satpam. Pemain Persebaya di antaranya juga berasal dari kelas bawah, seperti bintang muda Andik Vermansyah.
Namun sebagaimana di Inggris, pergeseran dunia sepakbola Indonesia menjadi lebih profesional akan memiliki konsekuensi terhadap para penonton, terutama dari kelas bawah dan kelas pekerja. Jika kelak klub disapih dari dana negara, maka klub harus menghidupi diri dari sponsor, dana pemilik (saham) klub, dan dari tiket penonton.
Meniru apa yang terjadi di Chelsea, pada masa mendatang, sepakbola profesional dalam arti sebenarnya di Indonesia, sedikit banyak akan membuat para pekerja kelas bawah tersisih.
Tak tertutup kemungkinan para penonton pada masa mendatang harus membayar lebih mahal daripada hari ini untuk menyaksikan klub mereka bermain. Sementara itu, kenaikan upah minimum yang mereka terima setiap tahun tak seimbang dengan besarnya biaya hidup mereka yang makin tinggi akibat naik turunnya inflasi. Membeli tiket pertandingan hanyalah salah satu opsi terakhir untuk membelanjakan uang mereka.
Klub-klub di kota besar seperti Persebaya dan Persija bisa kehilangan basis pendukung utamanya dari kelas pekerja, jika kelak pabrik-pabrik atau perusahaan memilih melakukan rasionalisasi jumlah pegawai. Perusahaan menggantikan manusia dengan mesin agar lebih efisien, atau perusahaan mengubah diri menjadi perusahaan yang hanya bertugas merakit kiriman produk impor dari luar tanpa memproduksi sendiri.
Hari ini, kita berterima kasih kepada orang-orang baik yang bersedia membuka klub kecil untuk pembinaan dengan biaya sendiri. Di sebuah kampung di Surabaya, hiduplah seorang warga yang membiayai semacam sekolah sepakbola hanya karena hobi. Ia memungut uang ala kadarnya kepada para siswanya, bahkan menggratiskannya jika si siswa dari keluarga tak mampu.
Source : Kaskus
Langganan:
Postingan (Atom)