Seorang menemukan kepompong seekor kupu-kupu. Suatu hari lubang kecil
muncul. Dia duduk dan mengamati dalam beberapa jam kupu-kupu itu ketika
dia berjuang dengan memaksa dirinya
melewati lubang kecil itu. Kemudian kupu-kupu itu berhenti membuat
kemajuan. Kelihatannya dia telah berusaha semampunya dan dia tidak bisa
lebih jauh lagi.
Akhirnya orang tersebut memutuskan untuk membantunya, dia ambil sebuah
gunting dan memotong sisa kekangan dari kepompong itu. Kupu-kupu
tersebut keluar dengan mudahnya. Namun, dia mempunyai tubuh gembung dan
kecil, sayap2 mengkerut.Orang tersebut terus
mengamatinya karena dia berharap bahwa, pada suatu saat, sayap-sayap itu
akan mekar dan melebar sehingga mampu menopang tubuhnya, yg mungkin
akan berkembang dalam waktu.
Semuanya tak pernah terjadi. Kenyataannya, kupu-kupu itu menghabiskan
sisa hidupnya merangkak di sekitarnya dengan tubuh gembung dan
sayap-sayap mengkerut. Dia tidak pernah
bisa terbang. Yang tidak dimengerti dari kebaikan dan ketergesaan orang
tersebut adalah bahwa kepompong yg menghambat dan perjuangan yg
dibutuhkan kupu-kupu untukmelewati lubang kecil adalah jalan Tuhan untuk
memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu itu ke dalam sayap-sayapnya
sedemikian sehingga dia akan siap terbang begitu dia memperoleh
kebebasan dari kepompong tersebut.
Kadang-kadang perjuangan adalah yang kita perlukan dalam hidup kita.
Jika Tuhan membiarkan kita hidup tanpa hambatan, itu mungkin melumpuhkan
kita. Kita mungkin tidak sekuat yg semestinya kita mampu. Kita mungkin
tidak pernah dapat terbang.
Saya memohon Kekuatan ..
Dan Tuhan memberi saya kesulitan-kesulitan untuk membuat saya kuat.
Saya memohon Kebijakan …
Dan Tuhan memberi saya persoalan untuk diselesaikan.
Saya memohon Kemakmuran ….
Dan Tuhan memberi saya Otak dan Tenaga untuk bekerja.
Saya memohon Keteguhan hati …
Dan Tuhan memberi saya Bahaya untuk diatasi.
Saya memohon kebahagiaan dan cinta kasih…
Dan Tuhan memberikan kesedihan kesedihan untuk dilewati.
Saya memohon Cinta ….
Dan Tuhan memberi saya orang-orang bermasalah untuk ditolong.
Saya memohon Kemurahan/kebaikan hati….
Dan Tuhan memberi saya kesempatan-kesempatan.
Saya tidak memperoleh yg saya inginkan, saya mendapatkan segala yang
saya butuhkan
Source : InspiratorMuda
Minggu, 20 Mei 2012
Kuncinya Sabar
Tak jarang seseorang menemukan kejenuan dalam hidupnya, menemukan
kehampaan hati dari apa yang dijalaninya. Seakan ingin berhenti dan
keluar dari keadaan itu. Seakan tak ada kekuatan jiwa untuk terus berada
dalam keadaan itu. Entah apa yang menjadi penyebabnya. Mungkin saja dia
belum mendapatkan apa yang diinginkannya, mungkin saja dia merasa bahwa
jalan itu memang bukan jalan yang diiginkannya, atau mungkin karena
impian yang menjadi penyemangatnya kabur dari pandangnya. Itulah
dinamika hidup. Terkadang ada yang berfikir untuk segera mengakhiri
hidupnya, na’udzubillah.
Dunia menjadi perhiasan dalam kehidupan kita. Tak kan selamanya dunia menjadi milik kita. Mungkin sekarang kita umurnya remaja, tapi bentar lagi udah dewasa, dan menjadi tua. Paras ganteng atau cantik kita akan menghilang. Harta tahta tak pernah dibawa seseroang mati. Ke liang lahat cuma berbusana kain kafan. Ingat itu. Orientasi keduniaan kita yang menjadikan hati terasa hampa. Hampa, seakan hidup tak bermakna. Dan ketika dunia menjadi orientasi hidup, tak pernah ada kepuasan yang dirasakannya. Berarti, saatnya berinstrokpeksi diri terhadap apa yang sudah dilakukan kemudian terus melangkah menuju istana kebahagiaan yang hakiki.
Tak selamanya apa yang kita inginkan menjadi kenyataan. Itulah hidup. Usaha maksimal yang telah kita lakukan terkadang tidak membuahkan hasil. Itulah hidup. Lihatlah pengalaman untuk memahami hidup. Yang ada adalah kenyataan saat ini. Inilah kenyataan. Jika apa yang kita inginkan tidak menjadi sebuah kenyataan, setidaknya saat ini kita masih bernafas, masih punya harapan, masih bisa berusaha, masih bisa mencapai keinginan-keinginan lain. Kuncinya adalah sabar. ya, sabar. Toh, manusia kan hanya bisa berusaha, manusia tak punya wewenang untuk menentukan hasil. Yang terpenting adalah berproses. Ketika suatu keinginan belum juga menjadi kenyataan, sikap kita yang sabar itu adalah proses. Ketika kita mau menjalani proses, hasil pasti tidak akan jauh. Ingatlah, Tuhan tak kan pernah menyia-nyiakan hambanya, Tuhan tak pernah tidak tahu.
Menjalani hidup memang tak semudah berpentas dipanggung sandiwara, walaupun hidup seperti panggung sandiwara. Kita hidup terkadang tak bisa menerima peran menjadi orang yang tak dianggap, orang yang terakhir, orang yang miskin, dan lain-lain. Tapi itulah hidup. Butuh sikap “ntrimo ing pandum” untuk terus bisa tersenyum tegar menjalani hidup. Apapun kenyataan saat ini, tak ada alasan untuk galau, sedih, ngeluh dan lain-lain.
Dunia menjadi perhiasan dalam kehidupan kita. Tak kan selamanya dunia menjadi milik kita. Mungkin sekarang kita umurnya remaja, tapi bentar lagi udah dewasa, dan menjadi tua. Paras ganteng atau cantik kita akan menghilang. Harta tahta tak pernah dibawa seseroang mati. Ke liang lahat cuma berbusana kain kafan. Ingat itu. Orientasi keduniaan kita yang menjadikan hati terasa hampa. Hampa, seakan hidup tak bermakna. Dan ketika dunia menjadi orientasi hidup, tak pernah ada kepuasan yang dirasakannya. Berarti, saatnya berinstrokpeksi diri terhadap apa yang sudah dilakukan kemudian terus melangkah menuju istana kebahagiaan yang hakiki.
Tak selamanya apa yang kita inginkan menjadi kenyataan. Itulah hidup. Usaha maksimal yang telah kita lakukan terkadang tidak membuahkan hasil. Itulah hidup. Lihatlah pengalaman untuk memahami hidup. Yang ada adalah kenyataan saat ini. Inilah kenyataan. Jika apa yang kita inginkan tidak menjadi sebuah kenyataan, setidaknya saat ini kita masih bernafas, masih punya harapan, masih bisa berusaha, masih bisa mencapai keinginan-keinginan lain. Kuncinya adalah sabar. ya, sabar. Toh, manusia kan hanya bisa berusaha, manusia tak punya wewenang untuk menentukan hasil. Yang terpenting adalah berproses. Ketika suatu keinginan belum juga menjadi kenyataan, sikap kita yang sabar itu adalah proses. Ketika kita mau menjalani proses, hasil pasti tidak akan jauh. Ingatlah, Tuhan tak kan pernah menyia-nyiakan hambanya, Tuhan tak pernah tidak tahu.
Menjalani hidup memang tak semudah berpentas dipanggung sandiwara, walaupun hidup seperti panggung sandiwara. Kita hidup terkadang tak bisa menerima peran menjadi orang yang tak dianggap, orang yang terakhir, orang yang miskin, dan lain-lain. Tapi itulah hidup. Butuh sikap “ntrimo ing pandum” untuk terus bisa tersenyum tegar menjalani hidup. Apapun kenyataan saat ini, tak ada alasan untuk galau, sedih, ngeluh dan lain-lain.
Langganan:
Postingan (Atom)