Minggu, 20 Mei 2012

Kuncinya Sabar

Tak jarang seseorang menemukan kejenuan dalam hidupnya, menemukan kehampaan hati dari apa yang dijalaninya. Seakan ingin berhenti dan keluar dari keadaan itu. Seakan tak ada kekuatan jiwa untuk terus berada dalam keadaan itu. Entah apa yang menjadi penyebabnya. Mungkin saja dia belum mendapatkan apa yang diinginkannya, mungkin saja dia merasa bahwa jalan itu memang bukan jalan yang diiginkannya, atau mungkin karena impian yang menjadi penyemangatnya kabur dari pandangnya. Itulah dinamika hidup. Terkadang ada yang berfikir untuk segera mengakhiri hidupnya, na’udzubillah.

Dunia menjadi perhiasan dalam kehidupan kita. Tak kan selamanya dunia menjadi milik kita. Mungkin sekarang kita umurnya remaja, tapi bentar lagi udah dewasa, dan menjadi tua. Paras ganteng atau cantik kita akan menghilang. Harta tahta tak pernah dibawa seseroang mati. Ke liang lahat cuma berbusana kain kafan. Ingat itu. Orientasi keduniaan kita yang menjadikan hati terasa hampa. Hampa, seakan hidup tak bermakna. Dan ketika dunia menjadi orientasi hidup, tak pernah ada kepuasan yang dirasakannya. Berarti, saatnya berinstrokpeksi diri terhadap apa yang sudah dilakukan kemudian terus melangkah menuju istana kebahagiaan yang hakiki.

Tak selamanya apa yang kita inginkan menjadi kenyataan. Itulah hidup. Usaha maksimal yang telah kita lakukan terkadang tidak membuahkan hasil. Itulah hidup. Lihatlah pengalaman untuk memahami hidup. Yang ada adalah kenyataan saat ini. Inilah kenyataan. Jika apa yang kita inginkan tidak menjadi sebuah kenyataan, setidaknya saat ini kita masih bernafas, masih punya harapan, masih bisa berusaha, masih bisa mencapai keinginan-keinginan lain. Kuncinya adalah sabar. ya, sabar. Toh, manusia kan hanya bisa berusaha, manusia tak punya wewenang untuk menentukan hasil. Yang terpenting adalah berproses. Ketika suatu keinginan belum juga menjadi kenyataan, sikap kita yang sabar itu adalah proses. Ketika kita mau menjalani proses, hasil pasti tidak akan jauh. Ingatlah, Tuhan tak kan pernah menyia-nyiakan hambanya, Tuhan tak pernah tidak tahu.

Menjalani hidup memang tak semudah berpentas dipanggung sandiwara, walaupun hidup seperti panggung sandiwara. Kita hidup terkadang tak bisa menerima peran menjadi orang yang tak dianggap, orang yang terakhir, orang yang miskin, dan lain-lain. Tapi itulah hidup. Butuh sikap “ntrimo ing pandum” untuk terus bisa tersenyum tegar menjalani hidup. Apapun kenyataan saat ini, tak ada alasan untuk galau, sedih, ngeluh dan lain-lain.

Tidak ada komentar: