Minggu, 13 Mei 2012

Football is Freedom

“Sepakbola adalah keseluruhan skill itu sendiri. Keseluruhan dunia. Keseluruhan alam semesta itu sendiri. Saya menyukai sepakbola karena Anda harus piawai untuk memainkannya! Kebebasan! Ya, sepakbola adalah kebebasan.” Bob Marley – 1979




Banyak orang pasti terkejut saat mengetahui Bob Marley adalah seorang fan sekaligus fanatik sepakbola. Sepertinya hal itu tak sesuai dengan citra sang bintang reggae legendaris yang selama ini telah beredar: menghisap marihuana (daun ganja), alunan nada reggae yang lambat, sikap hidup rastafari yang easy going, serta aktivis politik.

Ya, raja reggae berambut gimbal itu benar-benar cinta sepakbola. Bahkan tiap hari saat tur atau melakukan rekaman di studia, Bob Marley selalu menyempatkan diri menendang-nendang si kulit bundar. Dia pun gemar menonton sepakbola di televisi. Klub favoritnya dari Brasil yakni Santos Futebol Clube. Bob Marley mengidolakan pesepakbola, Edson Arantes do Nascimento atau yang lebih dikenal sebagai Pele, yang mulai bermain bagi Santos di usia 15 tahun.

Dalam sebuah perjalanan ke Brasil (Rio de Janeiro, 1970), Bob Marley bermain sepakbola jalanan bersama beberapa rekan musisi (musisi dari perusahaan rekaman Ariola), beberapa anak jalanan di Brasil, plus Paulo Cesar, anggota timnas Brasil di Piala Dunia 1970.

Sebelum pertandingan, Paulo Cesar memberi Marley kostum tim Santos bernomor punggung 10 (nomor khas Pele). Sang raja reggae tesenyum menerima cendera mata tersebut dan mengenakannya. Rekan-rekannya menyanjung Marley yang disebut mirip dengan Pele. Ya, faktanya penyanyi gimbal punya skill individu mumpuni di lapangan hijau. Hebatnya lagi, Marley mampu bermain di semua posisi. Namun posisi favoritnya adalah jadi gelandang.

Banyak sobatnya yang mengklaim, jika raja reggae itu tidak mendedikasikan hidupnya bagi musik, maka Bob Marley bisa menjadi seorang pesepakbola pro. Ya, sebagai seorang gelandang, Marley punya kecepatan, skill yahud, serta kreatif  sebagai otak serangan.

“Saya cinta musik sebelum  mencintai sepakbola. Jika saya lebih dulu cinta sepakbola, mungkin itu bisa sedikit berbahaya, karena sepakbola merupakan permainan kekerasan. Bila seseorang menekel Anda dengan keras, itu dapat memunculkan semangat perang,” cetus Bob Marley suatu ketika.

Bob Marley suka bermain bola di taman-taman di kota London. Sebagai contoh, tahun 1977, saat di tengah puncak ketenarannya, dia menyempatkan diri bermain sepakbola di Battersea Park bersama teman-temannya. Ini bukan sekadar cara mengisi waktu luang di luar tur, Marley memang niat main bola.

Bahkan ia membawa bintang sepakbola Jamaika di masa itu, Skill Cole, dalam rombongannya. “Skill adalah penasihat Bob untuk olahraga,” cerita Rob Partridge, mantan humas perusahaan rekaman Island Records.
“Dia gelandang berskill paten serta sanggup bermain konstan sepanjang 2×45 menit. Namun ia tak suka melakukan tekel terhadap lawan. Oh ya, di lapangan bola, ia dijuluki skully karena tubuhnya yang kurus. Tapi jangan coba-coba menekel Bob, Anda sendiri bakal celaka. Dia punya tulang kaki seperti besi,” tambah Partridge.

Tahun 1980, Bob Marley datang ke London. Tak ada tur atau sesi wawancara, dia dan rombongannya, The Wailers, cuma ingin bermain bola. So, Partridge sengaja menyewa lapangan di Eternit Wharf Sports Centre, Fulham. Tiap sore selama empat hari berturut-turut, Bob dan grup musiknya, The Wailers, mengadakan pertandingan bola dengan tim manapun yang menantang mereka bertanding.

“Kami membawa Bob dan pemain The Wailers ke toko olahraga di Fulham Palace Road untuk membeli bola, sepatu, serta kostum untuk bertanding,” ujar Partridge. “Para penjaga toko tidak mengenali artis ngetop yang menyambangi toko mereka.”
Lantas selama empat hari, Marley dan The Wailers bermain solid menghadapi tim Record Mirror, tim Ice Record, dan beberapa tim lainya. “Itu bukan sebuah pertandingan formal, pokoknya bermain bola sampai puas,” jelas Partridge.

Seminggu kemudian, Marley mengadakan konser di Crystal Palace. Ini konser terakhir  Bob Marley di London karena pada Mei 1981, dia meninggal dunia. “Setelah show, ia masih menyempatkan diri bermain dengan empat orang rekannya di sepanjang hall kolam renang di Cannon Health Clubs. Lantas kami memanggil mereka untuk memperkenalkan a late-night reggae swim untuk menghormati Bob. Mereka pikir itu ide yang bagus,” ungkap Partridge.

Saat Bob Marley meninggal dunia, ada banyak fan yakin bahwa kematiannya akibat kanker yang diidapnya setelah mengalami cedera ketika bermain bola di Battersea Park di tahun 1977. Danny Baker, seorang komentator olahraga di radio dan televisi Inggris pada masa itu, jadi tersangka yang menginjak kaki Marley saat pertandingan tersebut. Akibatnya, kuku jempol kaki Marley sampai copot hingga menyebabkan luka.

Entah karena tak segera mendapat perawatan yang layak atau karena sikap tak pedulinya, luka tersebut malah jadi borok yang tak kunjung sembuh dan menjadi kanker ganas. Dokter telah menganjurkan untuk mengamputasi kakinya agar selamat, tapi sang Rasta menolak tegas anjuran tersebut.

So, tepat 11 Mei 1981, di Florida, AS, Bob Marley menghembuskan nafas terakhir dan menghadap Sang Maha Pencipta. Dia dikuburkan bersama gitar kesayangannya, Gibson Les Paul, sebungkus daun ganja, sebuah Alkitab, sebuah cincin, dan sebuah bola kaki.

Source : Bolavaganza

Tidak ada komentar: